Salin Artikel

Air Mata untuk Daniel, Anak 15 Tahun yang Meninggal Saat Halau Mobil Pelaku Bom

Hidupnya berakhir pada usia 15 tahun setelah bom yang dibawa terduga teroris di Gereja Pantekosta Pusat Surabaya (GPPS) di Jalan Arjuno, Surabaya, Minggu (13/5/2018), meledak dan merenggut nyawanya.

Sama seperti Aloysius Bayu Rendra Wardhana di Gereja Katolik Santa Maria Tak Bercela di Jalan Ngagel Surabaya beberapa menit sebelumnya, Daniel meninggal dunia setelah berusaha menghalangi kendaraan pembawa bom yang masuk ke halaman gerejanya.

"Daniel posisinya menghalau mobil yang bawa bom itu, mobilnya kan nabrak pagar gereja kencang sekali. Akhirnya kena anakku sama temannya itu, lalu terdengar suara ledakan, kami cari-cari Daniel tapi tidak ketemu," ungkap Budi, sang ayah, seperti diwawancarai di Mata Najwa di rumah duka, Rabu.

Sumijah, sang nenek, mengatakan, Daniel memang bertanggung jawab untuk mengatur parkiran kendaraan setiap Minggu pagi. Dia mengemban tugas itu setelah sang kakek yang sebelumnya bertugas yang sama meninggal dunia.

"Dia menggantikan kakeknya yang jaga. Kakeknya dipanggil Tuhan, dia yang gantiin," tuturnya.

Budi lalu mengatakan, saat ledakan terjadi, dia langsung ke arah depan. Dia dan beberapa warga gereja sempat menolong sejumlah jemaat gereja lalu segera mencari anaknya, tetapi tidak kunjung ketemu.

"Meletusnya kencang sekali. Saya mau masuk cari anakku terus ndak boleh sama polisi. Ya terserah mau meletus lagi, tapi namanya orangtua kan tetap cari anak. Saya usahakan cari tapi enggak ketemu-ketemu. Ambulans banyak datang, tapi enggak tau di mana posisinya," ungkap Budi.

Akhirnya, lanjut Budi, mereka ke RS Bhayangkara Surabaya. Di sana dia bertemu dengan seseorang dari Kementerian Sosial lalu menjalani tes DNA. Hingga kemudian, dia menerima informasi bahwa ada kesesuaian DNA korban dengan dirinya.

"Katanya ada korban yang DNA-nya yang cocok sama DNA saya. saya di sana sampai malam nunggu anak saya," kata Budi.

 

Bersambung ke halaman dua: Daniel menghalau mobil teroris

 

Menurut keterangan yang diterimanya, Budi mengatakan, Daniel merupakan pahlawan karena berusaha menghalau mobil pembawa bom yang dikemudikan oleh terduga teroris, Dita Oeprianto.

"Posisinya dia menghalau mobil yang bawa bom. Di depan, mobil menabrak pagar gereja akhirnya kena anakku sama temannya itu," tambahnya.

Pujian terhadap aksi heroik anaknya yang lahir 31 Desember 2003 itu pun diterimanya.

Bagi keluarga, Daniel adalah anak yang baik dan penurut. Daniel sudah ditinggal sang ibu yang meninggal dunia saat berusia 2 tahun. Sejak saat itu, Daniel dan kakaknya, Novi, dirawat oleh sang nenek.

"Anaknya baik-baik saja, anak yang taat dan penurut. Saya selalu ajarkan kamu harus cinta dan setia pada Tuhan, suka berdoa dan baca Firman Tuhan. Itu sehari-hari yang dilakukannya," ungkap Sumijah sambil terisak.

"Dia juga menjadi teladan di sekolah dan gereja. Guru dan teman-temannya kemarin semua datang. Anaknya penurut, enggak pernah bikin ulah. Tetangga dari dia bayi pun pada datang semua. (Daniel) enggak pernah bikin ulah, enggak pernah macam-macam. Main sama teman-teman ya biasa-biasa saja. Anaknya penurut, bisa gaul dengan siapa saja," tambah Sumijah dengan suara bergetar.

Sementara itu, sang kakak, Novi, terus menangis. Dia disebut sangat terpukul dengan kepergian sang adik.

"Novi harus tegar ya. Kalau Novi kuat, Uti kuat," ucap Sumijah sambil memeluk Novi.

"Tuhan mengasihi kita semua. Daniel menjadi pahlawan. Kita harus bersyukur, kita harus kuat. minta Tuhan kekuatan. Semua itu kehendak-Nya. Hanya bersyukur, Tuhan itu baik, selalu baik," tambahnya.

https://regional.kompas.com/read/2018/05/18/14280281/air-mata-untuk-daniel-anak-15-tahun-yang-meninggal-saat-halau-mobil-pelaku

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke