Salin Artikel

Kisah Imam, Anak Tukang Kebun yang Masuk Paskibraka di Istana Negara

Imam adalah satu dari 68 pasukan pengibar bendera (Paskibraka) dari seluruh Indonesia yang terpilih setelah melalui serangkaian seleksi ketat di tingkat sekolah, daerah, hingga nasional.

“Saya itu tak pernah menyangka dia bisa terpilih, waktu dia kasih tahu saya, air mata ini terus bercucuran, tidak berhenti. Saya sembunyi untuk menangis, karena saya bangga sekali padanya,” kata Mustamin (45), ayah Muhammad Ihsanul Imam atau Imam kepada Kompas.com, Kamis(16/8/2018).

Di rumah sederhana di Desa Labuhan Haji, Lombok Timur, Imam dan keluarganya menetap. Ayahnya, Mustamin mengaku sangat bangga akan keberhasilan putra keduanya itu. Baginya, kehidupan sederhana mereka lah yang telah menggembleng Imam menjadi anak yang kuat dan memiliki keinginan tinggi untuk meraih apa yang diinginkannya. Salah satunya adalah masuk ke tim pasukan pengibar bendera pusaka (Paskibraka) di Istana Negara.

Meskipun hanya bekerja menjadi tukang kebun di SMPN 2 Labuhan Haji, Mustamin tak pernah putus asa memberikan yang terbaik untuk anak-anaknya, termasuk Imam.

Pasca-gempa bermagnitudo 7 yang mengguncang Lombok, aktivitasnya tidak sepenuhnya di sekolah. Mustamin lebih banyak mengahbiskan waktu memelihara beberapa ternaknya, termasuk 5 ekor kambing milik Imam yang diperolehnya dari berbagai kejuaraan yang diikuti.

“Rumah kami memang tidak terdampak gempa, tetapi sekolah masih belum penuh masuk. Guru-guru masih khawatir kalau ada gempa susulan. Ya, gini saya juga mengurus kambing Imam, dia beli waktu juara silat,” katanya.

Mustamin mengatakan awalnya dia tak percaya Imam bisa terpilih mewakili NTB menuju Istana Negara ikut mengibarkan bendera pusaka yang bersejarah itu.

Mustamin mengaku demi mendukung sang putra tercinta masuk Paskibraka, dia membuatkan restok bambu untuk Imam berlatih. Mustamin bahkan membuat dua restok untuk Imam dan anak ketiganya, Muhammad Muzahiddun Islam yang ingin seperti sang kakak.

Kata Mustamin, Imam lah yang minta dibuatkan restok awal masuk SMA dan ikuti ekstrakulikuler paskibra di sekolah.

“Dia itu disiplin dan penurut, tidak pernah dia membantah orangtua. Kalau dimarahi dia menunduk dan meneteskan air mata. Hatinya lembut dan itu sangat berkesan bagi saya dan ibunya,” kata Mustamin.

Anak pendiam yang ingin jadi tentara

Sang bunda, Maisah (40) mengaku sangat bangga pada Imam berada di deretan puluhan paskibraka yang akan bertugas di Istana Negara. Imam dikenal pendiam, tetapi ia selalu menunjukkan kesungguhan dalam meraih keinginannya.

“Selama ini Imam tak banyak bicara tapi membuktikan kesungguhan. Dia jarang bicara, anaknya pendiam. Tapi semua pekerjaan saya dia bantu kerjakan. Jualan goreng pisang di kantin pun dia tidak malu. Dia digoda anak-anak perempuan yang belanja, dia hanya senyum,” katanya.

Maisah bahkan menjahitkan baju paskibraka untuk Imam dengan mesin jahit sederhana. Maisah juga membuatkan baju paskibrakan untuk teman Imam, Shalsabila Lestari Putri Suteja yang juga berangkat ke Jakarta mewakili NTB.

Baik Maisah maupun Mustamin tahu persis cita-cita Imam sejak kecil, yakni ingin menjadi tentara.

Tinggal di rumah sederhana, Imam tak banyak menuntut. Dia bahkan tak memiliki kamar pribadi. Dia tidur di ruangan untuk mushala keluarganya, tanpa kasur, hanya beralaskan karpet. Buku-buku pelajaran Imam tertata rapi dekat mesin obras sang ibu.

Terdidik menjadi anak yang kuat, sederhana dan santun membuat Imam di mata keluarganya menjelma sebagai anak yang selalu memberi kebahagiaan.

https://regional.kompas.com/read/2018/08/16/22144481/kisah-imam-anak-tukang-kebun-yang-masuk-paskibraka-di-istana-negara

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke