Salin Artikel

Di Masa Pensiun, "Survivor" Kanker Ini Abdikan Diri Urus Perempuan dan Anak

GARUT, KOMPAS.com - Ietjeu Chairani Ratna (60), sejak pukul 09.00 pagi sudah bersiaga di Kantor Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Garut.

Pada Selasa (12/2/2019), ia piket di lembaga yang mengurusi anak-anak berhadapan dengan hukum (ABH), anak-anak korban kekerasan serta perempuan korban KDRT dan lainnya.

Sejak tahun 2010 lalu, Mamih, demikian ia biasa disapa memang aktif di lembaga tersebut. Ia mengenal lembaga tersebut saat dirinya masih berdinas sebagai bidan di RSUD dr Slamet Garut dan menangani korban KDRT yang didampingi P2TP2A.

Jiwa sosialnya yang tinggi, memanggil dirinya untuk bergabung di P2TP2A yang kala itu memang masih belum terlalu mapan.

"Dulu waktu pertama gabung, kantornya (P2TP2A) masih ngontrak di perumahan, korban dan urusan lain tinggal di sana," katanya saat ditemui di sekretariat P2TP2A Garut di jalan Patriot, Kelurahan Sukagalih, Kecamatan Tarogong Kidul.

Mamih menuturkan, berkecimpung di kegiatan sosial seperti di P2TP2A bisa membuatnya bertemu dengan banyak orang kurang beruntung.

Hal ini pula yang membuat dirinya terus bersyukur meski sejak tahun 2017 lalu dirinya divonis menderita penyakit kanker payudara ganas stadium tiga.

Pengalamannya menjadi bidan dan juga bertemu dengan korban-korban di P2TP2A, membuatnya lebih kuat menerima vonis dari dokter.

Begitu divonis menderita kanker, dirinya tetap tenang dan langsung mengikuti program pengobatan secara ketat.

"Setelah dinyatakan kanker, langsung USG dan periksa terus siap-siap operasi," katanya.

Mamih mengaku, setelah November 2017 divonis kanker, bulan Maret 2018 dirinya menjalani operasi setelah melaksanakan umroh bersama sang suami.

Selesai operasi, dirinya pun mulai menjalani kemoterapi tiap tiga minggu sekali sebanyak 6 kali.

"Tanggal 2 Agustus 2018, kemoterapi beres sebanyak 6 kali," katanya.

Ietjeu menceritakan, selama menjalani kemoterapi ada empat penderita kanker yang sama-sama menjalani kemoterapi.

Selama terapi kemoterapi, hanya dirinya yang kuat dan tidak terlihat dampak secara fisik.

"Ada yang datang kemoterapi sudah pakai tongkat, ada yang kurus karena sulit makan, memang saat kemoterapi lidah jadi pahit, tapi saya paksakan makan karena saran dokter," katanya.

Mamih menuturkan, selama enam kali menjalani kemoterapi di RSHS Bandung, Ia mengaku pulang pergi ke Bandung naik kendaraan umum didampingi suaminya. Dia tidak tampak seperti orang sakit.

"Biasa aja, naek elf dari Garut ke Bandung, pulang pergi. Dokter juga sempat bingung," katanya sambil tersenyum.

Saat ini, menurut Mamih dirinya tengah menjalani kemoterapi oral dengan obat yang harus diminum setiap hari selama dua tahun. Setiap bulan, dirinya pun harus ke RSHS untuk kontrol dan mengambil obat.

"Yang penting mah pikiran tenang, jangan dijadikan beban, jadi bebas. Ikuti semua saran dokter," jelas nenek yang sejak April 2018 hingga Oktober ini kepalanya tak berambut karena pengaruh kemoterapi.

Namun, saat ini, setelah kemoterapi infus, rambutnya sudah mulai tumbuh kembali. Bukan hanya itu, sekarang dirinya juga bisa lebih aktif beraktivitas termasuk membantu anak dan perempuan korban kekerasan di P2TP2A.

Ketua P2TP2A Garut Diah Kurniasari Gunawan menyampaikan, kepengurusan lembaga yang dipimpinnya memang kebanyakan dari pegiat sosial.

Mereka bergabung di lembaganya atas dasar kepedulian dan pemerintah daerah memfasilitasi operasional lembaga.

"Jadi pengurusnya itu ada dari kepolisian, dokter, pengacara dan bidan seperti Mamih Ietjeu, mereka gajinya "sakura", sabar jujur tawakal," katanya setengah bercanda.

Menurut Diah, dengan pengalaman kerja sebagai bidan di RSU dr Slamet Garut, sosok Mamih Ietjeu memang sangat membantu P2TP2A menangani berbagai kasus yang ada. Dari mulai pendampingan korban saat harus menjalani visum dan pengobatan di RSU hingga konsultasi kesehatan ibu dan anak.

"Mamih kan lama kerja di RSU, jadi kalau ada korban yang harus dibawa ke RSU, Mamih yang ,engurus, terus kalau ada yang konsultasi KIA Mamih yang layani," jelas Diah.

Diah mengaku memang sempat mendengar Mamih divonis menderita kanker. Namun, kegiatannya di P2TP2A tidak terganggu, terutama saat dibutuhkan mendampingi korban.

"Paling kalau jadwal kemoterapi kami tidak minta bantuannya, di luar itu setiap ada kegiatan Mamih paling rajin datang," katanya.

Diah melihat, Mamih memiliki semangat juang tinggi. Ini juga perlu ditularkannya pada perempuan-perempuan yang menjadi dampingan P2TP2A.

"Mamih ini bisa jadi contoh kan, para korban di P2TP2A bisa belajar dari semangatnya Mamih," kata Diah. 

https://regional.kompas.com/read/2019/02/12/16064231/di-masa-pensiun-survivor-kanker-ini-abdikan-diri-urus-perempuan-dan-anak

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke