Salin Artikel

5 Fakta Pelanggaran 31 Kepala Daerah di Jateng, Bawaslu Dianggap "Offside" hingga FX Rudy Siap Mundur

KOMPAS.com - Sebanyak 31 kepala daerah di Jawa Tengah dinyatakan melanggar aturan dalam acara deklarasi pemenangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 01, Jokowi-Ma'ruf, oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Jawa Tengah.

Beberapa kepala daerah pun angkat bicara. Wali Kota Surakarta FX Hadi Rudyatmo, menjelaskan, dirinya siap lengser dari jabatannya sebagai bentuk konsekuensi. 

Menurut Koordinator Divisi Humas dan Antarlembaga Bawaslu Jateng Rofiuddin mengatakan, aturan yang dilanggar bukan aturan kampanye, melainkan netralitas sebagai kepala daerah.

Berikut ini fakta lengkapnya:

Bawaslu Jawa Tengah telah memeriksa 38 orang yang terlibat dalam deklarasi pemenangan Jokowi-Ma'ruf di Hotel Alila, Solo, 26 Januari 2019, itu.

Sebanyak 38 orang tersebut meliputi dua pelapor, pihak hotel, dan 35 kepala daerah. Hasilnya, Bawaslu menemukan pernyataan dalam rekaman video bahwa deklarasi Ganjar dan puluhan kepala daerah itu masih menyebut jabatan para kepala daerah yang ikut serta.

Hal itu tidak sesuai dengan ketentuan dalam UU Pemda.

"Kutipan sebagaimana dalam video rekaman acara, 'Ya sekarang saya dengan para kepala daerah, bupati/wakil bupati, dan wali kota/wakil wali kota se-Jawa Tengah yang mendukung Pak Jokowi-Amin Ma'ruf, hari ini kita sepakat untuk mendukung Pak Jokowi-Amin Ma'ruf', poin intinya di situ," kata Rofiuddin, Koordinator Divisi Humas dan Antarlembaga Bawaslu Jateng.

Bawaslu menganggap 31 kepala daerah tersebut telah melanggar Pasal 1 angka (3) dan Pasal 61 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Rofiuddin mengatakan, sebagai kepala daerah, Ganjar dan 31 kepala daerah lain seharusnya menunjukkan sikap netral di tengah masyarakat.

Rofiuddin menyebut jabatan kepala daerah merupakan unsur penyelenggara pemerintahan di daerah yang mestinya digunakan untuk kepentingan penyelenggaraan pemerintahan daerah semata.

"Nama jabatan kepala daerah tidak untuk kepentingan politik salah satu golongan atau kelompok," katanya.

Seperti diketahui, pada hari Sabtu (26/2/2019) lalu, sejumlah kepala daerah di Jawa Tengah mengikuti acara deklrasi pemenangan Jokowi-Ma'ruf untuk pemenangan Jokowi-Ma'ruf di Hotel Alila, Solo.

Ganjar menilai Bawaslu tidak punya wewenang untuk memutus pelanggaran etika sesuai undang-undang Pemerintahan Daerah.

Bawaslu cukup menangani apakah deklarasi mendukung Joko Widodo-Ma'ruf Amin yang digelar di Solo melanggar ketentuan UU Pemilu atau tidak.

"Kalau saya melanggar etika, siapa yang berhak menentukan saya itu melanggar? apakah Bawaslu? wong itu bukan kewenangannya," kata Ganjar di Semarang, Minggu (24/2/2019) malam.

Menurut politisi 50 tahun ini, yang berhak menentukan pelanggaran etika sesuai aturan terkait ialah Menteri Dalam Negeri.

"Lha yang berhak menentukan itu Mendagri. Lho kok (Bawaslu) sudah menghukum saya, saya belum disidang," katanya.

Wali Kota Surakarta FX Hadi Rudyatmo menyatakan dengan tegas siap menerima konsekuensi atas kehadirannya di acara deklarasi pemenangan Jokowi-Ma'ruf.

"Silakan ditegur, kita siap. Dipecat pun kita siap," kata Rudy seusai menghadiri Haul ke-9 Gus Dur di Stadion Sriwedari, Solo, Jawa Tengah, Sabtu (23/2/2019) malam.

Menurut Rudy, meski jabatan wali kota melekat dalam dirinya, dirinya punya hak untuk ikut berkampanye memenangkan pasangan capres dan cawapres nomor urut 01 Jokowi-Ma'ruf Amin. Sebab, dirinya merupakan Ketua DPC PDI-P Kota Surakarta.

"Saya ketua partai ditugasi menjadi wali kota. Jadi tidak boleh saya netral. Saya tidak akan netral, saya tetap membantu Jokowi. Wong dia petugas partai (PDI-P) yang mengusung dan didukung oleh koalisi, kok," tandasnya

Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf, Arsul Sani mengkritik putusan yang dibuat Badan Pengawas Pemilu ( Bawaslu) Jawa Tengah untuk Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dan 31 kepala daerah Jateng lainnya.

Arsul mengatakan, Bawaslu telah membuat putusan dengan tafsiran soal netralitas yang sumir.

"Putusan Bawaslu Jateng bahwa deklarasi itu melanggar UU Pemda karena menyebut embel-embel jabatan mereka adalah tafsir yang sumir terhadap ketentuan netralitas kepala daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 3 dan Pasal 61 ayat 2 UU Pemda," ujar Arsul kepada Kompas.com, Minggu (24/2/2019).

Arsul mengatakan, Bawaslu Jateng tidak mengkaji terlebih dahulu maksud aturan "netralitas" dalam undang-undang tersebut.

"Mereka menggunakan penafsiran sendiri secara sumir tanpa rujukan," kata dia.

Sumber: KOMPAS.com (Jessi Carina, Labib Zamani, Nazar Nurdin)

https://regional.kompas.com/read/2019/02/25/07460061/5-fakta-pelanggaran-31-kepala-daerah-di-jateng-bawaslu-dianggap-offside

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke