Salin Artikel

Cerita Eva "Sang Perempuan Tangguh", Stigma Negatif hingga Lolos HWC di Meksiko

KOMPAS.com - Keberhasilan Eva Dewi untuk mewakili Indonesia dalam ajang Street Soccer Homeless World Soccer 2018 sangatlah panjang dan penuh kisah haru.

Ya, Eva Dewi adalah satu-satunya perempuan yang terpilih dalam Timnas Indonesia untuk ajang HWC 2018 di Meksiko.

Eva, sebagai orangtua tunggal dan sekaligus pengidap positif HIV, menyadari bahwa tantangan hidupnya tidaklah mudah.

Berikut ini fakta perjuangan Eva Dewi, pesepakbola perempuan tangguh asal Bandung.

1. Hidup dengan HIV, Eva hidupi ketiga anaknya seorang diri

Hidup Eva berubah total setelah pada tahun 2010 dinyatakan positif HIV. Ia tidak begitu kaget karena rekan-rekannya pecandu narkoba suntik telah dinyatakan positif.

“Saya orang terakhir yang tes HIV. Teman-teman saya (pengguna narkoba suntik) sudah periksa duluan dan HIV positif,” katanya.

Sejak saat itu, teman dekat dan keluarga besarnya mulai menjauhi dirinya. Sang suami pun tidak mengakui lagi pernikahan mereka. Bahkan, saat dirinta melahirkan anak ketiganya, tak ada suami mendampingi atau kerabat yang menemani.

Saat itulah Eva memompa semangat untuk membesarkan anak-anaknya sendirian. Pengalaman berat menjadi orangtua tunggal membuat mentalnya membaja dan tak pantang menyerah.

Eva rela bekerja dengan upah Rp 25.000 per hari. Usai pulang bekerja, dia membeli tiga butir telur dan mi instan untuk hidup dua hari bersama anak-anaknya.

Kadang Eva harus lebih keras membanting tulang untuk membeli susu dan popok demi anak bungsunya yang masih berusia 8 bulan.

Hidup dengan menyandang status positif HIV harus diterima oleh Eva. Terkadang, anaknya yang negatif HIV pun terkena imbasnya.

Saat itu, salah satu tetangganya menceritakan status HIV Eva kepada ibu-ibu murid TK tempat anak bungsunya belajar.

“Anak saya bilang, di sekolah dede enggak ada teman, semua teman jauhi dede,” tuturnya.

Eva pun berkata pada anaknya, “Tidak apa tidak punya teman, dede tetap sekolah saja. Mungkin temannya lagi enggak pengen main sama dede, tapi nanti biasa lagi”.

Setelah itu, Eva berinisiatif mendatangi sekolah dan para tetangga untuk meyosialisasikan apa itu HIV dan penularannya.

“Waktu itu, saya bisa menuntut tetangga yang menyebarkan status saya. Tapi langkah itu tidak saya ambil. Ketika saya mendapat stigma, saya tidak lari. Tapi saya akan mendekati mereka dan menjelaskan sebisa saya apa itu HIV-AIDS,” ungkapnya.

Hal itu pula lah yang membuat teman Eva sedikit demi sedikit bersikap kembali normal kepadanya.

Meskipun hidup dengan HIV, bukan berarti Eva tidak bisa mencintai olah raga. Ya, sepak bola telah membuat jatuh hati ibu tiga anak tersebut.

Kecintaan pada sepak bola membuat Eva memberanikan diri mengikuti seleksi HWC pada tahun 2013. Namun sayang, saat itu Eva tidak lolos.

Tidak patah semangat, akhirnya Eva bergabung dengan Rumah Cemara sebagai staf Sport for Development yang bertugas mengolah program bagi kaum marjinal dalam bidang olahraga.

Keseriusan Eva dalam dunia sepak bola mulai membuahkan hasil. Ia mendapat lisensi dari KNVB (Koninklijke Nederlandse Voetbalbond) Belanda untuk menjadi pelatih wanita.

Setelah itu, lulusan Universitas Padjadjaran (Unpad) ini juga ditunjuk menjadi manajer perempuan pertama untuk kelompok belia di klub sepak bola Rumah Cemara, DKRC (Dalem Kaum Rumah Cemara).

Bersama DKRC, Eva meraih sejumlah prestasi, salah satunya terpilih mewakili Indonesia untuk mengikuti festival sepak bola di Lyon Perancis pada 2016.

Ajang tersebut merupakan salah satu acara pembukaan Piala Eropa (UEFA European Championship).

Kesempatan kedua untuk mengikuti ajang HWC kembali terbuka. Setelah gagal di HWC 2013, Eva kembali menjajal di HWC 2018.

Eva terharu saat panitia menyebut namanya lolos untuk mewakili timnas Indonesia ke Meksiko di ajang HWC 2018.

“Saya tidak tahu apakah keluarga saya bangga atau tidak pada saya. Yang saya yakini, mereka bukan benci pada saya, tapi kecewa. Mereka bukan mendiskriminasi, tapi sedih,” tuturnya.

Eva pun mengakui, perasaan tersebut ingin dibuktikan dengan berusaha keras meraih prestasi yang membanggakan keluarga.

Eva telah menjadi atlet perempuan pertama Indonesia yang mengikuti gelaran kejuaraan dunia sepak bola jalanan Homeless World Cup.

Sejak keikutsertaannya tahun 2003, baru kali ini Indonesia mengirimkan atlet perempuan.

“Saya ikut Homeless World Cup ini membawa misi kesetaraan gender. Saya ingin buktikan bahwa perempuan pun bisa,” tutur Eva kepada Kompas.com, belum lama ini.

Eva berhasil mengalahkan 70 peserta seleksi dari berbagai daerah seperri Jawa Barat, DIY, Jawa Timur, NTB dan Bali.

Di ajang HWC, Eva akan unjuk gigi melawan sekitar 500 pemain dari 63 tim yang berasal dari 47 negara, di Meksiko dari tangga 13-18 November 2018.

Sumber: KOMPAS.com (Reni Susanti)

https://regional.kompas.com/read/2018/10/24/18011961/cerita-eva-sang-perempuan-tangguh-stigma-negatif-hingga-lolos-hwc-di-meksiko

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke