Salin Artikel

Cerita "17-an": Lomba Perahu Bidar di Sumatera Selatan

KOMPAS.com - Momen peringatan HUT RI yang diperingati setiap 17 Agustus menjadi pesta rakyat. Nuansa merah putih ada di mana-mana. Berbagai perlombaan digelar menambah kemeriahan 17-an.

Salah satu lomba yang masih dipertahankan dari dulu hingga kini adalah perlombaan Perahu Bidar di Sumatera Selatan.

Apa itu Bidar ?

Bidar merupakan perahu yang terbuat dari kayu. Di Palembang, Perahu Bidar juga digunakan untuk ajang perlombaan dayung perahu.

Perlombaan yang paling besar adalah saat perayaan HUT Kemerdekaan RI. 

Di Sumatera Selatan ada berbagai jenis perahu bidar, yang paling terkenal ada tiga yaitu:

1. Bidar Kecik (mini) dengan jumlah pendayung 11 orang
2. Bidar Pecalangan (menengah) yang bisa mengangkut lebih dari 35 orang. Perahu ini untuk acara di Sungai Musi dan daerah lain
3. Perahu Bidar yang bisa mengangkut 57-58 orang, digunakan sekali dalam setahun di Sungai Musi saat perayaan HUT RI. 

Sebuah perahu bidar yang digunakan untuk lomba memiliki panjang sekitar 26 meter (dari haluan ke buritan), lebar 1,37 meter (bagian yang terlebar), dan tinggi sekitar 0,70 meter (bagian yang paling dalam).

Bagian jalur atau lunas perahu memiliki ukuran 20 meter dengan lebar 0,09 meter terbuat dari kayu jenis kempas, bungus atau rengas yang merupakan kayu kuat dan tahan terhadap air.

Pada bagian kerangka perahu yang berbentuk balok-balok melengkung dengan ukuran sekitar 7x15 meter terbuat dari kayu bungus atau rengas.

Bagian kerangka untuk memperkuat perahu juga berfungsi sebagai penghubung antara lunas dengan pinggiran atau dinding perahu. Bagian ini terbuat dari kayu merawan dengan ukuran panjang sekitar 26 meter, lebar 0,12 meter, dan tebal 0,03 meter.

Bagian ini memiliki fungsi sebagai tempat dudukan palangan perahu dengan ukuran panjang 26 meter, lebar 0,5 meter, dan tinggi 0,10 meter.

Palangan ini sebagai tempat duduk para pedayung, bentuknya papan selebar 15 centimeter yang dipasang melintang tepat di atas buayan.

Pada bagian haluan dan buritan perahu terdapat lantai papan yang terbuat dari kayu merawan dengan ukuran sekitar 70x30 cm.

Kayu papan pada bagian haluan digunakan sebagai tempat duduk juru batu (komandan atau pemberi aba-aba), sedangkan kayu papan bagian buritan digunakan sebagai tempat duduk penyibur (orang yang memberi semangat kepada para pedayung dengan jalan menyiburkan dayungnya ke air).

Tradisi lomba Perahu Bidar

Lomba Perahu Bidar tak bisa dilepaskan dari tradisi peringatan ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia.

Meski setiap tahun jumlah peserta lomba terus berkurang, tradisi lomba yang telah dimulai sejak puluhan tahun ini masih dipertahankan.

Harian Kompas, 25 Agustus 1965, lomba ini merupakan permainan tradisonal yang dilestarikan di Kota Palembang.

Pada tahun itu, antusisme penonton yang hadir begitu meriah. Petugas Jembatan Musi membolehkan penonton untuk naik ke atas jembatan dengan memungut biaya Rp 200 per orang.

Saat itu, ada 16 bidar ikut bertanding yang pesertanya berasal dari berbagai elemen masyarakat.

Tidak hanya menonton, antusiasme masyarakat juga ditunjukkan dengan mengarak bidar tersebut.

Harian Kompas, 21 Agustus 1980, memberitakan, puluhan motor sungai (motor air) yang mengangkut penonton saling mendahului mengiringi bidar-bidar yang berlomba.

Kini, peminat dan antusiasme itu semakin berkurang. Salah satu kendalanya adalah merawat Bidar. Selain membutuhkan biaya tinggi, bahan baku kayunya juga sulit didapatkan.

Untuk mendapatkan kayu, masyarakat harus menempuh perjalanan jauh di hutan di kawasan Hulu Sungai Musi.

Sementara, untuk membawanya membutuhkan waktu sekitar 2-3 hari.

https://regional.kompas.com/read/2018/08/13/17424021/cerita-17-an-lomba-perahu-bidar-di-sumatera-selatan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke