Salin Artikel

Jalan Panjang Arif, Pekerja Masjid yang Selamat dari Gempa Palu untuk Pulang ke Garut

Firman Hakim (41), misalnya. Warga Desa Sukalilah, Kecamatan Sukaresmi ini, itu baru baru bisa kembali menginjakan kakinya di Garut pada Kamis (4/10/2018) pagi setelah perjalanan panjang penuh perjuangan yang menguras tenaga dan emosinya.

Padahal, saat gempa mengguncang Palu, dirinya sempat menyangka itulah kiamat karena bertepatan dengan hari Jumat.

"Saya nyangka hari itu kiamat karena hari Jumat, saya istighfar dan pasrah saja," katanya saat ditemui di halaman kantor Bupati Garut, Kamis pagi.

Selain merasakan gempa, Firman juga menyaksikan betul bagaimana tsunami menghantam pantai di Palu dan pergerakan tanah menggambarkan satu perkampungan padat penduduk. Karena saat gempa dan tsunami, dirinya tengah bekerja di sebuah bangunan masjid.

"Setelah selamat dari gempa dan tsunami, saya melihat langsung bagaimana seorang Bapak berusaha menyelamatkan anak dan istrinya tenggelam di pergerakan tanah di daerah Petobo,", katanya.

Firman menceritakan, setelah berhasil selamat dari gempa dan tsunami dirinya langsung pulang ke kontrakan untuk melihat kondisi anak dan istrinya.

Namun, begitu tiba di kontrakan suasana sudah gelap gulita dan anak istrinya tidak ada. Dia pun menangis sambil berteriak-teriak memanggil anak istrinya.

"Setelah saya teriak panggil nama mereka, mereka ternyata selamat dan tidur di halaman belakang kontrakan dengan alas karton seadanya," ungkap Firman yang mengaku sudah satu tahun lebih tinggal di Palu.

Setelah bertemu anak dan istrinya, Firman pun memutuskan untuk pulang ke kampung halamannya di Garut bersama puluhan orang Garut lainnya yang memang satu pekerjaan dengannya sebagai pekerja bangunan.

"Hari Jumat itu, kami baru dapat pekerjaan pasang plafon di masjid, saya lagi ukur-ukur sama yang lain, rencananya hari Senin mulai kerja dan terima DP (uang muka)," katanya.

Setelah memutuskan untuk pulang, Firman pun membawa anak istrinya ke Bandara di Palu. Namun, saat itu bandara sudah dipenuhi ribuan orang yang juga ingin keluar dari Palu karena kondisinya memang sudah parah.

Untuk bisa masuk dalam kawasan Bandara saja, menurut Firman, dirinya harus antre hingga tiga hari. Itu pun harus berdesak-desakan dan mengikuti seleksi dari petugas bandara yang mengutamakan anak-anak dan perempuan.

Karena sulitnya masuk Bandara, Firman pun akhirnya memutuskan untuk pulang terpisah dengan istri dan dua anaknya.

"Istri dan anak saya masuk duluan. Mereka akhirnya diterbangkan ke Malang dan baru tadi malam sampai Garut," katanya.

Firman sendiri tiba di Garut bersama 11 pekerja lainnya yang semuanya laki-laki. 

Perjuangan untuk bisa pulang, lanjut Firman, paling keras terasa saat di bandara. Saat itu, ribuan orang berebut masuk kawasan bandara. Mereka yang telah masuk langsung didata untuk diberangkatkan sesuai dengan tujuannya masing-masing menggunakan pesawat Hercules TNI AU.

Selama mengantre masuk Bandara, menurut Firman, dia bersama rombongan hanya makan dari perbekalan yang ada. Meski di bandara ada dapur umum, mengambil makanan di dapur umum sama artinya meninggalkan antrean dan harus kembali mengantre dari belakang.

"Makan mie instan kering aja, minum juga air mentah dari mobil tangki," tuturnya.

Sebelum masuk bandara, para pengungsi ditanya tujuan oleh petugas Bandara. Kebanyakan, tujuan para pengungsi adalah ke Jakarta dan Makassar sementara pesawat terbatas. Makanya, yang tujuan Jakarta dan Makassar harus lebih lama mengantrinya.

"Saya mah ngaku tujuan Manado saja, kalau ke Makassar atau Jakarta, sudah penuh pasti didorong sama petugas," katanya.

Trik-trik pengungsi untuk bisa masuk kawasan bandara lebih dulu, menurut Firman bermacam-macam. Karena prioritasnya adalah korban yang sakit dan anak kecil. Tak jarang pengungsi yang masuk ikut membantu korban yang luka.

"Misalnya ada yang kakinya patah pakai kursi roda, kita dorong kursi rodanya atau sambil gendong anak, saya juga sambil gendong anak kecil bisa masuk," katanya.

Setelah masuk bandara, Firman pun didata kembali petugas untuk pemberangkatan. Rabu (3/10/2018), Firman akhirnya bisa keluar dari Palu dengan pesawat menuju Makassar bersama korban lain. Setelah di Makassar, mereka pun kembali diterbangkan ke Jakarta.

"Dari Makassar pesawatnya enak, pesawat yang bekas dipakai rombongan presiden," katanya.

Kebahagiaan Firman dan 10 orang kawannya bertambah saat begitu tiba di Halim pada Rabu (3/10/2018) tengah malam ternyata sudah ada mobil yang menjemput disediakan oleh Pemda Garut.

"Begitu dijemput, yang jemput langsung ajak makan, nikmat betul makannya, terus di mobil juga tidur nyenyak semua karena sudah tenang," katanya.

Hingga akhirnya, mobil yang membawanya dari Bandara Halim tiba di Garut. Mereka langsung diterima oleh Bupati Garut Rudy Gunawan dan aparat Pemkab Garut. Setelah diterima Bupati, Firman dan kawan-kawannya pun diantarkan langsung ke rumahnya.

https://regional.kompas.com/read/2018/10/05/19423301/jalan-panjang-arif-pekerja-masjid-yang-selamat-dari-gempa-palu-untuk-pulang

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke