Salin Artikel

Pembangunan 25 Unit Rumah Khusus dari Jokowi di Papua Terancam Terhenti

Hal itu latar belakangi adanya sengketa lahan tanah di atas pembangunan 25 unit rumah yang dikerjakan oleh Direktorat Jenderal Penyediaan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Satuan Kerja Vertikal Non Tertentu (SNVT). Sengketa lahan itu terjadi antara masyarakat hak ulayat tanah dengan perusahaan CV Bintang Mas.

Kepala Satker SNVT Penyediaan Perumahan Provinsi Papua, Malikidin Soltief mengungkapkan, pembangunan rumah ini murni hasil usulan dari masyarakat pemilik hak ulayat tanah langsung kepada Presiden RI, yang kemudian pembangunannya diserahkan kepada mereka.

“Jadi kita memiliki program pembangunan rumah khusus layak huni bagi masyarakat. Sebelum kita bangun rumahnya, biasanya masyarakat mengusulkan kepada mereka ataupun pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Jadi pembangunannya berdasarkan usulan. Kalau di 28 kabupaten dan 1 kota di Papua, ada sekitar kurang lebih 300 rumah kita bangun tahun ini,” jelasnya kepada wartawan, Minggu (7/10/2018).

Soltief menjelaskan, terkait pembangunan rumah yang berada di Kabupaten Jayapura, memang saat ini mendapat hambatan. Hal itu terjadi akibat adanya sengketa tanah antara pemilik hak ulayat tanah dengan salah satu perusahaan yang mengklaim tanah tersebut.

“Jadi sejak bulan Juli lalu kita sudah mulai pembangunannya. Progresnya sudah kurang lebih 40 persen. Nah, masalah sengketa tanah ini mengakibatkan kita menghentikan pembangunannya. Apalagi, sudah ada surat dari kepolisian yang berencana menyegel lokasi pembangunannya,” jelasnya.

Soltief menambahkan, pihaknya tak mau ikut campur dalam ranah proses hukum yang berjalan saat ini. Hanya saja ia menyayangkan hal ini terjadi. Apalagi hal itu berlangsung setelah pembangunan rumah berjalan.

“Kan, aneh. Lokasinya ada di tengah-tengah kota. Namun, saat ada pembangunan pagar di lokasi pembangunan rumah hingga pembangunan rumahnya berjalan ditahap awal, orang yang mengklaim memiliki tanah ini tidak komplain. Lalu sekarang menjadi masalah di ranah hukum,” pungkasnya.

Micael Demena, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pembangunan rumah, menjelaskan, anggaran pembangunan rumah ini mencapai Rp 7.124.970.000 dengan bentuk rumah tipe 36. Pembangunannya dimulai sejak tanggal 16 Juli 2018 lalu.

“Kini pembangunannya terpaksa kami hentikan. Apalagi, pada tanggal 5 Oktober 2018 lalu, kami menerima surat dari Polda Papua yang isinya akan dilakukan segel terhadap lokasi pembangunan rumah itu,” tuturnya.

Hibah tanah jadi sengketa

Pemilik Hak Ulayat Tanah, Yulius Malo, sejak tanggal 5 Oktober 2018 lalu, telah ditetapkan sebagai tersangka oleh kepolisian dengan kasus penyerobotan tanah.

Yulius mengaku tak menyangka niat baiknya untuk memperjuangkan masyarakat di sekitarnya untuk mendapatkan rumah layak huni dari pemerintah berujung ke ranah hukum, hingga mengakibatkannya dirinya menjadi tersangka.

Ketika diperiksa di polisi, ungkap Malo, melalui surat perjanjian, CV Bintang Mas adalah pemilik sah tanah di Kampung Netar yang dimiliki masyarakat adat, yakni Mandai Gwale selus 38.000 meter persegi dan Pihou 22.500 meter persegi.

“Ini sungguh aneh, dari surat perjanjian jual beli tanah pengusaha besar itu bisa memiliki tanah ini semua. Bahkan, mereka mengklaim ada beberapa lokasi lagi di daerah ini, yakni di gunung-gunung dan bibir pantai milik mereka, dengan total 117.277 meter persegi. Tolong bantu kami orang yang tak mengenal hukum untuk menyelesaikan masalah ini,” paparnya.

Malo berharap, apa yang diperjuangkannya ini mendapat respons dari pemerintah. Apalagi niat baiknya agar orang di sekelilingnya mendapat rumah malah berujung ke perkara hukum.

“Saya sangat sedih melihat pembangunan rumah ini terhenti,” tuturnya.

Kepala Bidang Advokasi Lembaga Masyarakat Adat (LMA) Provisi Papua, Bidner Siburian menuturkan, persoalan ini kini telah menjadi urusan mereka. Apalagi, ini menyangkut hak-hak masyarakat adat yang dirampas.

“Kita akan ikuti sejauh proses hukum yang berjalan. Namun, kita terus mendampingi pihak masyarakat pemilik hak ulayat tanah,” tegasnya.

Apalagi, menurutnya, pembangunan rumah ini dilaksanakan berdasarkan arahan dan perjuangan Lenis Kogoya, staf khusus Presiden yang juga menjabat ketua LMA Papua.

“Beliau sampaikan, kita di LMA harus memperjuangkan hak-hak rakyat. Ia juga meminta pembangunan rumah ini tak boleh terhenti,” lugasnya.

Pemilik hak ulayat tanah jadi tersangka

Kabid Humas Polda Papua, Kombes Pol Ahmad Mustofa Kamal menjelaskan, pihaknya sudah mulai melakukan gelar perkara dengan dugaan kasus penyerobotan tanah pada tanggal 27 September 2018 dengan terlapor Yulius Mallo.

Sejumlah barang bukti dokumen dari pelapor, terlapor dan dokumen pembangunan rumah sudah diamankan, serta 11 orang dijadikan saksi.

“Jadi Yulius Mallo terbukti dengan sengaja telah memberikan lokasi tanah kepada pihak SNVT tanpa adanya konfirmasi atau pemberitahuan kepada pihak pelapor sebagai pemilik tanah, melainkan langsung dengan membuat surat pernyataan pelepasan kepemilikan hak atas tanah adat atau ulayat yang dibuat tanggal 18 Juli 2018 dan menyerahkan kepada pihak SNVT sebagai dasar dilaksanakannya pembangunan rumah khusus,” ungkapnya, Senin (8/10/2018).

Kamal menegaskan, Yulius Mallo kini telah ditetapkan tersangka dengan karena diduga melanggar Pasal 385 (1e) KUHPidana dengan ancaman hukuman 4 tahun penjara.

Kamal menambahkan, pihak kepolisian telah meminta untuk menghentikan proses pekerjaan pembangunan rumah khusus yang berada di lokasi tanah milik korban dengan pihak SNVT penyediaan perumahan Provinsi Papua.

“Kami juga telah berkoodinasi dengan kantor BPN Kabupaten Jayapura untuk melakukan pengambilan batas tanah berdasarkan peta ukur yang terdapat pada sertifikat hak milik. Melakukan pemeriksanan ahli (staf BPN). Kemudian tanggal 10 Oktober 2018 mendatang, kami akan melakukan pemanggilan dan pemeriksaan terhadap Yulius Mallo,” tukasnya.

https://regional.kompas.com/read/2018/10/08/18254611/pembangunan-25-unit-rumah-khusus-dari-jokowi-di-papua-terancam-terhenti

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke