Salin Artikel

Cerita Risti Menghadapi UNBK: Tertatih Lewati Jembatan Darurat, hingga Hanya Menggunakan Sandal Jepit

Untuk mencegah terjatuh, dirinya berpegang pada seutas tali berwarna biru. Demikian pengamatan Kompas.com saat menemani Risti menuju sekolahnya, Kamis (4/4/2019) pagi.  

Risti sengaja menggunakan sandal jepit warna merah, sepatunya sengaja dimasukkan dalam tas untuk mencegah basah karena menyebrang menggunakan jembatan darurat.

Sebab, jembatan penyebrangan putus diterjang banjir Minggu (17/3/2019) lalu.

Perjuangan dirinya bersama 25 murid kelas 12 lainnya yang hari ini melaksanakan Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) tak sampai di situ.

Mereka masih harus memanjat tangga dari kayu untuk sampai ke halaman sekolah. Kondisi ini, cukup menyulitkan bagi siswi yang menggunakan rok panjang.

Beruntung, kondisi Sungai Celeng hari ini airnya tidak begitu dalam. Hanya sekitar 30 cm.

"Sudah tidak takut lagi, karena sudah terbiasa," ucap Risti kepada Kompas.com di halaman sekolah, Kamis.

Sekolah sebenarnya sudah membangun jembatan dua kali. Pertama jembatan hanyut, setelah ada hujan deras lagi.

Sekolah kemudian membuat menggunakan gethek atau perahu yang terbuat dari bambu dan jeriken. Namun karena air sudah tidak begitu dalam, gethek tidak bisa digunakan.

Lalu, sekolah kembali membangun jembatan darurat dari bambu.

Posisi MA Ummatan Washatan memang berdekatan dengan Sungai Celeng. Jaraknya kurang dari 50 meter.

"Pertama itu setelah ada banjir (Yang merusak jembatan permanen), dibangun jembatan darurat. Tetapi hanyut lagi. Kemarin ada getek untuk menyebrang," ucapnya.

Memang ada jalan yang memutar sejauh 1 km yang nantinya bisa sampai ke sekolah melalui sisi belakang, namun kondisi jalan sempit dan licin saat hujan.

"Semoga segera ada solusi,"ucap siswi jurusan IPS itu.

Kepala MA Ummatan Washatan Subardi mengatakan, sekolah setingkat SMA itu menjadi tempat belajar untuk 65 siswa. Saat ini terganggu aksesnya akibat jembatan permanen rusak.

Untuk solusi jangka pendek, sekolah saat ini sedang ada pembangunan jembatan darurat yang terbuat dari bambu dengan posisi yang lebih tinggi dari sungai.

Untuk jangka panjang pihaknya berharap bantuan dari pemerintah ataupun pihak swasta agar membangun jembatan permanen. "Untuk membangun jembatan permanen sulit bagi kami. Jelas memerlukan biaya yang tinggi, sementara kami tidak punya biaya,"ujarnya.

Menurut dia, pasca jembatan roboh tidak menyurutkan para siswa untuk sekolah. Bahkan, para siswa kelas 10 dan 11 masuk untuk membantu kelas 12 menyebrang menggunakan gethek pada hari Senin dan Selasa lalu.

Dampak dari meluapnya sungai celeng masih dirasakan oleh sekolah. Dari pantauan Kompas.com, sejumlah buku yang terendam banjir masih diletakkan di ruang parkir. Selain itu, besi sisa jembatan diletakkan di halaman sekolah.

Peralatan sekolah mulai dari komputer, laptop, hingga dokumen administrasi sekolah juga berada di halaman sekolah.

"Kalau tidak ujian, anak-anak tetap masuk semua. Banyak relawan yang membantu kami untuk bersih-bersih, dan ada yang bantu untuk bikin jembatan darurat lagi," ucapnya.

"Kami punya 18 komputer. 13 (komputer) dioperasikan, yang lima buat cadangan. Untuk server ada dua satu dipakai, satu untuk cadangan," ujar Subardi.

Persiapan jika listrik param sekolah menyewa genset. Genset tersebut ditempatkan diseberang sungai.

"Kami sebetulnya sempat punya genset. Tapi setelah terendam banjir itu mesinnya kena lumpur, jadinya rusak. Alhamdulillah sejauh ini tidak ada kendala," ujarnya.

Menurut Subardi, pembangunan sekolah dilakukan di atas tanah wakaf. Sebelumnya, kegiatan belajar mengajar siswa di sekolah itu numpang di SD Imogiri. Setelah ada wakaf dari masyarakat pindah. Gedung dibangun 2004.

Untuk mengantisipasi banjir ke depan, pihak sekolah akan memindahkan sejumlah ruangan penting di bangunan lantai dua, seperti kantor guru, administrasi, laboratorium, serta perpustakaan.

"Karakter Sungai Celeng jika hujan deras meluap, sudah dua kali kami dilanda banjir. Pertama akhir tahun 2017 lalu, pas badai cempaka, kedua kemarin itu," katanya. 

https://regional.kompas.com/read/2019/04/04/10032821/cerita-risti-menghadapi-unbk-tertatih-lewati-jembatan-darurat-hingga-hanya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke