Salin Artikel

Mengintip Aksi Bagi-Bagi Uang Caleg di Grobogan, Mulai Rekrut Preman hingga Serangan Fajar

Dalam praktik money politics tersebut, para wakil rakyat tidak terjun langsung ke lapangan. Umumnya kecurangan itu dipasrahkan kepada tim sukses masing-masing caleg yang bertugas menyerahkan "amplop" kepada warga di daerah pilihannya.

Dari hasil penelusuran Kompas.com, bagi-bagi uang timses caleg menyasar di sejumlah pedesaan dan perkotaan di Kabupaten Grobogan. Entah itu "amplop" yang dikeluarkan dari kantong caleg DPRD Grobogan, DPRD Provinsi Jateng maupun DPR RI. Para timses caleg door to door ke rumah warga menyerahkan amplop dengan harapan sang caleg dicoblos nantinya.

Seperti disalah satu kawasan perkotaan Kecamatan Purwodadi Kabupaten Grobogan. Salah satu petahana yang ikut mencalonkan kembali sebagai DPRD Kabupaten Grobogan bahkan nekat membagi-bagikan amplop bergambar identitas dirinya yang berisikan uang lembaran Rp 50 ribu.

Sebelumnya caleg DPRD Grobogan dapil 1 ini juga terpantau bagi-bagi uang saat awal pencalonannya

"Seribuan orang ada dong yang menerima amplop dari incumbent itu di wilayah perkotaan Purwodadi. Pencalonan awal dan juga pencalonannya yang kedua kuterima Rp 50 ribu. Sudah biasa lah untuk bagi-bagi uang saat pencalonan," terang Rusdiyanto (45), pekerja bangunan, warga Purwodadi, Grobogan.

Sulimin (48), warga Purwodadi, Grobogan jugamenyampaikan jika bagi-bagi uang tidak hanya ia terima dari seorang caleg DPRD Kabupaten Grobogan saja. Bapak dua anak ini berujar juga telah menerima amplop dari sejumlah caleg DPRD Kabupaten Grobogan lainnya.

"Kalau yang kami alami selama ini, amplop dari seorang caleg DPRD Grobogan maksimal Rp 50 ribu. Kami terima amplop dari beberapa caleg DPRD Kabupaten Grobogan. Seumpama dalam satu rumah ada tiga DPT ya dikasih tiga amplop," ungkap Sulimin seraya menunjukkan bukti amplop yang ia terima.

Lain lagi halnya dengan Nur Hendro (35), warga Purwodadi, Grobogan. Pekerja swasta ini mengaku menerima beragam amplop, baik itu dari caleg DPRD Grobogan, DPRD Provinsi Jateng maupun DPR RI. Menurut dia, amplop yang keluar dari caleg DPR RI incumbent lebih banyak nominalnya dibandingkan lainnya.

"Saya terima amplop dari caleg DPR RI petahana Rp 150 ribu. Amplop itu dicicil, awalnya seminggu lalu dikasih Rp 100 ribu, lalu malam hari sebelum pencoblosan ditambahi lagi Rp 50 ribu. Kalau caleg DPRD Grobogan dan DPRD Provinsi Jateng saya terima masing-masing Rp 50 ribu," terang Hendro.

Sementara itu seorang tim sukses salah satu caleg DPRD Grobogan, Agus (39), mengatakan, setiap caleg lumrahnya merekrut timses yang diketahui berprofesi sebagai orang terpandang di lingkungan warga. Langkah ini dinilai lebih mulus untuk menjaring suara warga.

"Bahasa kasarnya yang dipilih jadi timses umumnya preman di kampungnya, karena lebih menguasai lokasi dan dekat dengan warga setempat. Saya pun memilih-milih siapa yang akan saya kasih amplop. Penerima amplop saya minta untuk merayu warga lain supaya mencoblos caleg yang saya maksud," ujar pekerja serabutan ini.

Amplop Sepaket dan Serangan Fajar

Ada yang menarik lagi dalam pencalonan wakil rakyat untuk mendulang suara di pedesaan di wilayah Kabupaten Grobogan. Selain menerima amplop, pada hari sebelum berangkat ke TPS, sejumlah warga mengaku juga menerima "serangan fajar" pada Rabu (17/4/2019) pagi sekitar pukul 06.00 WIB. 

Bahkan uniknya warga menerima tiga amplop sekaligus dari seorang timses. Rinciannya, warga menerima satu paket amplop yang berisi tiga amplop dari caleg DPRD Kabupaten, caleg DPRD Provinsi dan caleg DPR RI. Ketiga caleg itu berasal dari partai yang sama.

"Kemarin sebelum pencoblosan, kami terima amplop dari caleg dan saat serangan fajar, kami juga terima amplop lagi dari caleg. Amplop itu modelnya paketan, bergambar partai dan di dalamnya ada tiga caleg DPRD, DPRD Provinsi dan DPR RI. Masing-masing Rp 10 ribu," kata Giyono, warga Kecamatan Brati, Grobogan.

Sementara itu, Direktur Lembaga Studi Kebijakan Publik (LSKP) Jateng Moh Rifai, menyayangkan adanya praktik bagi-bagi uang dalam pesta demokrasi di Kabupaten Grobogan.  Terlebih lagi hal semacam itu diduga dipelopori oleh seorang calon wakil rakyat.

Sudah sepatutnya, kata dia, pemilu tidak dicemari dengan permainan kotor semacam money politics. Kebiasaan praktik money politics mengindikasikan lemahnya pendidikan politik di masyarakat khususnya para caleg itu sendiri.

Ujung-ujungnya, hasil dari pilihan masyarakat bukan dilihat dari kapabilitas, kualitas dan akuntabilitas calon caleg melainkan siapa yang punya duit maka dia yang akan pegang kendali kepemimpinan.  

"Kami sangat menyayangkan terjadinya money politics pemilihan legislatif di Grobogan. Ini akan merusak tatanan demokrasi yang saat ini lagi gencar. Budaya baru yang muncul di masyarakat yakni tidak ada uang tidak dicoblos, ini mengindikasikan lemahnya pendidikan politik terhadap masyarakat dan para caleg," kata Rifai.

Sementara itu Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Grobogan, Fitria Nita Witanti, meyampaikan, sejauh ini pihaknya belum menemukan atau bahkan menerima laporan terkait praktik bagi-bagi uang caleg di wilayah Grobogan.

"Di Grobogan aman. Kami tidak temui praktik money politics. Laporan juga tidak ada. Selama ini, kami sudah berupaya keras mengawal pemilu. Kami juga gencar melakukan sosialisasi terkait pelanggaran pemilu," terang Fitria.

https://regional.kompas.com/read/2019/04/18/12350331/mengintip-aksi-bagi-bagi-uang-caleg-di-grobogan-mulai-rekrut-preman-hingga

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke