Salin Artikel

Menuntaskan Rasa Penasaran di Museum Tsunami Aceh

Pengunjung tak lagi bisa menikmati pemandangan dan suguhan di dalam museum. Aktivitas Museum Tsunami Aceh dimulai pukul 09.00 wib hingga pukul 16.00 WIB.

Meski demikian, kondisi ini tidak menyurutkan semangat dua gadis remaja asal kabupaten Aceh Tamiang untuk berkunjung ke museum yang selalu memberi rasa penasaran ini. Mereka adalah Fany (21) dan Lilis (21).

Lilis baru saja mengurus segala keperluan pendaftaran Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) untuk wilayah Kota Banda Aceh. Alasan inilah yang membuatnya terlambat berkunjung ke museum.

“Tapi tak masalah, saya bisa berkunjung besok pagi karena saya masih ada di Banda Aceh untuk beberapa hari ini. Namun sore ini saya ingin menikmati bagian luar museum agar rasa penasaran saya bisa terpuaskan walau tidak seluruhnya,” ujar Lilis sambil tersenyum dan melanjutkan aktivitas berfoto termasuk berswafoto.

Lilis bukan orang pertama yang selalu penasaran akan keberadaan Museum Tsunami Aceh. Setiap mendengar kata Aceh, yang terbayang dalam benak mereka adalah bencana gempa dan tsunami serta rasa penasaran seperti apa gambaran bencana tsunami yang pernah melanda sebagian besar wilayah pesisir Provinsi Aceh tersebut.

“Apalagi kemarin kan juga ada bencana tsunami di Sulawesi, jadi tambah penasaran, apakah dulu Aceh juga seperti itu? Soalnya saat bencana gempa dan tsunami melanda Aceh saya masih sangat kecil sekitar usia 7 tahun dan daerah kami tidak terdampak tsunami,” kisah Lilis.

Tidak hanya Lilis, Syamsidar (45), warga Samatiga, Meulaboh, Aceh Barat, juga mengakui hal yang sama. Menurut dia, salah satu lokasi yang harus dikunjungi saat datang ke Kota Banda Aceh adalah Museum Tsunami.

“Penasaran saya apa yang ada di dalam museum ini, katanya ada bioskop juga, kita bisa menonton film tsunami. Jadi penasaran ingin melihatnya, tapi sayang kami terlambat, museum sudah tutup, tapi besok akan balik lagi,” ujar Syamsidar.


Mitigasi kebencanaan

Selain menuntaskan rasa penasaran, museum yang terdiri dari empat lantai ini juga diakui sebagai tempat belajar tentang kebencanaan yang cukup baik.

Sofyan (45) warga Banda Aceh, mengaku sering mengajak anak-anaknya untuk belajar mengenal berbagai macam bencana yang dekat dengan kehidupan sehari-hari.

“Kehadiran museum ini sangat berguna, dan saya yakin setiap orang yang berkunjung ke sini akan mendapat pelajaran itu, sehingga kita semua bisa meminimalisir dampak dan korban dari bencana alam, dan anak-anak saya pun senang bermain ke sini, mereka tidak bosan walau sudah berkali-kali datang ke museum ini,” jelas Sofyan.

Berkunjung ke bagian dalam museum, pengunjung akan mendapatkan sajian bagaimana bencana gempa dan tsunami melanda Aceh, dengan melihat berbagai foto pada ruang display dan pameran, kemudian bisa melihatnya dalam bentuk visual pada ruang bioskop mini, lalu aneka photo perkembangan Aceh pasca bencana dalam ruang pameran temporer.

Bahkan pengunjung juga dapat membaca nama-nama ribuan warga yang menjadi korban bencana dalam ruang sumur doa, dimana di puncak sumur akan terlihat tulisan kaligrafi dengan bacaan Allah, yang mengingatkan bahwa kekuasaan Sang Maha Pencipta itu sungguh luar biasa.

Museum Tsunami Aceh memang sengaja dibangun oleh pemerintah dalam hal ini Badan Rahabilitasi dan Rekontruksi (BRR) Aceh-Nias sebagai pengingat dan sebagai lembaga pembelajaran dan mitigasi bencana bagi warga di Aceh.

Hafnidar, Kepala Museum Tsunami Aceh, mengatakan pada bulan Agustus lalu, pihaknya menyajikan edukasi terkait pemahaman Smong (gelombang tsunami) yang dipahami sebagai kearifan lokal di masyarakat Simeulue. 

Jadi, orang-orang di Simeulu ini sudah mengenal bahya tsunami sejak zaman kakek nenek mereka sehingga pada tahun 2004 lalu, tidak banyak korban jiwa di sana kala tsunami melanda.

"Nah pengetahuan ini juga kita tampailkan agar masyarakat lainnya juga bisa memiliki pemahaman yang sama,” jelas Hafnidar yang juga pernah menjadi tim kurator dan materi museum presiden di Bogor.

“Dan dalam perjalanannya ternyata museum ini bukan hanya bermanfaat bagi warga Aceh tapi juga warga dari seluruh Indonesia bahkan dunia, selain sebagai museum ini juga sebagai lembaga edukasi bagi masyarakat agar paham bahwa kita memang hidup dan tinggal di wilayah cincin api di Indonesia,” jelas dia. 


Dinobatkan sebagai museum terpopuler

Untuk hari kerja, sebut Hafnidar, pengunjung museum bisa mencapai jumlah 2.000-3.000 orang, sedangkan pada akhir pekan, jumlah pengunjung bisa mencapai hingga 6.000 orang.

“Bahkan kami pernah sangat amat kewalahan pada musim libur Lebaran lalu. Dalam tiga hari pengunjung museum mencapai jumlah 50 ribu orang, padahal petugas yang kami punya 50 orang saja,” jelas perempuan Musiolog lulusan Universitas Indonesia (UI) ini.

Namun pada pertengahan Oktober lalu, semua kerja keras layanan yang diberikan petugas Museum Tsunami Aceh seolah terbayarkan tunai.

Pada ajang Indonesia Museum Award, Museum Tsunami Aceh berhasil mendapat penghargaan sebagai museum terpopuler di Indonesia.

Komunitas Jejak Langkah Sejarah (Jelajah) menobatkan Museum Tsunami Aceh sebagai Museum Terpopuler di Indonesia. Hal ini dinilai dari aktivitas kunjungan pada Musium Tsunami Aceh yang cukup tinggi, setiap harinya.

Kepala Museum Tsunami Aceh, Hafnidar, mengatakan Museum Tsunami Aceh terpilih sebagai nominator dari 400 museum yang ada di Indonesia.

“Dan Alhamdulillah kami kemudian mendapat undangan untuk menghadiri acara penerimaan penghargaan dan Museum Tsunami mendapat penghargaan sebagai museum terpopuler di Indonesia,” jelas Hafnidar kepada Kompas.com, di Banda Aceh, Senin (22/10/2018).

Perempuan yang pernah menjadi satu-satunya kurator asal Indonesia yang berhasil terpilih pada British Museum 2017 ini, mengatakan sangat terkejut dan nyaris tidak percaya bahwa Museum Tsunami Aceh akan mendapat penghargaan sebagai Museum terpopuler di Indonesia.

”Bahkan saat pemberian penghargaan diputarkan juga aktivitas museum, yang didokumentasikan oleh tim penilai. Saat dokumentasi dilakukan, kami selaku pengelola museum pun tidak pernah tahu akan kedatangan tim penilai tersebut,” jelasnya.

Sebagai informasi, Museum Tsunami Aceh terdiri dari empat lantai. Museum ini memiliki luas sekitar 2.500 meter persegi. Arsitektur bangunan berbentuk melengkung ditutupi relief berupa geometris.

Jika dilihat dari atas, bangunan ini menyerupai kapal. Pada bagian atapnya menjadi lokasi penyelamatan dan perlindungan jika musibah gelombang tsunami melanda.

https://regional.kompas.com/read/2018/10/23/07215351/menuntaskan-rasa-penasaran-di-museum-tsunami-aceh

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke