Salin Artikel

Kisah Suhendro, Dokter yang Koleksi Surat Suara mulai Pemilu Tahun 1957 (1)

KUDUS, KOMPAS.com - Pemilihan umum di Indonesia merupakan tonggak demokratisasi pascareformasi. Sejarah mencatat, pemilu yang digelar pertama kali di Indonesia yaitu pada 1955 di masa pemerintahan Presiden RI Soekarno.

Pemilu perdana ini direalisasikan untuk memilih anggota DPR dan Konstituante. Sebanyak 260 kursi diperebutkan untuk DPR dan 520 untuk Konstituante. Selain itu, ditambah 14 wakil golongan minoritas yang diangkat oleh pemerintah.

Tradisi politik yang dihelat untuk memilih wakil rakyat itu terus berlangsung dari masa ke masa hingga akhirnya pada 2004, untuk pertama kalinya masyarakat Indonesia dapat memilih langsung presiden dan wakil presiden.

Sebelum 2004, pemilu di Indonesia hanya untuk memilih calon anggota legislatif di DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.

Sejarah pemilu di Indonesia itu terdokumentasikan dengan cukup baik oleh seorang dokter di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah bernama Suhendro Sastrowiwoho. 

Dokter jebolan Universitas Diponegoro, Semarang, kelahiran 26 Oktober 1946 itu memiliki hobi yang terbilang nyentrik di tengah kesibukannya.

Suhendro yang kini berusia 72 tahun itu mengoleksi surat suara pemilu yang ia buru sejak ia masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP).

Meski nampak sepele, namun di lain sisi, setidaknya surat suara menjadi begitu berharga sebagai bukti otentik eksistensi pemilu di Indonesia.

Bapak satu anak itu menyampaikan, sejak kecil ia memang sudah menyukai hobi mengumpulkan benda unik. Sebut saja perangko, uang kuno dan surat-surat lampau.

Naluri itu, kata dia, menurun dari mendiang ibunya yang lebih dulu gemar mengoleksi benda antik.

"Ibaratnya saya itu meneruskan hobi ibu saya," tutur Suhendro saat ditemui Kompas.com di kediamannya sekaligus tempat ia membuka praktik medis di jalan Tanjung, Desa Kramat, Kota Kudus, Jateng, Selasa (23/4/2019) sore.

Dari ratusan koleksi benda bersejarah yang ia simpan rapi itu, hanya surat suara pemilu lah yang menurutnya paling istimewa. 

Sebab, tidak seperti koleksinya yang lain, cukup sulit mengumpulkan surat suara pemilu serta membutuhkan jeda waktu yang panjang untuk mendapatkannya.

Dalam mengumpulkan surat suara pemilu, Suhendro harus ekstra bersabar menunggu pergelaran pesta demokrasi itu secara giliran digelar.

Dari keterangan Suhendro, pertama kali ia mulai mengumpulkan surat suara pemilu yakni saat berusia 12 tahun. Saat itu, Suhendro yang tengah memilah-milah buku di kios buku bekas di salah satu pasar di Tegal, Jateng justru terpikat setelah melihat surat suara berukuran besar yang dijadikan bungkus buku.

Surat suara pemilu terlama milik Suhendro itu tercatat dimunculkan pada 1957. Di kertas lawas itu tertulis ejaan lama yang menyatakan keterangan surat suara untuk pemilihan anggota DPRD Swatantra tingkat satu Provinsi Jawa Barat. "SURAT SUARA PEMILIHAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH SWATANTRA TINGKAT I PROPINSI DJAWA BARAT TAHUN 1957".

Di kertas yang masih nampak terawat keaslianya itu tertera gambar disertai tulisan 64 partai politik yang bertarung memperebutkan suara.

"Saya tanya ke penjualnya, bapak punya surat suara seperti ini lagi nggak ? Ia jawab punya dan saya minta selembar. Saat itu saya masih kecil, tertarik karena bentuknya yang unik, ada gambar-gambar seperti simbol. Nah sejak saat itu, saya selalu menunggu pemilu dan mulai berburu," terang Suhendro.

Surat suara braille dan 3 partai

Surat suara pemilu yang dikoleksi Suhendro ada yang unik lagi, yakni surat suara pemilu yang khusus diperuntukkan bagi pemilih disabilitas.

Di kertas tebal berwarna kuning itu tertuliskan surat suara pemilu tahun 1992 untuk pemilih penyandang tunanetra yang disertai huruf braille.

Dalam surat suara pemilu itu terpampang hanya tiga partai politik yang ikut bertarung suara yaitu Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Golongan Karya (Golkar) dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI). 

Ada lagi surat suara pemilu DPRD tingkat I Jateng tahun 1982 dengan hanya diramaikan tiga partai politik yang sudah tak asing lagi bagi telinga masyarakat Indonesia hingga saat ini yaitu Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Golongan Karya (Golkar) dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI).

"Biasanya dapat dari pemulung atau teman. Sudah susah mencarinya, harus lama menanti juga. Bayangkan sejak saya umur 12 tahun, hingga saat ini baru terkumpul delapan surat suara. Surat suara saya bungkus plastik dan amplop lalu saya masukan di dalam tas dan tersimpan di lemari," kata Suhendro.

Selain surat suara pemilu, Suhendro juga mengumpulkan benda lain yang juga berhubungan dengan pemilu, seperti stiker caleg dan sebagainya. Pernak-pernik pemilu yang terakhir dikumpulkan Suhendro yakni pada pemilu 2014 lalu.

Meski demikian, tak menutup kemungkinan, ia juga akan mengoleksi pernak-pernik pemilu 2019 dan seterusnya.

"Di tengah perjalanan saya mengumpulkan surat suara pemilu, di situ saya yakin jika upaya ini tidak sia-sia. Paling tidak saya bisa membuktikan bahwa melalui pemilu, demokrasi di indonesia terus berjalan dengan baik sejak lama," kata pria penggila band Koes Plus ini.

https://regional.kompas.com/read/2019/04/24/11563661/kisah-suhendro-dokter-yang-koleksi-surat-suara-mulai-pemilu-tahun-1957-1

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke