Salin Artikel

Sebelum Dievakuasi, 6 Bulan "Sapto" Dikurung di Kandang Ayam

Orangutan Sumatera (Pongo Abelii) berkelamin jantan itu diperlakukan bak manusia, sesekali makan nasi dengan lauk-pauknya, namun lebih sering menyantap sisa makanan sang pemilik. Akibatnya, primata paling dilindungi berusia dua tahun ini mengalami malnutrisi.

Yayasan Orangutan Sumatera Lestari-Orangutan Information Centre (YOSL-OIC) yang mendapat informasi keberadaan Sapto dari Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sumut bergerak cepat mendatangi lokasi kawasan permukiman Gampong Paya, Kecamatan Blangpidie, Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya), Provinsi Aceh, Selasa (22/1/2019) kemarin.

"Enam bulan lalu, Sapto dibeli dari seorang warga yang menemukannya di ladang. Dianggap lucu, setelah dibeli Sapto dibawa pulang pemiliknya," kata Ketua YOSL-OIC Panut Hadisiswoyo, Kamis (24/1/2019).

Menurut Panut, pemilik memperlakukan Sapto dengan sangat memprihatinkan. Dia dirawat layaknya manusia sehingga menghilangkan sifat-sifat alaminya sebagai hewan.

Selain soal makanan, setiap hari Sapto dikurung di kandang ayam. Bersebelahan dengan ayam-ayam yang dijual. Kebetulan, sang pemilik juga punya usaha ayam potong.

"Awalnya pemilik menolak Sapto disita, kami sempat berdebat. Kami jelaskan kalau orangutan adalah satwa dilindungi. Akhirnya dia bersedia, tapi pakai syarat, dia minta ganti rugi uang perawatan. Ini biasa terjadi saat penyitaan. Selasa sore, kami bawa Sapto ke Medan, dia bisa bertahan dalam perjalanan," ungkapnya.

"Dari informasi yang kami dapat, Sapto setiap malam tidur bersama anak sang pemilik di dalam rumah hanya siang saja dimasukkan ke kandang. Ini sangat berbahaya karena orangutan adalah satwa liar," sambung Panut.

Zulhilmi, dokter hewan dari YOSL-OIC yang ikut dalam proses evakuasi mengatakan, rencananya Sapto akan direhabilitasi.

Dibawa ke karantina The Sumatran Orangutan Conservation Programme (SOCP) di Batumbelin, Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deliserdang, Sumatera Utara. Alasannya, untuk periksaan kesehatan berkelanjutan.

"Kondisinya malnutrisi, asupan makanannya sangat sedikit. Hasil pengamatan awal, fisik luar Sapto tampak normal. Tidak ada bekas luka," katanya.

Ke halaman selanjutnya

Kembali Panut menimpali, dia bilang, lokasi ditemukannya Sapto tidak jauh dari habitatnya karena berbatasan langsung dengan Kabupaten Naganraya.

Kawasan ini dulunya adalah hutan gambut Rawa Tripa. Populasi orangutan di sini sekira 3.000 individu, saat ini diprediksi tinggal 200 individu.

"Ekspansi sawit sangat masif, habitat orangutan habis," kata dia.

Apalagi sampai sekarang, lanjut Panut, para pemilik orangutan tidak pernah mendapat sanksi hukum yang tegas.

Cuma upaya persuasif yang dilakukan petugas berwenang, padahal kebanyakan dari para pemilik itu terlibat dalam rantai perdagangan hewan-hewan tersebut.

Mereka harusnya dikenakan pidana pidana perdagangan satwa dan melanggar Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

"Kita sangat menyayangkan, semakin sering orang memelihara orangutan tanpa ada proses hukum harusnya ada upaya lebih tegas lagi," katanya.

Pihaknya menemukan banyak kasus orangutan yang menjadi asing dengan habitat dan sifat aslinya sebab terlalu lama dipelihara manusia.

Mereka menyaksikan sendiri orangutan yang begitu ketakutan saat dibawa ke konservasi. Kakinya gemetaran dan hanya berani berinteraksi dengan manusia.

Di 2019, Panut memprediksi ancaman kepunahan orangutan akan semakin meningkat.

"Bukaan hutan akan semakin luas, ini ancaman terberat. Contoh paling gampang adalah pembukaan jalan alternatif yang menghubungkan Kabupaten Langkat-Karo yang sudah di hotmix. Kalau tidak ada pengawasan yang ketat, maka akan ada perambahan di sekitar jalan, dan sebenarnya sudah terjadi di Tahuranya," beber dia.

Sebagai penutup, disebutkan Panut bahwa selama 2018, ada sembilan orangutan yang dievakuasi ke Sumut baik korban konflik atau sitaan.

https://regional.kompas.com/read/2019/01/25/08103381/sebelum-dievakuasi-6-bulan-sapto-dikurung-di-kandang-ayam

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke