Salin Artikel

Kampung Pelangi di Pangkalan Bun untuk Ajang Nostalgia

Kampung Pelangi itu berada di RT 01 dan RT 02 Kelurahan Mendawai, Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah. Warga setempat menamai kampung itu dengan sebutan Kampung Sega. Sega artinya cantik atau indah, dalam bahasa sehari-hari orang Pangkalan Bun.

"Cat untuk mewarnai ini berasal dari DLH (Dinas Lingkungan Hidup). Sepanjang sungai ini sampai ke ujung, dekat PT Korindo, nantinya akan jadi Kampung Pelangi," ungkap Zulhadi, Lurah Mendawai, pada Kompas.com, Minggu (11/2/2018).

Kampung Pelangi, di Mendawai ini, bermula dari Gang Melati. Gang ini cukup besar dibanding gang-gang lain yang menghubungkan jalan raya dan tepi Sungai Arut Pangkalan Bun.

Warna-warni mural taman bunga menghiasi tembok bangunan di sisi kiri bibir gang. Aspal jalan pun dicat serupa lantai warna-warni. Mural dengan motif Dayak dan panorama Kalimantan pun dapat dijumpai di rumah-rumah warga yang menghadap ke sungai.

Ada pula gambar-gambar lambang tokoh fiksi hero generasi kini, seperti Marvel, Superman, Batman, terlukis di jembatan kayu panjang, jalan penghubung antar kawasan tepi sungai. Di sana ada pula motif permadani, dan rubik.

Dalam tiga bulan terakhir, Kampung Pelangi ini berhasil mencuri perhatian warga Kota Pangkalan Bun. Setiap hari banyak warga yang datang, terutama di sore hari. Kebanyakan memang anak-anak muda. Tapi ada pula yang membawa keluarga.

Mereka datang sebagian karena rasa penasaran tentang keberadaan kampung ini. Tentu ada yang datang karena ingin bergembira, berswafoto bersama teman-teman.

Ada pula yang datang karena memang berburu objek foto. Mereka adalah penggemar fotografi. "Sebelumnya sudah pernah ke sini," kata Agus, yang datang dengan menenteng kamera berlensa panjangnya.

Mengenang

Di antara sekian banyak pengunjung itu, ada pula yang datang karena rindu suasana sungai. Usna, karyawan sebuah perusahaan perkebunan kelapa sawit, mengaku sudah beberapa kali mengunjungi tempat ini sejak mengetahui ada Kampung Pelangi.

Bersama istri dan seorang anaknya, ia tampak senang menghabiskan sore dengan duduk di tepi jembatan panjang, dengan membawa buah rambutan dari pekarangan sendiri.

"Saya datang selalu bersama anak dan istri," kata pria yang kediamannya sekitar 5 kilometer dari Sungai Arut itu.

Ia mengaku, melewatkan waktu santai di tepi sungai, selain melepas penat, juga mengingatkan kembali akan kampung halamannya di Kabupaten Gunung Mas, yang juga berada di tepi sungai. "Saya sampai SMA di sana. Sama, di sana kondisinya seperti ini," kata dia.

Hal senada dikatakan M Rofik. Bersekolah SMK jauh dari tepi sungai membuatnya harus tinggak di kos di lokasi dekat sekolahnya. Begitu ramai tentang Kampung Pelangi di kampung tempat orangtuanya berasal, Rofik pun jadi lebih sering mengunjungi tempat itu.

"Sambil foto-foto dan selfie, pastinya," kata siswa kelas II jurusan akuntansi itu.

Popularitas Kampung Pelangi pun mulai berdampak pada tukang getek, perahu kecil bermesin yang biasa menjual jasa penyeberangan. Getek merupakan satu-satunya angkutan umum sungai yang bertahan sejak akses jalan darat terbuka. Saat kunjungan ke Kampung Pelangi makin ramai, tukang getek pun mulai kerap menerima permintaan mengantar pengunjung menyusuri sungai.

"Biasanya, kami kenakan tarif Rp 50.000 selama hampir satu jam susur sungai. Kalau yang datang turis bule, kami kenakan tarif Rp 100.000," kata Gufron, salah seorang tukang getek yang mangkal di tepi lanting, di ujung Gang Melati itu.

Lurah Mendawai Zulhadi mengatakan hanya beberapa warga yang tidak bersedia terlibat mewarnai bangunan atau pekarangan rumahnya. Namun, itu tidak menjadi masalah utama. Menurutnya, yang paling berat adalah menjaga kebersihan sungai.

https://regional.kompas.com/read/2018/02/12/05584771/kampung-pelangi-di-pangkalan-bun-untuk-ajang-nostalgia

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke