Salin Artikel

Linda Hanya Bisa Pasrah Melihat Rumahnya Tertimbun Longsor Bantul...

Berada di kawasan terpencil, hingga kini puing rumahnya masih dibiarkan berserakan.

Memang menuju lokasi harus dilalui dari Jalan Dlingo, masuk menyusuri jalan corblok sekitar 400 meter dengan lebar sekitar 4 meter.

Setelah itu, masuk jalan menanjak rusak melewati areal persawahan, jika hujan jalan tersebut licin. Belum selesai sampai disitu, harus berjalan kaki sekitar 200 meter melewati pematang sawah, dengan jalan posisi menanjak.

Saat ditemui sejumlah wartawan, Jumat (22/3/2019) Linda masih mengais sisa rumahnya yang masih utuh seperti genteng dan seng. "Ya begini kondisinya, belum ada bantuan yang datang. Maka dibiarkan saja dulu,"katanya Jumat.

Sesekali menghela nafas, dia menceritakan, saat hujan deras Minggu (17/3/2019) dirinya berada di rumah. Saat sore hari, debit air sungai kecil yang berada di depan rumahnya mulai meluap.

Dia pun berinisiatif untuk mengambil cangkul dan membendung aliran air yang menuju rumahnya. Namun upaya ini sia-sia, karena air yang datang semakin bertambah banyak.

Linda kemudian diajak seorang anaknya untuk pindah ke rumah yang lebih aman. Kondisi cuaca yang semakin buruk, dirinya hanya membawa beberapa dokumen penting dan mengungsi di rumah sang anak yang berjarak sekitar 300 meter.

"Mbok ora usah gawa apa-apa ndhak ora isa metu (Tidak usah membawa apa-apa nanti malah tidak bisa keluar)," ujar Linda meniru perkataan putranya.

Nenek yang setiap hari bertani dan bekerja menganyam bambu ini akhirnya bisa berteduh di rumah putranya. Namun perasaan berkecamuk karena rumahnya berada di perbukitan. Benar saja, sekitar pukul 19.00 WIB terdengar suara keras yang bersumber dari rumahnya.

Sebuah longsoran besar pada punggung Bukit Lampeng dengan panjang lebih dari 300 meter menimbun rumahnya. Rumah berukuran 5X7 meter miliknya sudah tidak terlihat lagi, hanya menyisakan tembok kamar mandi.

"Semua barang, uang, perabot semua tertimbun tanah. Saya itu hanya sempat membawa surat-surat (penting), KTP, KK, karena tinggal ambil di lemari," ucapnya.

Ke depan, dirinya pasarah jika harus meninggalkan rumah warisan orang tuanya untuk direlokasi. Dia dan keluarga membangun rumah dari tanah warisan orangtua, setelah berpisah dengan suami beberapa tahun lalu.

"Pasrah saja kalau mau direlokasi, karena sudah tidak bisa dibangun," katanya.

Badai Cempaka

Salah satu warga Banjarharjo, Giyanto mengatakan, pada titik yang sama juga sempat terjadi longsor akibat badai Cempaka tahun 2017 silam.

Namun longsoran itu menju ke arah barat daya, sehingga rumah Linda terhindar dari material longsor.

Pasca badai Cempaka pada retakan tanah sudah dipasang early warning sistem (EWS). Warga pun tidak menyangka longsor kali ini justru terjadi pada titik yang sebelumnya tidak diprediksi akan longsor.

"Longsor kali ini lebih lebar, mungkin sekitar 50 meter, warga belum berani membersihkan karena tanah masih labil khawatir longsor susulan," ucapnya.

Dia berharap ada bantuan dari pemerintah, karena banyaknya material. Jika menggunakan cara manual akan memakan waktu yang cukup lama.

"Kemarin hanya ada dari PLN yang mencabut kabel listrik. Semoga pemerintah bisa cepat membantu," katanya.

Salah satu tokoh masyarakat Kecamatan Dlingo, Yasmuri mengatakan, pihaknya maklum jika pemerintah belum menjangkau daerah tersebut karena banyaknya lokasi bencana.

Hanya saja pihaknya berharap dari pemerintah untuk mendatangi dan memberikan semangat kepada korban.

"Kasihan beliau tinggal sendiri, semoga segera ada solusi. Kami hanya membantu sekuatnya," ucapnya.

https://regional.kompas.com/read/2019/03/22/16304071/linda-hanya-bisa-pasrah-melihat-rumahnya-tertimbun-longsor-bantul

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke