Salin Artikel

Kemahalan, Anggota Dewan Ini Minta Tarif Tol Bawen-Salatiga Diturunkan

Ia mengaku mendapat keluhan dari masyarakat. Mereka menilai tarif tol terindah di Indonesia ini mahal sehingga masyarakat enggan memanfaatkan jalan bebas hambatan tersebut Kecuali dalam kondisi mendesak.

"Banyak masukan dari masyarakat, tarifnya terlalu mahal. Sehingga kebanyakan masyarakat hanya menggunakan jika mendesak atau terpaksa. Kalau tidak mendesak, mereka tidak mau memanfaatkan jalan tol," kata Said, Senin (6/11/2017).

Menurut Said, jika dihitung dari gerbang tol Ungaran hingga Salatiga maka pengguna jalan tol harus merogoh kocek Rp 24.500. Apabila dua kali memanfaatkan jalan tersebut untuk pulang pergi maka biaya yang dikeluarkan hampir Rp 50.000.

Akibatnya, masyarakat terutama warga di wilayah selatan Kabupaten Semarang dan Salatiga yang beraktivitas di Semarang kembali menggunakan jalan reguler.

"Uang Rp 50.000 bisa untuk beli bensin, belum lagi kalau tujuannya ke Kota Semarang pengeluaran untuk bayar tol bertambah," jelasya.

Dari pengamatan Said, tol Bawen-Salatiga hanya ramai saat awal-awal setelah diresmikan penggunaannya oleh Presiden Joko Widodo.

"Sekarang saya lihat sepi, pemanfaatannya belum optimal akibat tarifnya mahal," tandasnya.

Akibat tarif yang mahal itu berdampak pada besarnya pengeluaran masyarakat, sehingga mendorong inflasi.

Melihat kenyataan itu, Said meminta tarif tol Bawen-Salatiga diturunkan. Supaya tujuan pembangunan jalan tol untuk memecah kepadatan lalu lintas di jalan utama Semarang-Solo bisa optimal.

Akibat mahalnya tarif tol ini pula, arus lalu lintas di jalan utama Semarang-Solo masih sangat padat kendaraan. "Kami minta tarif tol Bawen-Salatiga diturunkan, misalnya jadi Rp 7.500 atau Rp 10.000," tandasnya.

Said mengaku, tidak tahu berapa nilai investasi pembangunan tol Bawen-Salatiga yang dijadikan dasar maupun alasan pengenaan tarif tersebut. Namun menurutnya, tarif tol sepanjang 17,6 kilometer ini untuk ukuran masyarakat Jawa Tengah masih terlalu mahal.

"Kita minta tarifnya wajar, misalnya memperpanjang waktu BEP, supaya masyarakat berminat menggunakan jalan tol," ungkapnya.

Untuk diketahui, PT Trans Marga Jateng (TMJ) sebagai pemegang konsensi jalan menerapkan tarif jalan sepanjang 17,6 kilometer itu. Untuk golongan I dibebankan   Rp 17.500, golongan II Rp 26.500, golongan III Rp 35.000, golongan IV Rp 44.000 dan kendaraan golongan V Rp 53.000.

Selain itu, ada perubahan desain di beberapa titik akibat penambahan pekerjaan, termasuk untuk memenuhi permintaan dari masyarakat maupun instasi terkait.

"Perubahan desain ini akibat adanya penambahan lingkup pekerjaan, satu di antaranya karena ada permintaan warga sekitar maupun instansi. Seperti relokasi utilitas hingga pembangunan perlintasan,” kata Joko, Rabu (20/9/2017).

Akibat penambahan lingkup pekerjaan ini, PT TMJ harus menambah biaya investasi. Dengan begitu, dari penghitungan nilai investasi tersebut, tarif yang diusulkan ke Kementerian PUPR sebesar Rp 1.000 per kilometer dan usulan ini telah disetujui.

Joko membantah, tarif tol Bawen-Salatiga termasuk paling mahal di Indonesia.

"Tidak benar jika disebut tarif termahal, ruas Kertosono-Mojokerto di Jawa Timur saja ditetapkan Rp 1.160 per kilometer. Dalam penghitungan tarif, dihitung berdasarkan ability to pay atau willingness to pay, serta beberapa hal lainnya," jelasnya.

Hal lain yang digunakan sebagai dasar penghitungan tarif tol adalah disparitas biaya operasional antara penggunaan kendaraan di jalan tol serta jalan non tol (jalur reguler).

Kemudian proyeksi keuntungan dari investasi badan usaha jalan tol (BUJT) yang telah dikeluarkan.

"Jadi bukan semata mengukur jarak, tapi investasi yang dikeluarkan di setiap kilometernya juga dihitung. Jadi tarif per kilometer di ruas Banyumanik-Ungaran, bisa jadi berbeda dengan di ruas Ungaran-Bawen, maupun Bawen-Salatiga," tuntasnya.

https://regional.kompas.com/read/2017/11/06/16590161/kemahalan-anggota-dewan-ini-minta-tarif-tol-bawen-salatiga-diturunkan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke