Salin Artikel

"Sedekah Politik" Pilkades Grobogan, mulai Rp 1 Juta per Orang hingga "Serangan Fajar"

GROBOGAN, KOMPAS.com - Pelaksanaan pemilihan kepala desa (pilkades) serentak di wilayah Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah diwarnai aksi bagi-bagi uang oleh sejumlah oknum calon Kades yang tengah bertarung memperebutkan suara. 

Melalui tim sukses masing-masing, uang dalam amplop itu diputarkan secara senyap ke setiap warga untuk menarik simpati.

Strategi ini sudah tak asing lagi dengan harapan warga yang telah masuk sebagai Daftar Pemilih Tetap (DPT) itu sudi "mencoblosnya" saat pilkades berlangsung.

Pilkades di Kabupaten Grobogan diikuti oleh 222 desa dan digelar serentak pada Kamis (22/11/2018).

Berdasarkan pantauan Kompas.com, sehari sebelum dilaksanakan pilkades yakni pada Rabu (21/11/2018), praktik bagi-bagi uang sudah mulai digencarkan sejak malam sebelumnya di sejumlah kecamatan. 

Bahkan, saat dini hari, bagi-bagi uang juga masih terus berlanjut. Warga biasa menyebut praktik bagi-bagi uang saat dini hari ini dengan istilah "serangan fajar".

Sejumlah Rp 500 ribu hingga sejuta

Tak main-main jumlah nominal uang yang dibagikan oleh setiap oknum calon kades kepada warga, mulai dari Rp 300 ribu hingga Rp 500 ribu per orang.

Fantastisnya lagi, ada warga yang mengaku jika setiap orang di desanya termasuk dirinya telah menerima amplop senilai Rp 1 juta dari seorang oknum calon kades.

Ahmad Kholil (40), warga Kecamatan Brati Grobogan mengaku, dalam semalam telah menerima dua kali amplop dari timses seorang oknum calon kades petahana pada Rabu (21/11/2018).

Dalam kurun waktu itu, Ahmad juga menerima dua kali amplop dari timses calon kades lawan petahana. Tercatat, di desanya ada dua calon kades yang bertarung, yang mana seorang diantaranya incumbent.

Pertama kali, "sedekah politik" itu diterima oleh warga di desanya pada malam hari sekitar pukul 08.00 WIB. Dua calon kades masing-masing membagikan uang Rp 300 ribu per orang melalui timsesnya.


Selanjutnya, kata Ahmad, amplop kembali diterima oleh warga pada dini hari sekitar pukul 05.00 WIB.

Dalam serangan fajar ini, dua calon kades masing-masing membagikan uang Rp 200 ribu per orang melalui timsesnya.

Warga pun seakan dimanjakan dalam bursa pilkades lantaran timses calon kades melakukan jemput bola dengan mendatangi langsung setiap rumah warga yang menjadi sasarannya.

"Ini sudah biasa mas. Setiap pilkades ya begini. Kami berdiam diri di rumah dan menunggu ketukan pintu dari timses calon kades. Mereka masuk, kasih amplop dan mengarahkan untuk memilih salah satu calon kades. Setelah itu kami tanda tangan dan mereka pergi. Sebentar kok, lima menit saja. Jadi total dari seorang calon kades, kami terima Rp 500 ribu. Padahal ada dua calon kades, jadi kami dapat Rp 1 juta semalam," ungkap Ahmad.

Sementara itu, praktik bagi-bagi uang dalam gelaran Pilkades 2018 di Kabupaten Grobogan juga ditemui di wilayah kecamatan lain.

Diantaranya, di kawasan desa yang memiliki areal persawahan yang luas dengan irigasi yang baik.

"Semalam saya dan warga terima Rp 1 juta dari timses seorang calon kades. Dua kali yakni malam dan dini hari. Didatangi langsung. Kalau dari timses calon kades lainnya, kami dapat Rp 500 ribu semalam," kata Priyanto (35), warga Kecamatan Klambu.

Menyayangkan

Direktur Lembaga Studi Kebijakan Publik (LSKP) Jateng Moh Rifai, menyayangkan adanya praktik bagi-bagi uang dalam pilkades serentak di Kabupaten Grobogan. 

Pilkades, kata dia, adalah sejarah pertama model pemilihan secara langsung di Indonesia.

Sejatinya, pilkades adalah salah satu pendidikan politik untuk tingkat yang paling bawah dalam tatanan pemerintah. Sudah sepatutnya tidak dicemari dengan permainan kotor semacam "money politics".

Rifai menyebut jika praktik "money politics" di tingkat bawah itu mengindikasikan lemahnya pendidikan politik di masyarakat khususnya para calon kades itu sendiri.


Terlebih lagi, ke depan akan digelar pesta demokrasi baik pilpres maupun pileg yang tentunya akkan berimbas kepada perilaku masyarakat dalam menilai setiap pilihan.

Ujung-ujungnya, hasil dari pilihan masyarakat bukan dilihat dari kapabilitas, kualitas dan akuntabilitas calon kades melainkan siapa yang punya duit, dia yang akan pegang kendali kepemimpinan.

"Kami sangat menyayangkan money politics yang terjadi dalam pilkades serentak di Grobogan yang disinyalir mencapai jutaan rupiah per kepala. Ini akan merusak tatanan demokrasi yang saat ini lagi gencar. Budaya baru yang muncul di masyarakat yakni tidak ada uang tidak dicoblos, ini mengindikasikan lemahnya pendidikan politik terhadap masyarakat dan para kandidat cakades," kata Rifai.

Tergiur Jabatan

Menurut Rifai, fakta di lapangan yang ia temukan, rata-rata seseorang yang ingin mencalonkan diri sebagai kades rela mengeluarkan kocek hingga Rp 1 miliar untuk mengeruk suara terbanyak melalui praktik bagi-bagi uang.

Jabatan Kades dinilai menggiurkan untuk mengantongi penghasilan terutama bagi desa yang kaya akan hasil bumi, sebut saja areal persawahan yang luas dengan irigasi yang memadai.

"Maraknya jual beli suara dikarenakan para cakades juga tergiur akan banyaknya anggaran di pemdes yang dikucurkan pemerintah ke desa. Mulai dari DD, ADD, Bankeu Provinsi, Bankeu Kabupaten dan juga pades. Di sisi lain dasar jaminan kenyamanan penghasilan mulai dari siltap, tunjangan dan bengkok desa bagi kades?," ungkapnya.

Belum Terima Laporan

Sekretaris Daerah (Sekda) Grobogan Moh. Sumarsono mengatakan, dalam penyelenggaraan pilkades serentak di Kabupaten Grobogan, pemerintah telah membentuk tim khusus yang diterjunkan di setiap kecamatan.

Untuk mengantisipasi praktik bagi-bagi uang para calon kades, pihaknya menyerahkan sepenuhnya kepada panitia pengawas pilkades di masing-masing kecamatan.

"Sementara belum ada laporan mencuat hingga ke kabupaten terkait praktik bagi-bagi uang. Jika ada praktik money politics pastinya sudah diselesaikan di tingkat kecamatan. Sementara saya belum terima laporan pelanggaran pilkades," kata Sumarsono yang juga menjabat sebagai Sekretaris Desk Pilkades Kabupaten Grobogan.

Untuk pelaksanaan pilkades serentak yang diikuti 222 desa, Pemkab Grobogan sudah mengalokasikan anggaran melalui APBD senilai Rp 4 miliar.

Dana tersebut digunakan untuk membiayai keperluan pilkades seperti pembuatan bilik suara, surat suara, dan honor panitia.

Dalam pelaksanaan pilkades serentak kali ini aturannya memang tidak ada calon tunggal. Artinya, calon peserta pilkades tidak boleh lagi disandingkan dengan kotak kosong seperti pilkades lalu.

Berdasarkan peraturan daerah (perda) yang mengatur tentang kepala desa, sudah ditentukan minimal calon ada 2 orang dan maksimalnya 5 orang. 

Jumlah pelamar pilkades pada tahap awal ada 639 orang. Setelah diseleksi administrasi dan tes tertulis, jumlahnya menyusut menjadi 629 orang. Untuk pelantikan 222 kades nanti akan dilakukan bersamaan pada bulan Maret 2019.

https://regional.kompas.com/read/2018/11/23/16350151/sedekah-politik-pilkades-grobogan-mulai-rp-1-juta-per-orang-hingga-serangan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke