Salin Artikel

Mengenal Dinasti Mangkunegaran dan Pendirinya, Pangeran Sambernyawa

Ia kemudian dikenal dengan Pangeran Sambernyawa.

Raden Mas Said atau Pangeran Sambernyawa lahir pada 25 April 1725 di Keraton Kartosuro.

Dia merupakan putra Pangeran Arya Mangkunegaran dan cucu dari Paku Buwono I.

Berbeda dengan keturunan raja pada umumnya yang mendapatkan kemewahan, hidup RM Said diwarnai keprihatinan.

Ketika berumur 2 tahun, ayahnya dibuang ke Srilanka oleh Belanda karena fitnah.

Ibu RM Said, Raden Ajeng Wulan, meninggal saat ia masih kecil.

Kemudian, RM Said diasuh oleh Raden Ayu Sumarno, neneknya. Kehidupan di luar keraton telah mendidiknya menjadi seorang yang tangguh dan kuat.

Dalam buku "Sejarah & Warisan Nilai-Nilai Perjuangan Raden Mas Said" disebutkan, RM Said lebih suka menghabiskan masa kecilnya dengan anak-anak abdi dalem dan kawulo alit.

Pergaulan dengan kalangan ini membuatnya mengetahui realita kehidupan masyarakat luar keraton dan kehidupan kawulo alit.

Awal perjuangan Raden Mas Said

Memasuki usia remaja, RM Said mulai menyadari apa yang terjadi dengan ayahnya.

Kesadaran ini menimbulkan keinginan untuk melakukan perlawanan atas ketidakadilan.

Pada 1742, bersama Raden Mas Garendi (Sunan Kuning), RM Said mencoba melakukan penyerangan ke Keraton Kartosuro.

Dalam penyerangan ini, tembok benteng keraton jebol.

RM Said dan pasukannya dibantu oleh orang-orang Tionghoa. Peristiwa penyerangan ini dikenal dengan Geger Pacinan.

Setelah penyerangan, Paku Buwono II terpaksa mengungsi ke Ponorogo dan meminta bantuan pihak Belanda dari Batavia.

Pihak Belanda memberikan bantuan kepada Paku Buwono untuk kembali mengambil kedaulatan Mataram di Kartosuro.

Perjuangan RM Said terus berlanjut ke berbagai daerah. Ketika sampai di daerah Sukowati, Adipati Sujonopuro mengusulkan RM Said menjadi raja di Sukowati.

Dengan posisi sebagai pemimpin, RM Said lebih leluasa memgembangkan kekuatan pasukannya.

Perkembangan kekuasaan RM Said membuat VOC khawatir.

Berbagai usaha dilakukan untuk menghentikan pergerakan RM Said. Salah satunya, dengan mengirimkan utusan untuk menemui RM Said. Namun, semua itu ditolaknya.

Perjuangannya semakin bertambah berat ketika RM Said dihadapkan pada pasukan Paku Buwono III dan Hamengku Buwono I serta kekuatan VOC.

Namun, hal itu tidak dipermasalahkannya dan tetap berambisi untuk berjuang.

Walaupun kalah dari sisi jumlah pasukan, pasukan RM Said bisa membuat 600 prajurit lawan tewas.

Raden Mas Said juga menebas kepala Kapten Van Der Pol yang saat itu komandan pertempuran VOC.

Raden Mas Said juga berhasil menguasai Benteng Vredeburg di Yogyakarta.

Kejadian tersebut berawal dari pasukan VOC yang melakukan pengejaran kepada RM Said disertai dengan menjarah dan membakar harta penduduk desa.

Hal ini menjadikan dirinya marah dan menyerang VOC yang berada di Yogyakarta.

Dalam waktu sekejap, pasukan RM Said berhasil mengusasai Vredeburg. Namun, pada malam harinya, pasukan RM Said ditarik mundur.

Berkat kepiawaiannya dalam berperang dan selalu melumpuhkan musuhnya, Raden Mas Said mendapat julukan Pangeran Sambernyawa.

Akhir perjuangan dan mendirikan Praja Mangkunegaran

Setelah berkali-kali melakukan gerilya dari satu tempat ke tempat lain, pergerakan Pangeran Sambernyawa membuat musuhnya gusar.

Berbagai bujukan akhirnya membuat RM Said dan pasukannya mau melakukan gencatan senjata.

Pada 1756, Pasukan RM Said kembali masuk ke Surakarta.

Paku Buwono III mengapresiasi RM Said karena mau kembali ke Surakarta dan sudah menyiapkan sebuah tempat yang sekarang dikenal dengan Puro Mangkunegaran.

Namun, RM Said tidak mau. Dia menempati rumah Tumenggun Mangkuyuda yang berada di utara Kali Pepe, atau sekarang dikenal sebagai kawasan Kampung Kauman Mangkunegaran.

Pilihan ini diambilnya untuk menenangkan hati setelah 16 tahun bergerilya.

Akhirnya, pada 17 Maret 1757, ditandatangani sebuah perjanjian yang memecah kembali Mataram.

Perjanjian ini merupakan solusi penyelesaian konflik perebutan kekuasaan.

Perjanjian yang dikenal dengan Perjanjian Salatiga itu telah menghidupkan Dinasti Mangkunegaran sebagai daerah praja yang boleh mengurusi wilayahnya sendiri.

Namun, Mangkunegaran tidak memiliki otoritas yang sama tinggi dengan Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta 

Raden Mas Said diberi hak untuk menguasai wilayah timur dan selatan sisa wilayah Mataram sebelah timur.

Wilayahnya terdiri dari bagian utara Kota Surakarta (Kecamatan Banjarsari, Surakarta), kemudian seluruh wilayah Kaupaten Karanganyar, Wonogiri, dan sebagian wilayah di Gunung Kidul.

Raden Mas Said bergelar Kanjeng Gusti Adipati Pangeran Adipati Arya (KGPAA) Mangkunegara 1 dan berhak secara mutlak berhak memimpin Mangkunegaran.

Setelah menjadi raja, Raden Mas Said beserta keluarga tinggal di Puro Mangkunegaran yang sebelumnya telah disiapkan oleh Paku Buwono III.

https://regional.kompas.com/read/2018/06/29/09582811/mengenal-dinasti-mangkunegaran-dan-pendirinya-pangeran-sambernyawa

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke