Salin Artikel

Cerita Siswa SD di Polewali Menantang Arus Sungai Deras agar Bisa Pergi ke Sekolah

Mereka sengaja berangkat dari desa mereka berjarak sekitar 3 kilometer lebih pagi secara berkelompok, agar bisa sampai ke sekolah dan belajar tepat waktu, Selasa pagi (10/4/2018).

Karena tak ada sarana jembatan atau jalan alternatif yang dekat, anak-anak ini terpaksa harus berjuang menyeberangi sungai tanpa dikawal oleh siapa pun. Karena jalan kampung halaman mereka dengan sekolah cukup jauh, anak-anak sekolah terpencil ini sengaja berangkat ke sekolah lebih pagi secara berkelompok agar bisa lebih santai dalam perjalanan.

Sejumlah anggota TNI yang tergabung dalam Satuan Tugas (SATGAS) TNI Manunggal Membangun Desa (TMMD) ke-101 Kodim 1402/Polmas di Desa Lenggo, Kecamatan Bulo, yang menyaksikan semangat anak-anak desa menantang bahaya menyeberangi arus sungai yang deras hanya menggunakan rakit bambu, ini merasa terpanggil turun tangan membantu mereka.

Salman, siswa kelas II SD Galung-galung, Polewali Mandar, yang tak berani menyerberangi sungai seorang diri ini mengaku senang dan bangga lantaran kemarin ia tak perlu membongkar pasang sepatu dari tepi sungai ke tepi sungai di sebelahnya.

“Senang dibantu tentara, saya tidak perlu buka sepatu menyeberangi sungai karena diangkat tentara menyeberenag dari perahu. Barusan banyak tentara di sini, biasanya hanya Pak Waluyo saja,” tutur Salman polos.

Koptu Irwandi, salah satu anggota Satgas TMMD ke-101 dari Kodim 1402/Polmas dengan berbekal keahliannya mengemudikan landing craft rubber (LCR) berusaha menyeberangkan para siswa ke sungai selebar 50 meter lebih itu.

Agar sepatu para siswa tak basah kuyup atau dibongkar pasang di tepi sungai sebelum dan sesudah menyeberang, anak-anak ini dipersilakan naik rakit tanpa harus membuka sepatu atau sandal mereka. Mereka juga digendong atau diangkat petugas dari bibir sungai ke rakit bambu.

“Setelah saya coba mengemudikan rakit bambu ini tidak jauh beda ketika mengemudikan landing craft rubber (LCR) d isatuan lama saya dulu di Raider 700. Cara kemudinya sama saja, cuma kekurangannya rakit ini tidak menggunakan mesin,” kata Koptu Irwandi.

Pemerintah bersama kodim setempat berencana mendatangkan 12 drum yang dirangkai dengan trol sebagai pengganti rakit bambu. Drum ini nantinya diharapkan bisa membantu para siswa menyeberang lebih nyaman dan aman dari segala bahaya.

Rakit yang dibuat dari drum ini akan digunakan warga sebagai sarana transportasi darurat untuk menyeberangi Sungai Lenggo, sambil menunggu selesainya pembangunan jembatan gantung yang dibangun TNI tak jauh dari lokasi penyeberangan ini.

Kepala Desa Lenggo Andi Rusliamin mengatakan, rakit bambu itu memang satu-satunya sarana penyebrangan warga Desa Lenggo, baik anak sekolah, warga maupun para pedagang yang masuk ke desa ini.

Ruslimin menyebutkan, kerap saat banjir dan sungai meluap, anak-anak desa tak bisa bersekolah karea takut menyeberangi sungai yang deras. Meski demikian, banyak juga siswa tetap nekat menyeberang dan mennatang arus sungai menggunakan rakit bambu agar bisa menyeberang dan bersekolah di desa sebelah.

“Kalau banjir dan sungainya meluap anak-anak desa sebelah terpaksa tidak bisa sekolah,” jelas Andi.

https://regional.kompas.com/read/2018/04/11/18252221/cerita-siswa-sd-di-polewali-menantang-arus-sungai-deras-agar-bisa-pergi-ke

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke