Salin Artikel

Ditinggal Suami Kabur, Maimunah Berjuang Sekolahkan 4 Anaknya dalam Keadaan Miskin

Seolah tak menghiruakan kayu-kayu penyangga yang ditopang dengan balok seadanya dan sudah mulai miring ke belakang, mereka ceria bermain di bawah kolong rumah tempat tinggal mereka.

Bangunan 3x5 meter yang didirikan di atas lahan warga lain menjadi tempat berlindung bagi Maimunah (40) bersama 6 anaknya selama 15 tahun terakhir.

Dapurnya beratap daun sehingga ketika hujan kerap bocor dan sebagian besar dinding dari kayu yang mulai lapuk dan ditambal sulam dengan triplek apa adanya. Kendati kondisi "rumahnya" memprihatinkan, Maimunah mengaku besyukur masih bisa berkumpul dengan anak anaknya.

“Bersyukur saja anak-anak masih diberi limpahan kesehatan dan masih bisa berkumpul,” ujarnya, Minggu.

Maimunah mengaku waswas juga dengan keadaan rumah yang ditinggalinya yang mulai miring, mengingat keenam anaknya sebagian besar masih kecil-kecil. Apalagi, jika turun hujan di malam hari, dipastikan anak-anak mereka hanya bisa berkumpul di tengah ruangan karena sebagian besar ruangan di dalam rumahnya basah oleh tempias air hujan.

Jika sungai yang tepat berada di depan rumahnya meluap, maka Maimunah hanya bisa mengungsi ke rumah tetangga terdekat. Sempat akan mendapat bantuan pembangunan rumah dari pemerintah, namun karena status lahannya merupakan milik orang lain, Maimunah batal mendapat rumah layak huni.

Suami Maimunah pergi meninggalkan istri dan anak-anaknya sejak 2 tahun lalu. Sang suami yang sudah menikahinya selama 15 tahun pergi bersama wanita lain yang merupakan sahabat Maimunah sendiri. Untuk menafkahi keenam anaknya, Maimunah bekerja memasang bibit rumput laut.

“Hidup dari upah mabentang (memasang bibit rumput laut) cukup untuk makan dan sekolah anak-anak,” katanya.

Jika harga rumput laut bagus, biasanya tawaran untuk bekerja mabentang bisa seminggu penuh. Maimunah memanfaatkan hal tersebut untuk bisa mendapat penghasilan lebih.

Dari ketekunanya bekerja, saat ini Maimunah bisa mencicil sebidang tanah dari salah satu warga. Tahun ini, pemerintah menjanjikan akan membantu Maimunah dengan program bedah rumah karena yang bersangkutan sudah memiliki tanah.

Maimunah hanya berharap anak-anaknya tak lagi dihantui kekhawatiran rumahnya kebanjiran dan akan roboh jika hujan mengguyur.

"Dulu sempat banjir tinggi. Kekhawatiran saya cuma takut roboh saja ini rumah,” ujarnya.

Semua anaknya harus sekolah

Dari keseharian menjadi buruh memasang bibit rumput laut di rumah tetangganya, Maimunah mengaku bisa mendapat upah RP 80.000. Itu pun dia harus berangkat pagi sekali dan pulang sore hari.

Jika anak tertuanya yang duduk di bangku SMP libur dan membantu bekerja, biasanya Maimunah akan mendapat upah lebih karena hasil mabentangnya juga banyak.

Sayangnya, pekerjaan mabentang tidak selalu ada setiap hari. Dalam seminggu, maimunah hanya kerja 4 hingga 5 hari saja.

“Satu tali upahnya 8.000 rupiah. Kalau saya sendiri berangkat jam 7 pagi sampai jam 4 sore paling hanya dapat 10 tali. Kalau dibantu anak-anak bisa dapat 15 tali,” katanya.

Meski hidup dengan serba kekurangan, Maimunah mengaku anak-anaknya harus tetap sekolah. Dari 6 anaknya, hanya 2 yang belum bersekolah karena masih di bawah umur, yakni Rifly (5) dan Fadlan (3). Sedangkan anak-anak Maimunah yang sudah bersekolah antara lain Nualan Akbar (13) , Ayu Prahman (11), Aisyah Rembu (10) dan Nadia Puji Rezky (7).

“Mereka harus sekolah, karena sekolah lah yang bisa mengubah nasib mereka,” ucapnya.

https://regional.kompas.com/read/2018/03/05/06471691/ditinggal-suami-kabur-maimunah-berjuang-sekolahkan-4-anaknya-dalam-keadaan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke