Salin Artikel

Anggota DPRD Terdakwa Pemerasan Dana Gempa Jalani Sidang Pertama

MATARAM, KOMPAS.com- Muhir, Ketua Komisi IV DPRD Kota Mataram, terdakwa kasus dugaan pemerasan dana gempa untuk rehabilitasi SD dan SMP di Mataram, menjalani sidang pertamanya di Pengadilan Tipikor Kota Mataram, Selasa (16/10/2018).

Sejumlah aparat kepolisian berjaga di luar ruang sidang yang dihadiri keluarga atau kerabat dekat Muhir,yang tertangkap tangan Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Mataram, 14 September 2018 lalu. 

Saat memasuki ruang sidang, Muhir dikawal ketat petugas kejaksaan dan Polres Kota Mataram.

Mengenakan rompi tahanan tipikor, Muhir berusaha untuk tenang, bahkan mengaku kondisinya sehat.

“Saya sehat,” katanya sambil memasuki ruang sidang.

Sidang yang dipimpin Ketua Pengadilan Negeri Mataram Isnurul Syamsul Arif dan hakim anggota masing masing Feridand M Leander dan Abadi, berjalan lancar.

Muhir nampak tenang menjalani sidang pertamanya dengan agenda pembacaan dakwaan terhadap dirinya.

Dalam persidangan, sang anggota dewan yang juga anggota Badan Anggaran (Banggar) ini didakwa Jaksa Penuntut Umum (JPU) melakukan pemerasan atau tindak pidana korupsi.

Dia meminta jatah dari dana bencana yang dialokasikan untuk rehabilitasi sekolah sebesar Rp 4,2 miliar.

Muhir mendengarkan dengan seksama dakwaan yang dibaca Ketua Tim JPU Anak Agung Gede Putra.

Dalam dakwaannya, jaksa mengatakan, terungkapnya kasus dugaan pemerasan yang dilakukan Muhir berawal dari upayanya menelpon Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Kota Mataram, yang tengah menjalani pemeriksaan kejaksaan terkait kasus korupsi dengan kasus yang berbeda.

“Di telepon seluler yang mengunakan fasilitas speaker itu, terdengar Muhir meminta sejumlah uang jatah karena berhasil memuluskan dana rehabilitasi sekolah SD dan SMP yang mengalami kerusakan akibat gempa Lombok” terang Anak Agung Gede Putra, ketua Tim JPU.



Agung melanjutkan membaca dakwaannya, dalam pembicaraan antara Sudenom (Kepala Dinas Dikbud-red) dan Muhir atau terdakwa, Muhir mengatakan, dirinya sudah menyetujui dana rehabilitasi bencana gempa untuk SD dan SMP di kota Mataram sebesar Rp 4,2 miliar. Selanjutnya, ia meminta agar Sudenom memberinya sesuatu.

”Benar pak Kadis sudah disetujui, Pak Kadis aturkan buat saya, besok kalau bisa kita ketemu” lanjut JPU saat membacakan dakwaannya.

Dalam dakwaan juga terkuak perilaku terdakwa selaku Ketua Komisi IV DPRD Kota Mataram yang sering meminta uang kepada sejumlah kepala SKPD di Kota Mataram, khususnya Kepala Dikbud Kota Mataram untuk menguntungkan pribadinya.

"Antara lain, dalam rangka tugas keluar kota, pengesahan APBD maupun APBD perubahan dan adanya laporan lain yang berkaitan dengan perbuatan terdakwa yang meminta sejumlah uang pegawai negeri di lingkungan Pemerintah Kota Mataram dalam rangka promosi dan penempatan sejumlah jabatan ASN di Kota Mataram,” terang Agung.

Jaksa juga mengungkapkan, Muhir meminta uang sebesar Rp 30 juta kepada Sudenom.

Akhirnya, tim intelijen Adiyaksa Monitoring Ceter (AMC) berhasil melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Muhir di Warung Encim jalan Rajawali 1 nomor 18 Cakranegara, Kota Mataram.

Dalam dakwaan itu terungkap bahwa Muhir sempat mengantongi uang dalam amplop coklat di kantong celananya. Uang itu sempat dilemparkannya saat OTT terjadi.

Uang sebesar Rp 30 juta yang diamankan Kejaksaan Negeri Mataram saat OTT diduga merupakan jatah yang diminta terdakwa dalam posisinya sebagai ketua komisi IV DPRD Kota Mataram dan Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRD Kota Mataram.

Ia memeras Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan yang mengajukan proyek rehabilitasi pembangunan sekolah SD dan SMP sebesar Rp 4,2 miliar.

Muhir didakwa melanggar pasal 11, pasal 12 huruf b atau pasal 12 huruf e Undang Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas Undang Undang nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Kuasa hukum Muhir menilai apa yang didakwakan JPU jauh dari kebenaran dan kenyataan yang dialami Muhir. Terdakwa sama sekali tidak meminta uang jatah apa pun, tetapi justru menolak menerima pemberian Sudenom.

“Banyak sekali kejanggalan dalam.persidangan hari ini. Nanti kami melalui saksi, saksi ahli dan keterangan terdakwa serta bukti bukti lainnya, kami akan meng-counter yang tidak benar tersebut “ kata Ketua Tim Kuasa Hukum Muhir Burhanudin.

Burhanudin juga mengatakan bahwa sejak praperadilan yang diajukan, pihaknya telah mencatat beberapa hal yang tidak sesuai fakta.

”Jadi dia (Muhir) dalam posisi menolak, kok berubah jadi memasukkan uang ke kantongnya, itu semua tidak benar, ini tidak sportif,” jelasnya.

Hanya saja, dalam persidanagan agenda pembacaan dakwaan ini, baik Muhir ataupun kuasa hukumnya tidak melakukan eksepsi, dengan alasan pengajuan eksepsi hanya formalitas dakwaan.

“ Eksepsi itu di luar ketentuan pasal, kami ingin peradilan ini cepat selesai, hal hal yang tidak prinsip kami tinggalkan. Kami ingin cepat selesai, geli mendengar dakwaan seperti ini (yang dibacakan JPU) ” kata kuasa hukum Muhir.

https://regional.kompas.com/read/2018/10/16/22291671/anggota-dprd-terdakwa-pemerasan-dana-gempa-jalani-sidang-pertama

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke