Salin Artikel

Tuntut Ganti Rugi Tanaman, Petani Bermalam di PLTU Bengkulu

Belasan petani itu menuntut PT Tenaga Listrik Bengkulu (TLB), perusahaan pembangunan PLTU untuk mengganti rugi tanam tumbuh berupa sawit dan palawija yang digusur untuk pembangunan pembangkit dengan kapasitas 2X100 MW.

"Tidak ada musyawarah apalagi diskusi tentang ganti rugi. Tanaman petani diratakan dengan tanah untuk mendirikan proyek energi kotor Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara Teluk Sepang berkapasitas 2x100 MW," kata Koordinator Aksi Suarli, Kamis (28/3/2019).

Penggusuran berlangsung dua kali. Pertama, untuk memenuhi kebutuhan lahan proyek 30 hektar, kedua ditambah lagi 10 hektar.

Jarak penggusuran pertama dan kedua hanya dua pekan.

Suarli melanjutkan, setelah penggusuran, tanpa musyawarah, PT TLB menyodorkan ganti rugi dengan nilai bervariasi mulai Rp 125 ribu hingga Rp 150 ribu untuk sawit yang sudah berbuah.

"Aksi protes sejak awal dilakukan petani setelah penggusuran mulai dari memasang pagar kawat hingga bertemu pihak PT TLB dan sejak itu hanya janji yang didapat. Parahnya, petani sampai menemui Gubernur Bengkulu saat itu tapi sama hal yang sama yang didapat yaitu ketidakjelasan," tambahnya.

Dua tahun berlalu, perjuangan petani belum padam.

Pada 31 Januari 2019, petani bersama aktivis lingkungan dan mahasiswa mendatangi Kantor Gubernur Bengkulu menuntut ganti rugi tanam tumbuh.

Saat itu, petani bertemu dengan Asisten II Yuliswani. Ada poin kesepakatan bahwa persoalan ini akan dituntaskan dalam waktu dua minggu. Setelah menunggu dua minggu, tidak ada penyelesaian.

Perjuangan pun berlanjut. Petani kembali menagih janji ke kantor ESDM Provinsi Bengkulu karena yang bertanggung jawab saat pertemuan yaitu Kadis ESDM namun dilimpahkan ke Asisten II.

Pada 21 Februari 2019 petani turun lagi ke jalan menuntut ganti rugi. Hasilnya ganti rugi diselesaikan 8 Maret 2019 di Pelindo.

Namun, saat petani mendatangi kantor Pelindo, pihak PT TLB tidak hadir.

"Tidak habis akal, petani bergeser dari PT Pelindo II ke lokasi PLTU batu bara dan bertahan hingga malam hari. Petani yang bertahan membuat manajemen PT TLB diwakili Abu Bakar muncul setelah dijemput pihak Polres Bengkulu. Ia pun kembali berjanji akan menuntaskan ganti rugi di Kantor Polres Bengkulu," tambah Suarli.

Pertemuan di Polres Bengkulu, hasil kesepakatan bersama bahwa dalam 10 hari kerja akan diganti rugi.

Janji ini pun kembali dimentahkan dengan menyebut bahwa perusahaan tidak bisa memenuhi tuntutan petani.

Pada Selasa (26/3/2019) siang, petani kembali datang ke proyek PLTU menunggu kejelasan PT TLB dan masih bertahan hingga malam dan menginap di depan gerbang perkantoran PLTU.

Tenda berwarna biru didirikan oleh petani di depan gerbang perkantoran PLTU Teluk Sepang.

Petani bersepakat bahwa akan tetap menduduki PLTU Batu Bara Teluk Sepang sampai PT TLB menemui dan merealisasikan ganti rugi.

"Kami akan tetap bertahan sampai ada realisasi ganti rugi seperti janji Abu Bakar," kata Sudarman, salah seorang petani yang bertahan di lokasi PLTU.

Sementara itu hingga kini belum ada tanggapan dari PT TLB terkait aksi bermalam warga tersebut.

Kompas.com melakukan konfirmasi pada manajemen PT TLB melalui Humas Abu Bakar namun belum direspon.

Pesan singkat yang dikirim Kompas.com belum dijawab oleh Abu Bakar.

https://regional.kompas.com/read/2019/03/28/14463221/tuntut-ganti-rugi-tanaman-petani-bermalam-di-pltu-bengkulu

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke