Salin Artikel

Polisi Imbau Warga Sumba Tak Bawa Parang ke Tempat Keramaian

Kapolres Sumba Barat AKBP  mengatakan, kebiasaan warga Sumba Barat Daya yang membawa parang dan diselipkan di pinggang sudah menjadi budaya.

Namun, budaya itu mendatangkan malapetaka. Gusti menyebutkan, pada tahun 2017 lalu, banyak korban meninggal dunia akibat penganiayaan dengan menggunakan parang.

"Warga membawa parang ke sejumlah tempat keramaian, seperti di pasar, rumah ibadah, bandara dan sebagainya," kata Gusti kepada Kompas.com, Jumat (16/3/2018).

Menurut informasi dari tokoh adat, lanjut Gusti, pada zaman dahulu, jika memakai pakaian adat harus lengkap dengan tutup kepala dan parang.

Tetapi sekarang, budaya itu telah bergeser, yakni hanya menggunakan kain yang dilingkarkan di pinggang kemudian diselipkan parang.

"Saat membawa parang itulah, menurut ketua adat, bahwa hanya dua kata, yakni mau berkelahi atau saling bacok serta lainnya," jelas Gusti.

Gusti mengaku, dalam dua bulan terakhir ini, kasus penganiayaan menggunakan parang sudah menurun drastis.

"Akhir-akhir ini hanya penganiayaan berupa lemparan batu dan tangan. Korban meninggal akibat penganiayaan pun mulai berkurang," ucapnya.

Pulau Sumba, menurut Gusti, adalah pulau yang indah dan luar biasa. Warganya pun masih memegang teguh adat dan budaya, salah satunya ke mana-mana sambil membawa parang.

"Saran kami untuk masyarakat Sumba untuk tidak membawa parang atau Katopo (parang khas Sumba) dalam beraktivitas sehari-hari. Cukup dikenakan pada saat melaksanakan seremonial adat dan budaya, selebihnya cukup disimpan di dalam rumah saja," imbau Gusti.

https://regional.kompas.com/read/2018/03/16/18034031/polisi-imbau-warga-sumba-tak-bawa-parang-ke-tempat-keramaian

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke