Salin Artikel

Hidup Suami Istri Lansia dan Anaknya yang "Down Syndrome" Berubah, Banjir Tamu hingga Sering "Shooting"

Setiap hari, tamu berdatangan tak berhenti, baik ke rumah maupun ke sekolah Wahyu di Sekolah Luar Biasa Negeri 1 Gotakan di Kecamatan Panjatan.

Ada yang mengatasnamakan pribadi, perusahaan, hingga instansi pemerintah. Kamilah mengaku terhibur atas perhatian banyak sekali orang dalam hidup mereka belakangan ini.

“Kemarin yang datang dari Jakarta. Mereka masuk-masuk pawon (bahasa jawa: dapur),” kata Kamilah, Selasa (10/4/2018).

“Mau isuk kalih. Enjing tiyang tigo. Soting soting (Tadi pagi dua orang, siang tiga. Shooting-shooting dari televisi),” kata Kamilah.

Kamilah mengaku mulai terbiasa atas perhatian tidak ada habisnya belakangan ini. Mengantar sekolah tetap dilakukan dan diusahakan tidak terlambat.

Wahyu juga semakin terbiasa bertemu dengan orang baru. Ia seperti biasa selalu bisa cepat menerima kehadiran orang baru. Meski sesekali sifat kekanak-kanakan sering muncul, Wahyu cepat bisa akrab dengan orang baru.

Hernowo, Kamilah, juga Wahyu merupakan keluarga pencari kayu dan rumput untuk kambing. Kehidupannya serba sulit karena penghasilan yang pas-pasan.

Meski dalam kehidupan sulit, keduanya masih tetap mengantar anaknya sekolah yang menyandang tunagrahita (down syndrome) ke sekolah setiap hari Senin hingga Jumat. Mereka bahkan menunggui Wahyu dari masuk sekolah pukul 08.00 hingga pulangnya pukul 13.00.

Mereka selalu bersepeda belasan kilometer dari Anjir hingga Gotakan demi mengantar Wahyu. Mengayuh dari gunung berhutan hingga ke tengah kota. Dari jalan yang sangat rusak hingga melewati jalan aspal mulus. Karena usaha itu, Wahyu bisa dibilang tidak pernah absen.

Hernowo merupakan pria setengah baya dengan sejumlah kekurangan. Ia menderita setengah tuli sejak kecil. Kehidupannya serba sulit karena kekurangan pada pendengarannya itu. Komunikasi dengan orang lain juga serba sulit. Mereka seutuhnya bergantung hidup pada pemberian pemerintah yang tidak seberapa.

Selebihnya, Hernowo memenuhi kehidupan keluarganya dengan menjual kayu bakar. Sementara itu, Kamilah membantu memenuhi kebutuhan hidup dengan menjual apa pun dari alam tempat tinggal mereka, seperti buah kelapa, daun pisang, dan daun pepaya.

Kekurangan itu tidak menyurutkan mereka mengantar Wahyu ke SLBN 1 Gotakan. Pasalnya, mereka tidak ingin anak mereka yang memiliki kekurangan justru sulit hidup di masa depan.

Kehadiran banyak orang yang memberi perhatian kepada mereka membuat penghiburan sendiri bagi mereka.

“Perasaan senang (karena banyak yang memperhatikan),” kata Kamilah.

Berubah

Saudara sepupu dari Herwono, Karsih Winarti, mengungkapkan, kehidupan mereka bukan hanya tidak pernah sepi dari tamu, tetapi juga media massa. Hernowo sekeluarga semakin sering di-shoot beberapa perusahaan layar kaca.

“Semakin sering juga media-media datang. Kemarin saja shooting,” kata Winarti.

Tentu dengan demikian, keluarga ini semakin viral. Hal ini juga yang membuat kehidupan mereka tidak pernah sepi dari tamu belakangan ini.

“Wajar jadi banyak perhatian itu,” kata Winarti.

Dia mengharapkan kehidupan mereka tidak terganggu atas banyak perhatian itu. Dia melihat kehidupan Hernowo sekeluarga tidak terganggu. Hingga kini, menurut Winarti, Wahyu pun masih terus sekolah seperti biasa dan tidak terlambat.

“Cuma Wahyu mungkin waktu mainnya banyak berkurang karena banyak sekali yang datang. Mereka kan kadang bisa lelah karena banyak tamu,” kata Winarti.

https://regional.kompas.com/read/2018/04/11/07592091/hidup-suami-istri-lansia-dan-anaknya-yang-down-syndrome-berubah-banjir-tamu

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke