Salin Artikel

Fakta Hidup "Si Mantan Preman" Bagas Suratman, Jadi Petani Sukses hingga Omset Rp 15 Juta Per Hari

KOMPAS.com - Titik balik kehidupan Bagas Suratman (38) terjadi saat dirinya melihat tiga buah hatinya yang sudah mulai beranjak dewasa.

Mantan preman dan penjudi tersebut akhirnya banting setir menjadi petani. Keputusan pria asal Tangerang, Banten, tersebut akhirnya berbuah manis.

Bagas menjadi petani sukses dengan penghasilan kurang lebih Rp 15 juta. Selain itu, kerja keras Bagas berhasil membuka lapangan pekerjaan bagi para pengangguran.

Berikut ini fakta di balik kisah inspiratif dari sosok Bagas Suratman:

Bagas Suratman masih teringat kerasnya hidupnya sebelum menekuni sebagai petani. Bagas mengaku, pernah bekerja sebagai porter di bandara, kondektur, hingga menjadi preman.

Selain itu, dirinya sangat akrab dengan minuman keras dan meja judi. Kehidupan jalanan tersebut ternyata berimbas kepada pekerjaannya.

"Saya juga sudah menjalani banyak pekerjaan. Namun, ending-nya enggak enak. Selalu dipecat," kata Bagas di depan peserta roadshow BBC Get Inspired di Kampus Universitas Merdeka Malang, Jawa Timur, Kamis (14/2/2019).

Titik balik kehidupan Bagas Suratman (38) terjadi saat pria tiga anak itu kerap memperhatikan anak-anaknya mulai beranjak dewasa. Hal ini menyadarkan dirinya akan kebutuhan biaya pendidikan mereka.

"Dari melihat anak itulah saya mulai sadar bahwa saya harus berubah, apalagi anak-anak sudah mulai dewasa dan membutuhkan biaya pendidikan," kata Bagas, Kamis (14/2/2019).

Berjalannya waktu, Bagas akhirnya menemukan kehendak hati untuk menjadi petani. Niat itu muncul saat Bagas sering melihat para petani menyirami tanaman sayur mereka.

"Saya waktu pulang kerja sebagai porter di bandara (Bandara Soekarno-Hatta) naik angkot karena waktu itu jarang ada motor. Saya sering melihat dia begitu ulet menyiram sayur. Saya jadi tertarik," katanya.

Keuletan dan kesabaran para petani tersebut menyita perhatian Bagas.

Keluarga Bagas sebenarnya adalah keluarga petani. Namun, karena gengsi, Bagas enggan untuk meneruskan pekerjaan orangtuanya.

"Waktu itu saya tidak mau jadi petani karena gengsi. Menjadi petani itu enggak keren," katanya.

Cara pandang itu pun dia ubah. Bagas kembali belajar secara otodidak bagaimana menanam sayur. Darah petani di tubuhnya dia salurkan kembali hingga akhirnya menuai sukses.

Bagas kemudian mencoba menyewa lahan tanah tidur seluas 3.000 meter persegi untuk ditanami sayuran dan buah-buahan. Tanah tersebut tepat berada di pinggir Bandara Soekarno-Hatta.

"Modalnya dari hasil dagang sedikit-sedikit. Sebelumnya saya juga sempat dagang," kata Bagas.

Pada 2007, Bagas mengalami musibah. Kebun sayur yang dikelolanya diterjang banjir. Semua tanaman sayur dan buah-buahan terendam.

"Padahal, besok mau dipanen. Semuanya habis karena terendam banjir," kenang Bagas. Namun, musibah itu tidak membuat Bagas menyerah.

Ia tetap bangkit untuk menjalankan usaha taninya yang sudah dirintis cukup lama itu.

Kini, dari transaksi sayuran dan buah-buahan, Bagas meraup omzet kotor hingga Rp 15 juta per hari. Pendapatan itu belum dipotong untuk membayar gaji pekerja dan biaya lain.

Bagas juga sudah mampu menyewa lahan seluas 26 hektar untuk ditanami sayuran dan buah-buahan seperti melon.

Ia memasok hasil usaha taninya ke pasar-pasar tradisional dan supermarket-supermarket di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek).

Pengalaman dipecat dari sejumlah pekerjaan membuat Bagas ingin membantu para pengangguran, khususnya preman, untuk mendapatkan pekerjaan.

Bagas pun merekrut para pengangguran, pemabuk, mantan preman, dan lain sebagainya, termasuk mantan teman-temannya yang dahulu berkecimpung di dunia yang disebutnya "jalanan". Rata-rata pekerja di kebun Bagas bertato.

“Tidak penting berapa pendapatan saya. Yang terpenting adalah bagaimana saya bisa membuka lapangan pekerjaan,” ujar Bagas.

Bagas pun hanya mensyaratkan beberapa hal bagi para pencari pekerjaan tersebut, yaitu jujur dan mau bekerja keras.

"Hanya itu syarat yang saya berlakukan. Tidak penting dari kalangan mana. Siapa pun boleh bekerja di sini yang penting memenuhi syarat itu," katanya.

Kisah perjuangan Bagas dari kehidupan terpuruk menjadi petani sukses menginspirasi banyak orang, apalagi setelah kisahnya itu muncul di media asal Inggris, BBC.

"Banyak orang yang menghubungi saya, baik melalui WhatsApp maupun media sosial," katanya.

Hampir setiap hari Bagas kerap dihubungi banyak orang, dari mulai ingin belajar bertani, mengajak kerja sama, hingga sekadar kagum.

"Kalau ada yang ingin belajar, saya sangat terbuka. Siapa pun boleh datang," katanya.

Bagas pun berpesan kepada para generasi muda untuk tidak melupakan pekerjaan petani.

"Bertani itu sentral hidup banyak orang. Bayangkan saja kalau petani mogok, nanti orang makan apa," kata Bagas.

Sumber: KOMPAS.com (Farid Assifa)

https://regional.kompas.com/read/2019/02/20/17015741/fakta-hidup-si-mantan-preman-bagas-suratman-jadi-petani-sukses-hingga-omset

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke