Salin Artikel

Kisah Gadis Kecil Marwah, Dalam Kegelapan Hanya Bisa Mengelus Buku dan Merengek Ingin Sekolah

POLEWALI MANDAR, KOMPAS.com – Marwah (8) hanya bisa mengelus-elus buku bacaan, saat siswa dan teman-teman sebayanya sedang rebutan buku bacaan kegemaran mereka di sebuah arena lapak baca yang digelar komunitas penggiat literasi “Perahu Pustaka”, Polewali Mandar, Sulawesi Barat, Minggu lalu.

Saat teman-temannya sedang terkekeh-kekeh lucu membaca buku buku sastra atau buku komik kesukaannya, bocah asal Dusun Parappe, Pambusuang, Kecamatan Tinmabung, Polewali Mandar ini hanya berusaha membuka-buka lembaran buku di tangannya.

Ia berusaha melihat tulisan atau gambar buku dengan susah payah.

Agar bisa melihat tulisan dan gambar komik yang tertera di lembaran – lembaran buku, Marwah tampak berulang kali mengangkat buku di atas kepalanya sambil mencari sumber cahaya yang terang agar bisa melihat tulisan dan gambar buku di tangannya.

Ma'ruf, kakak Marwah yang kini sudah duduk di kelas 5 SD ikut prihatin dengan kondisi keterbatasan penglihatan yang dihadapi adiknya.

Menurut Ma'ruf, adiknya Marwah kerap memaksa dirinya agar bisa diajari menulis dan membaca di rumah, saat ia tengah sibuk mengerjakan PR.

Ma'ruf juga kerap sedih terutama saat adiknya diejek teman-teman sebayanya karena keterbatasan penglihatan.

“Biasa kalau main bersama temannya dibilangi buta kalau menabrak barang atau temannya sendiri saat bermain,” jelas Ma'ruf.

Bocah yang lahir 13 April 2011 lalu ini memang gemar membawa buku apa saja saat ia bermain, meski tak jelas untuk apa buku itu ia tenteng ke mana saja ia pergi.

Marwah gemar menguping saat buku yang ia bawa sedang dibaca bersama oleh teman-temannya.

Marwah yang tengah duduk di samping ibunya menjawab spontan saat ditanya apa keinginannya kelak. Marwah tampak semangat mau sekolah tapi karena mengalami gangguan penglihatan, ia tak bisa mewujudkan mimpinya itu.

Putri ketiga dari pasangan Nurdina - Rustam ini tergolomg anak ceria, meski memiliki keterbatasan penglihatan, bocah ini berusaha berbaur bermain bersama teman-teman sebayanya.

Karena penglihatannya tak jelas, Marwah kerap menabrak orang atau apa saja di sekitarnya saat bermain.

“Saya mau sekolah juga Om,”tutur Marwah

Meski kerap merengek ingin sekolah seperti teman-teman sebaya atau tetangganya yang kini sudah duduk di kelas satu SD, namun kedua orang tuanya tak mendaftarkan anaknya ke sekolah terdekat karena alasan tak bisa melihat dengan jelas.

Nurdina menyebutkan anaknya kerap mengamuk hendak sekolah saat mendengar anak-anak tetangga sedang sibuk mempersipakan diri ke sekolah.

Marwah mengaku kerap bosan karena hanya bisa tingal di rumah dan tak bersekolah seperti anak tetangga atau teman-teman sebayanya.

“Biasa mengamuk mau sekolah, tapi ya karena gangguan penglihatan saya khawatir kalau pergi sekolah,” jelas Nurdina yang berprofesi sebagai ibu rumah tangga. 

Ayah Marwah, Rustam yang berprofesi sebagai nelayan ini sudah beberapa minggu meninggalkan rumah dan keluarganya karena sedang melaut.

Pendapatannya sebagai nelayan kecil membuat keluarga ini kesulitan mebawa anaknya ke dokter ahli.

Dengan bermodal BPJS, Nurdina memang pernah membawa anaknya ke rumah sakit di Makassar pada awal 2018 lalu. Namun, beberapa kali pergi ke rumah sakit di Makassar, ia gagal bertemu dengan dokter ahli mata.

Nurdina kemudian menghentikan upayanya dan tak pernah lagi kembali ke Makassar. Selain karena alasan kendala biaya, ia juga merasa pendapatan keluarganya sebagai nelayan kecil tak bisa membiayai operasi anaknya kelak.

“Dulu pernah dibawa ke beberapa rumah sakit di Makasssar, tapi sampai kini belum pernah bertemu dokter ahli mata sampai akhirnya upaya berobat saya hentikan,”jelas Nurdina.

Bidan desa yang menangani kelahiran Marwa, Himayanti menyebutkan, bocah tersebut memang diketahui mengalami gangguan penglihatan sejak kecil.

Marwah lahir dengan fisik dan bobot badan normal, hanya saja saat beberapa bulan lahir ditemukan bintik putih di matanya. Hingga berusia SD saat ini ia mengalami kesulitan untuk melihat dunia dan sekitarnya.

Hikma mengatakan telah mengimbau kedua orang tuanya agar memeriksakan anaknya ke dokter ahli anak saat masih kecil. Namun, menginjak usia 7 tahun, bocah Marwah baru dibawa ke rumah sakit.

“Dulu beberapa bulan setelah lahir di matanya ada bintik putih, belakangan seiring pertumbuhan fisiknya ternyata mengalami gangguan penglihatan,” jelas Himayanti.

Pengggiat literasi “Perahu Pustaka” yang juga Ketua Ikatan Guru Indonesia (IGI) Sulbar Cabang Polman, As’ad Sattari yang rutin membuka lapak baca di berbagai lokasi di Polewali Mandar, menilai bocah Marwah sebagai anak yang ceria meski ia memiliki keterbatasan penglihatan.

Karena menganggap As,'ad Sattari sebagai guru, Marwah kerap mengungkapkan keinginannya untuk sekolah seperti teman-teman sebayanya yang tengah asyik melahap berbagai buku-buku sastra seperti buku-buku komik yang lucu, kegemaran para anak-anak.


“Anaknya periang, setiap kali teman-temannya kumpul membaca dan melahap buku apa saja di kegiatan lapak baca, Marwa selalu tampak berusaha juga belajar, berusaha melihat tulisan dan gambar-gambar buku yang ia pegang seperti anak-anak lainnya,” jelas As’ad.

As'ad menyatakan, tangan pemerintah harusnya hadir mengurusi anak-anak yang memiliki keterbatasan ekonomi dan fisik seperti Marwah yang punya semangat belajar tinggi namun terkendala dengan masalah keterbatasan penglihatannya. 

https://regional.kompas.com/read/2019/04/09/12272741/kisah-gadis-kecil-marwah-dalam-kegelapan-hanya-bisa-mengelus-buku-dan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke