Salin Artikel

Karsiti Rela Makan Seadanya demi Membeli Air

Seperti cerita Karsiti (42), warga Dusun Pacungan, Desa Tepus, Kecamatan Tepus. Wanita yang setiap hari bekerja sebagai buruh tani di sekitar desanya harus mengencangkan ikat pinggang agar kebutuhan air setiap harinya terpenuhi.

Di desanya, sudah sejak 5 bulan terakhir tak turun hujan.

"Sudah lebih dari 6 tangki saya beli dari tangki yang biasa berkeliling, satu tangkinya Rp 120.000," katanya, Kamis (21/9/2017).

Sebagai buruh serabutan, setiap hari mulai pukul 07.30 WIB dirinya berangkat membantu tetangga membersihkan pekarangan atau mempersiapkan lahan untuk musim penghujan mendatang.

Dirinya baru pulang ke rumah sekitar pukul 17.00 WIB dengan penghasilan Rp 20.000 per hari. Dirinya harus menyisihkan penghasilan untuk membeli air, salah satunya dengan menghemat lauk yang dikeluarkan setiap hari.

Hidup bersama dua orang keluarga lain cukup berat untuk memenuhi kebutuhan air bersih. Kadang dirinya berjualan es keliling untuk memenuhi kebutuhan.

"Berasnya dari sisa panen, atau raskin (rastra). Sebenarnya ada jaringan PDAM, tetapi bagi saya tidak mampu, biaya pemasangannya Rp 1,5 juta," ujarnya.

Warga lainnya, Mutini (35) mengatakan hal sama. Sebagai buruh serabutan, saat tak memiliki cukup uang, dirinya membeli eceran air bersih kepada warga yang memiliki saluran PDAM.

"Beli dari tetangga dengan menyalurkan menggunakan selang, kadang beli Rp 70.000," ucapnya.

Sebenarnya, beberapa tahun lalu, sebelum telaga dibangun menggunakan beton, air masih bisa sampai musim penghujan. Tetapi setelah dibangun talut, air telaga saat ini lebih cepat kering.

"Dulu mencuci di telaga, sekarang dengan 5 orang anggota keluarga, air membeli ya boros, paling hanya bisa cukup 2 minggu. Belum ada bantuan dari pemerintah," ujarnya.

Kasi Pelayanan Desa Tepus, Salip Sasmito menyampaikan, di Desa Tepus terdapat 20 Padukuhan dengan jumlah 2.369 kepala keluarga. Dengan 912 di antaranya masuk kepala keluarga kurang mampu.

"Di desa kami memang tak banyak bantuan air bersih, sehingga warga yang kurang mampu terpaksa menjual apa yang dibelinya saat musim penghujan. Warga sudah mulai menjual ternaknya seperti ayam hingga kambing, bahkan perhiasan," ucapnya.

Pihaknya berusaha berkomunikasi dengan pemerintah untuk memasang sambungan air bersih. Selain itu, dalam jangka pendek mengajukan bantuan kepada pihak swasta atau instansi.

"Sebenarnya jika pemerintah mau menyalurkan air dari pipa yang ada bisa mengurangi dampak kekeringan. Untuk sementara, kami terus berkomunikasi dengan pihak swasta atau instansi agar menyalurkan bantuan ke sini, terutama bagi keluarga tidak mampu," ujarnya.

Sementara itu, ketua alumni SMP Gading 1984, Letkol Inf Nurwahyu Widodo mengatakan, hari ini pihaknya menyalurkan bantuan sebanyak 100 tangki air bersih kepada masyarakat di desa Tepus, hasil sumbangan dari para alumni.

"Kami merasa terpanggil untuk membantu saudara kita yang membutuhkan air bersih. Sebab setiap tahun di sini mesti kekurangan, kasihan masyarakat," katanya.

Kasi Kedaruratan dan Logistik Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), Sutaryono, mengakui antusias masyarakat untuk membantu ke wilayah kekurangan air bersih cukup banyak. Terdata lebih dari 1.500 tangki yang disalurkan baik melalui BPBD ataupun langsung ke lokasi. Sudah ada 12 dari 18 kecamatan yang membutuhkan bantuan droping air bersih.

"Antusias masyarakat maupun instansi untuk bantuan air bersih cukup banyak. Hampir setiap hari ada yang berkoordinasi dengan kami untuk memberikan air bersih ke warga Gunungkidul," pungkasnya.

https://regional.kompas.com/read/2017/09/21/14230411/karsiti-rela-makan-seadanya-demi-membeli-air

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke