Salin Artikel

Komnas HAM Rancang Mediasi Pemerintah dan Masyarakat Penolak Bandara

KULON PROGO, KOMPAS.com– Komisi Nasional Hak Asasi Manusia tengah merancang mediasi antara Pemerintah, PT Angkasa Pura, dan warga penolak pembangunan Bandara New Yogyakarta International Airport (NYIA) di Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Mediasi diyakini bisa mempercepat penyelesaian konflik antara keduanya.

Komnas HAM pun mulai mendatangi semua pihak sebelum mediasi berlangsung.

“Kami akan mempertemukan dalam satu pertemuan, kalau perlu gubernur, bupati, Angkasa Pura, dan warga datang. Saya kira baik untuk penyelesaian,” kata Beka Ulung Hapsara, Koordinator Sub Komisi Pemajuan HAM dari Komnas HAM usai rapat tertutup dengan jajaran Forkompimda Kulonprogo, AP I, pemerintah desa terdampak pembangunan NYIA, di Pemkab Kulon Progo, Rabu (19/9/2018).

Beka tiba bersama Koordinator Sub Komisi Penegakan HAM, Amiruddin.

 Komnas HAM berencana terus menggali informasi dan data termasuk dari Pemprov DIY, PT Angkasa Pura 1, Polda DIY, hingga warga, sebelum sampai pada mediasi nanti.

Bagi Komnas HAM, pertemuan nanti penting bagi semua pihak lantaran bisa membuka simpul saling klaim paling benar pada masing-masing pihak.

Selain itu, pertemuan ini nanti bisa menjadi langkah positif dalam proses penyelesaian konflik dan keberlangsungan pembangunan bandara.

“Kami akan kumpulkan informasi sebanyak mungkin, sehingga apa pun rekomendasi  dari Komnas HAM bisa lebih lengkap dan utuh,” kata Beka.

Komnas HAM memantau perkembangan pembangunan Bandara NYIA dan konflik yang muncul di dalamnya.

Komnas HAM bahkan banyak menerima keluhan dari warga dalam berbagai bentuk aduan. Menurut catatan Komnas HAM, kata Beka, masih ada 32 kepala keluarga yang menolak pembangunan bandara ini.

Mereka rata-rata mengeluhkan intimidasi, provokasi, dan ancaman

 Warga juga mengaku tertekan oleh kehadiran aparat, TNI-Polri. Mereka menilai aparat seolah datang untuk mengamankan proyek.

“Posisi menjadi tidak setara,” kata Beka. Ia menekankan, itulah pentingnya pertemuan di mediasi nanti di mana akan tercipta suasana setara.

 Penolakan warga membuat pembangunan Bandara NYIA berlarut sejak 2015. Akibatnya, pembebasan lahan bandara jadi begitu dinamis.

Puncaknya terjadi di pertengahan 2018 ini. Puluhan kepala keluarga melawan ketika rumah mereka digusur dan warga dipindah ke rumah-rumah relokasi.

Warga malah bertahan di 3 titik pengungsian pasca relokasi itu, baik di dalam masjid di lokasi pembangunan, pinggir pagar, maupun di rumah mantan kepala dusun. Mereka mengandalkan bantuan seadanya dari warga yang menyumbang sekadarnya.

Komnas HAM menilai, terus berlarutnya konflik ini menunjukan penyelesaian persoalan sejatinya bukan sekadar karena soal nominal angka ganti rugi, tapi ada yang lain. Bisa jadi soal kesehatan, hak pendidikan, lingkungan bersih, hingga lapangan kerja, dan sebagainya. Hal itu harus menjadi pertimbangan Angkasa Pura dan pemerintah.

“Mereka bertahan dengan alasan. Kita hormati sikap mereka. Semua pada posisi memiliki tuntutan dan itulah yang dinegosiasikan. Negosiasi ini yang kami jalankan,” katanya menegaskan.

 Sepanjang mediasi nanti, Komnas HAM mengharapkan tidak ada pihak saling yang menekan, termasuk dalam tekanan karena penyelesaian bandara telah dikejar target waktu.

“Tidak bisa (tidak boleh ada yang memaksa). Semua pihak tidak boleh pokoknya. Semua pihak. Iya ... iya (penyelesaian bandara bisa molor). Artinya begini, kami juga akan ngomong ke presiden,” kata Beka.

https://regional.kompas.com/read/2018/09/19/21382211/komnas-ham-rancang-mediasi-pemerintah-dan-masyarakat-penolak-bandara

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke