Salin Artikel

Kisah Eman Kiper Satu Kaki Terbaik Dunia, Gratiskan Latihan hingga Ingin Jadi PNS (3)

Ilmu pendidikan teknik elektro yang ditempuh secara berjenjang sejak Sekolah Menengah Kejuruan membuat Eman menjadi pribadi yang serba bisa, menafkahi diri sendiri sejak dini dan penuh prestasi. Hari ini, Eman ikut mendaftar dan berkompetisi menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS).

Untuk mendapatkan prestasi kiper terbaik dalam ajang Homeless World Cup (HWC) 2016 di Glasgow – Skotlandia, bukanlah hal mudah bagi Eman.

Pria yang tinggal di Desa Tegal Sari, Kecamatan Maja, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat, melatih dirinya dan melawan kondisi pada permainan yang hanya bertumpu pada kedua kaki, sejak usia delapan tahun. Meski berulang kali dipandang sebelah mata dan juga kesulitan, kegigihannya membawa hasil.

Kegigihan itu juga dipraktikkan Eman dalam kehidupan sehari-hari. Eman dikenal mahir memperbaiki sejumlah alat elektronik. Ilmu ini ditimbanya semasa duduk di Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMK) 1 Maja Jurusan Teknik Elektro.

“Setelah lulus kelas tiga SMK, saya sudah bisa nyerpis televisi. Satu hari bisa pegang satu – dua buah televisi. Lumayan. Mulai saat itu, saya mulai jarang minta sama orang tua, dan sambil nabung untuk ongkos kuliah,” kata Eman kepada Kompas.com pada suatu pagi di bulan September 2018.

“Namun setelah beasiswa selesai, dia perlu mencari uang lagi. Mulai saat itu, saya tidak hanya membuka servis elektronik, namun juga servis alat komunikasi di rumah. Satu hari bisa servis satu dua televisi, dan lima buah handphone. Hasilnya cukup lumayan untuk membiayai uang akhir masa kuliah, kenang Eman.

Tahun 2012, Eman lulus dengan nilai Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) 3.39. Eman menyandang status lulusan terbaik di tingkat jurusan dan membuat bangga pihak kampus serta keluarga.

Eman adalah anak kedelapan dari delapan bersaudara pasangan Suhana (78) dan Opi Sopiah (60). Kedua orangtuanya hanya berprofesi sebagai petani untuk menafkahi kedelapan anaknya.

Tujuh saudara Eman lainnya adalah Mimin (45), Maman (44), Yaya (43), Didi (alm) 25), Nani (38), Sholeh Udin (37), dan Jaja (35). Ketujuhnya sudah berumah tangga dan sebagian besar berprofesi dalam bidang bangunan. Hanya Sholeh yang menjadi Anggota TNI dan kini bertugas di Tasik.

Eman lahir dalam lingkungan yang penuh sederhana. Semangat hidupnya yang tinggi turun dari kedua orangtuanya yang tak henti memotivasi Eman.

Suhana dan Opi menganggap Eman layaknya anak normal pada umumnya, meski dikaruniai kedua kaki yang tak sempurna. Bahkan Eman mampu lebih baik dari sebagian orang pada umumnya.

“Sebulan ini lagi bolak balik ke kampus untuk legalisasi Ijazah di Kampus (UNTAG 1945, Cirebon), sebagai persyaratan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS). Mau coba kompetisi lagi melalui jalur prestasi dan disabilitas,” ungkap Eman saat ditanya rencana hidupnya.

Mengapa jadi PNS?

Eman ingin lebih mengabdi lagi pada negara Indonesia. Perjalannya ke Skotlandia yang mewakili Indonesia dalam kejuaraan Homeless World Cup 2016 menjadi salah satu alasan. Dia ingin lebih mengharumkan nama Indonesia, dan bermanfaat untuk banyak orang.

“Saya ingin mencoba di Kabupaten sendiri (Majalengka). Tapi kalau terpilih menjadi PNS dipindahpun saya siap. Prinsipnya, saya masih akan meluangkan waktu untuk terus melatih dan berbagi bersama anak-anak. Mungkin, sepak bola sudah mendarah daging bagi saya,” ungkapnya.

Pria yang belum berpikir mencari pasangan hidup ini menyampaikan, dengan menjadi PNS, dia dapat lebih fokus mengabdi pada negara, dengan tidak meninggalkan hobinya. Selain itu, dia juga ingin lebih membahagiakan kedua orang tuanya.

“Sangat pengen, Ibu Bapak menjadi petani bukan tanah sendiri, melainkan penggarap atau buruh tani, saya ingin membahagiakan keduanya,” harap Eman.

Ucapan Eman yang ingin lebih bermanfaat untuk banyak orang, tidaklah isapan jempol. Tahun lalu (2017), Eman sudah menjadi guru honorer di SMK Darul Atkiya Jurusan Teknik Elektro, dan juga guru PPKN di SMP model Nahdlatul Ulama (NU).

Pagi hingga siang hari mengajar di sekolah, sore hingga malamnya, Eman tetap menjadi pelatih bagi sejumlah kalangan yang ingin menyerap ilmu Si Kiper Satu Kaki Terbaik Dunia.

Mendapat gelar “kiper terbaik" bukan lantas membuatnya berbesar hati. Eman menyibukkan dirinya dengan melatih sekitar tiga hingga empat puluh siswa sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah pertama (SMP) bermain futsal.

Di hadapan mereka, Eman tidak segan mengerahkan seluruh kemampuan bermainnya agar dapat memberikan contoh yang baik untuk anak didiknya, dua kali dalam seminggu dan gratis. 

Tak hanya mengajarkan teknik bermain yang baik, Eman juga selalu memberikan motivasi yang kuat kepada seluruh muridnya. Dia dikenal, bukan hanya sebagai guru, tapi juga kakak yang baik.

Fahmi, siswa kelas SMPN 1 Maja, menyukai cara belajar sepak bola bersama Eman. Siswa yang ikut berlatih sejak kelas 6 SD hingga kelas 1 SMP ini mengaku senang berlatih dengannya.

“Latihannya bagus, saya diajarkan semua teknik: passing, stopball, shooting, dribbling (menggiring bola), moving (geser tempat atau zigzag), dan lainnya. Permainannya pun sportif. Saya memanggilnya Bapak Eman. Dia baik sekali,” katanya.

https://regional.kompas.com/read/2018/10/23/08501841/kisah-eman-kiper-satu-kaki-terbaik-dunia-gratiskan-latihan-hingga-ingin-jadi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke