Salin Artikel

Orang dengan Gangguan Jiwa Bisa Jadi Pemilih Tetap, asalkan...

Kebijakan ini kemudian sempat memicu pro kontra, karena orang-orang dengan gangguan jiwa dianggap belum bisa mempertanggungjawabkan pilihannya.

Namun, ternyata pelibatan itu bisa terjadi selama yang bersangkutan dinyatakan telah memenuhi aspek-aspek yang sudah ditetapkan.

Setidaknya terdapat dua aspek utama yang harus dipenuhi seorang penderita gangguan jiwa untuk bisa menjadi pemilih. Dua aspek itu adalah faktor kesiapan mental dan terpenuhinya identitas kependudukan.

Kesiapan mental

Dilihat dari aspek kesehatannya, menurut dokter spesialis kejiwaan Rumah Sakit Jiwa Daerah (RSJD) Surakarta, dr Aliyah Himawati Rizkiyani SpKJ seorang pasien harus dinyatakan siap secara mental.

"Bukan tes ya, bukan tes bukan ujian. Tetapi ini pemeriksaan mentalnya. Dia sudah bisa belum berpikir secara rasional, seperti itu. Syaratnya itu. Kalau dia sudah bisa, kami bolehkan ikut," kata Aliyah ditemui di RSJD Surakarta, Rabu (20/3/2019).

Adapun instrumen yang digunakan adalah berupa kuesioner dan dilengkapi dengan wawancara khusus. Namun, dari semua pasien yang dirawat, tidak semua diperiksa dan diberikan lembar kuesioner.

"Nanti kita kan bisa melihat, kalau memang dia dalam perjalanannya, pasien sakitnya itu memang tidak bisa ke arah situ, ya tidak kami beri. Jadi yang memungkinkan, misalnya yang sudah di bangsal tenang," ucap Aliyah.

Untuk diketahui, kondisi pasien di RSJ memang berbeda-beda. Ada yang masih kebingungan dan belum sehat secara mental, ada yang sudah lebih tenang, ada juga yang sudah bisa berpikir dan menggunakan logikanya.

Syarat itu adalah kelengkapan dokumen kependudukan.

"Syaratnya KPU kan harus punya KTP. Sejak ini, nanti didata KTP sama NIK (para pasien)," kata Totok di kantornya, Rabu (20/3/2019) pagi.

Hal ini berkaitan dengan asal daerah pasien yang akan menentukan kertas suara yang akan diberikan di hari-H.

Tahun ini, para penderita gangguan jiwa memang diberi kesempatan untuk ikut berpartisipasi dalam pemilihan eksekutis juga legislatif, sebagai seorang bangsa yang sama-sama memiliki hak demokrasi.

Meski demikian, memang perlu dimatangkan sebelumnya, siapa saja yang memungkinkan dan tidak untuk menyalurkan suaranya.

https://regional.kompas.com/read/2019/03/20/17351551/orang-dengan-gangguan-jiwa-bisa-jadi-pemilih-tetap-asalkan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke