Salin Artikel

Kisah Ki Gede Sala, Pendiri Kota Solo yang Makamnya Ramai Dikunjungi

SOLO, KOMPAS.com - Ki Gede Sala diyakini banyak orang sebagai sosok pendiri Kota Solo. Makamnya berada di Kelurahan Baluwarti, Kecamatan Pasar Kliwon atau berjarak sekitar 500 meter dari Keraton Kasunanan Surakarta.

Makam ini berdempetan dengan rumah warga yang tak lain adalah juru kunci. Selain Ki Gede Sala, terdapat pula makam Kiai Carang dan Nyai Sumedang. Keduanya merupakan teman seperguruan Ki Gede Sala yang sama-sama menyebarkan agama Islam di wilayah Solo saat itu.

Semasa hidup, Ki Gede Sala dan dua teman seperguruannya tinggal di desa Sala yang saat ini ditempati Keraton Surakarta. Desa Sala awalnya hutan rawa. Nama Sala diambil karena di daerah itu dahulunya banyak ditumbuhi tanaman atau pohon Sala.

Makam Ki Gede Sala selalu ramai dikunjungi para peziarah. Mulai dari kalangan masyarakat biasa hingga pejabat pemerintah. Mereka tidak hanya dari penjuru daerah di Indonesia, namun ada dari luar negeri, seperti Malaysia dan Singapura.

"Mereka (peziarah) yang ke sini ada yang sendiri, berkeluarga dan rombongan," kata juru kunci makam Ki Gede Sala, Sari Dewi Susanti (42) ditemui Kompas.com, Senin (7/1/2019).

Ki Gede Sala wafat tak lama setelah Keraton Surakarta hijrah dari pusat pemerintahannya di Kartasura ke Desa Sala pada Februari tahun 1745.

Pada masa Susuhunan Pakubuwana II memegang tampuk pemerintahan, terjadi pemberontakan Pacinan. Sehingga, pusat pemerintahan dipindah ke Desa Sala hingga sekarang.

Dipilihnya Desa Sala karena dekat dengan Sungai Bengawan Solo sebagai akses mobilitas dan strategis.

Susuhunan Pakubuwana II kemudian membeli tanah Desa Sala yang ditempati Ki Gede Sala untuk mendirikan keraton yang baru.

"Selang beberapa tahun setelah Keraton Surakarta itu berdiri beliau (Ki Gede Sala) wafat dan dimakamkan di sini," kata dia.

Istri dari Joko Saputro Adi (41) mengungkap, biasanya makam Ki Gede Sala ramai dikunjungi peziarah menjelang puasa Ramadan dan Sura.

Peziarah datang mulai dari pagi, siang, sore bahkan sampai tengah malam.

"Ada yang sampai sini tengah malam. Iya, tetap saya bukakan pintu makamnya. Kasihan mereka jauh-jauh datang ke sini," ujar dia.

Kerabat Keraton Surakarta KPH Satriyo Hadinagoro menambahkan, Ki Gede Sala merupakan abdi dalem Keraton Surakarta yang memperoleh gelar Bekel.

Gelar itu diberikan Pakubuwana II kepadanya karena jasanya yang memilih Desa Sala sebagai ibu kota kerajaan Mataram yang baru.

"Desa Sala dipundut (dibeli) Pakubuwana II dari Ki Gede Sala untuk ibu kota kerajaan pada tahun 1745 setelah pindah dari Kartasura," katanya.

Satriyo mengatakan, keraton selalu mengadakan wilujengan ke makam Ki Gede Sala setiap peringatan perpindahan Keraton Surakarta dari Kartasura ke Sala.

Wilujengan tersebut untuk menghormati leluhur pendiri Kota Solo atau Keraton Surakarta.

https://regional.kompas.com/read/2019/01/08/08010531/kisah-ki-gede-sala-pendiri-kota-solo-yang-makamnya-ramai-dikunjungi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke