Salin Artikel

Di Rusia, Risma Bicara Soal Anak Jalanan hingga Pendidikan Elektronik

SURABAYA, KOMPAS.com - Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini menjadi pembicara sebagai wakil dari Indonesia dalam acara International Educational Forum ke-10 di St. Petersburg, Rusia.

Forum skala internasional yang berlangsung selama lima hari, mulai 25 – 29 Maret 2019 itu bertujuan untuk membahas berbagai isu pendidikan dari berbagai penjuru dunia.

Forum ini merupakan yang terbesar dalam sejarah, lebih dari 20 ribu orang dari Rusia dan puluhan negara di dunia ambil bagian di dalamnya.

Dalam forum itu, sedikitnya terdapat 500 orang turut ambil bagian pada sesi pleno ini. Mereka yang hadir di antaranya Ketua Dewan Federasi Majelis Federal Federasi Rusia, Gubernur St. Petersburg, Menteri Pendidikan Rusia, para peneliti, praktisi, akademisi dan para pejabat dari Austria, Vietnam, Argentina, Jepang, Cina hingga Finlandia.

Sementara itu, Risma dalam paparannya menceritakan pada tahun pertamanya menjabat sebagai Wali Kota Surabaya.

Tantangan yang harus ia hadapi adalah terkait masalah kemiskinan. Saat itu, menurut Risma, lebih dari 30 persen masyarakat hidup di bawah garis kemiskinan.

Tak hanya itu, Surabaya saat itu ada enam distrik lampu merah atau area prostitusi yang beroperasi.

Situasi ini membuat meningkatnya jumlah siswa putus sekolah, serta tingkat kenakalan remaja.

"Karena itu, kota ini telah membentuk banyak inisiatif untuk mengatasi kebutuhan belajar kelompok-kelompok yang kurang beruntung ini," kata Risma dalam paparan di forum internasional tersebut, dikutip dari keterangan resmi yang diterima Kompas.com, Senin (1/4/2019).

Inisiatif itu dimulai Risma pada tahun 2011. Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya saat itu membuat program pendidikan gratis dari taman kanak-kanak hingga sekolah menengah dan kejuruan untuk memungkinkan semua anak mengejar pendidikan yang layak.

Namun, anak-anak yang tinggal di distrik lampu merah menunjukkan minat yang sangat rendah ke sekolah.

Untuk mengatasi masalah ini, Risma memberikan kesempatan bagi anak-anak untuk mendaftarkan sekolah gratis yang terletak di tempat terdekat dengan rumah mereka.

"Tidak hanya bebas biaya sekolah, pemerintah kota juga mendukung mereka dengan seragam gratis, tas, sepatu, dan peralatan sekolah lainnya yang dibutuhkan," ujar Risma.



Namun, saat itu, ada permasalahan lain yang membuat Risma harus mengambil langkah cepat.

Saat itu, anak-anak jalanan lebih memilih untuk tidak bersekolah, karena mereka terbiasa mendapatkan uang dengan menjadi pengemis atau menjadi pengamen di jalan.

Melihat kondisi tersebut, pihaknya kemudian membangun tempat perlindungan gratis untuk menampung anak-anak tersebut.

Caranya adalah dengan memberikan mereka perawatan yang tepat, serta dukungan untuk pengembangan bakat.

"Hari ini, kami bangga melihat banyak prestasi yang dibuat oleh anak jalanan dalam kompetisi regional atau nasional," tutur Risma.

Ia menyebut, kondisi ekonomi dan kemiskinan keluarga adalah salah satu alasan yang memengaruhi kemampuan anak-anak mendapatkan pendidikan yang memadai.

Oleh karena itu, pada tahun 2010, Pemkot Surabaya meluncurkan program Pahlawan Ekonomi yang menargetkan ibu rumah tangga keluarga miskin dan melatih mereka untuk menjadi wirausaha perempuan.

"Pemerintah Kota Surabaya memberi mereka pelatihan gratis mulai dari produksi hingga pengemasan hingga pemasaran produk mereka," ungkapnya.

Selain itu, sambung Risma, bagi siswa yang tidak melanjutkan pendidikan ke universitas dan ingin mulai bekerja, Pemkot Surabaya memiliki pelatihan gratis dan dukungan untuk pemasaran produk melalui program Pejuang Muda.

Di hadapan ratusan peserta dalam forum tersebut, Risma juga menyampaikan perkembangan anak-anak dengan kebutuhan khusus menjadi bagian dari prioritas Pemkot Surabaya.

Bangun 78 sekolah inklusi

Banyak dari mereka yang berasal dari keluarga miskin dan beberapa ditinggalkan oleh orang tuanya.

Untuk membantu mereka, pihaknya kemudian mengembangkan 78 sekolah inklusi. Ada juga tempat perlindungan sosial untuk melanjutkan kehidupan dan mengembangkan keterampilan mereka.

"Banyak dari mereka menunjukkan bakat yang luar biasa dalam melukis dan kami sering meminta mereka untuk melukis potret tamu kami yang datang dari negara lain, termasuk wali kota dan duta besar," ujar Risma.

Risma juga percaya, setiap anak memiliki keunikan, bakat, serta keterampilan yang berbeda untuk berkembang.

Untuk mendukung hal ini, Pemkot Surabaya menyiapkan berbagai pelatihan keterampilan, seperti olahraga, seni, dan musik di ruang publik seperti balai kota dan taman kota.

"Kami memiliki 479 lapangan olahraga yang disediakan secara gratis serta 63 sekolah sepak bola di seluruh kota,"kata dia.

Bangun 1.430 perpustakaan hingga pendidikan elektronik

Tak hanya itu, untuk membangun masyarakat yang makmur dan inklusif, Pemkot Surabaya membuat strategi peluang belajar agar dapat diakses oleh semua orang, terlepas dari latar belakang ekonomi. 

Yakni dengan membangun 1.430 perpustakaan umum dan sudut baca yang tersebar di seluruh kota, termasuk di taman umum dan di daerah perumahan yang miskin.

Pihaknya juga membangun berbagai fasilitas yang mewadahi agar anak-anak mendapat kegiatan positif di luar sekolah. 

Misalnya, membangun Rumah Bahasa, Rumah Matematika, Broadband Learning Center (BLC), serta ruang kerja bersama Koridor, yang tidak hanya digunakan untuk startup, tetapi juga bagi siswa untuk akses materi pembelajaran daring secara gratis.

"Sementara di ruang publik, lebih dari 1.900 tempat wi-fi gratis tersedia untuk menyediakan akses internet yang sehat untuk semua orang," ujar dia.

Risma juga menjelaskan, Kota Surabaya telah menerapkan program pendidikan elektronik. Setiap siswa dapat melakukan ujian online, mendapatkan laporan online, dan memungkinkan orang tua untuk memantau kinerja anak-anak mereka di sekolah setiap hari menggunakan platform online tersebut.

Selain berfokus pada kurikulum sekolah, lanjut Risma, Pemkot Surabaya juga menyelenggarakan kompetisi reguler tentang robotika dan penelitian, serta pekan seni pertunjukan siswa untuk menampilkan bakat mereka dalam tarian tradisional, membaca puisi, bermain musik, drama, dan sebagainya.

"Sebagai hasil dari semua inisiatif ini, kami dapat menikmati Indeks Pembangunan Manusia tertinggi di Indonesia, meningkatnya jumlah prestasi siswa di tingkat nasional dan internasional, dan Surabaya dianugerahi UNESCO Learning City Awards pada tahun 2017," ucap Risma.

Untuk diketahui, Risma merupakan perwakilan pertama pertama dari Indonesia sebagai salah satu pembicara dalam St. Petersburg International Educational Forum ke-10 di Rusia.

https://regional.kompas.com/read/2019/04/02/11485861/di-rusia-risma-bicara-soal-anak-jalanan-hingga-pendidikan-elektronik

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke