Salin Artikel

Walhi DIY Tolak Resor di Pantai Seruni karena Bisa Merusak Bukit Karst

Di kawasan tersebut bakal dibangun resor berbentuk condotel dan vila yang menghadap ke arah Pantai Seruni.

Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) DI Yogyakarta, Halik Sandera, mengatakan, proses pembangunan resor di Pantai Seruni sudah mulai terlihat sejak Januari 2017. Menurutnya, hal itu bisa dilihat dari hilangnya sebagian badan bukit di pantai tersebut.

"Fakta di lapangan lainnya, tahapan konstruksi juga sudah dilakukan," ujar Halik kepada wartawan di kantor Walhi DIY, Jalan Nyai Pembayun, Kota Yogyakarta, Senin (31/7/2017).

Halik mengatakan, pembangunan hunian tak jauh dari bibir pantai itu juga tidak menghiraukan Surat Keputusan Menteri Energi Sumber Daya dan Mineral (ESDM) Nomor 3045 K/40/MEM/2014.

Sebab, kata dia, bukit karst yang berada di Kecamatan Tepus yang termasuk KBAK itu merupakan kawasan lindung geologi.

"KBAK Gunung Sewu memiliki komponen geologi yang unik, berfungsi sebagai pengatur tata air dan menyimpan nilai ilmiah," kata Halik.

Dikatakan Halik, luas lahan yang bakal dibangun untuk resor mencapai tiga hektar. Berdasarkan informasi yang dihimpun Walhi di lapangan, nilai investasi pembangunan kawasan tersebut mencapai Rp 8 miliar.

"Apa yang terjadi di Pantai Seruni ini bisa menjadi triger (pemicu) investasi berisiko tinggi. Kalau ini dilanjutkan pembangunan berskala besar, khususnya di KBAK Gunung Sewu, akan terjadi," ucap Halik.

Apapun alasannya, Halik menilai, pembangunan di KBAK Gunung Sewu sangat berdampak bagi kelestariannya. Menurutnya, menghilangkan sebagian badan bukit, misalnya, telah merusak ciri dari kawasan bentang alam.

"Di lapangan, setelah proses perataan tanah, ditemukan sungai bawah tanah. Artinya ketika sungai bawah tanah itu terbuka berpotensi terjadi kerusakan yang mengakibatkan hilangnya atau berkurangnya suplai air bawah tanah," ucap Halik.

Merusak ekosistem

Tak hanya merusak kelestarian, ucap Halik, pembangunan di Pantai Seruni juga berdampak bagi ekosistem di lingkungan sekitarnya. Menurutnya, hewan endemik yang ada di sungai bawah tanah terancam punah dengan adanya pembangunan tersebut.

"Dalam ekosistem sederhana, hewan lain yang terdampak lainnya, seperti kelelawar. Hewan ini membantu proses penyeburan yang daya jelajahnya 10 kilometer. Kalau terjadi kerusakan akan mengubah ekosistem dari kelelawar itu," tutur Halik.

Halik menyebut Walhi dengan tegas menolak pembangunan resor di Pantai Seruni apapun alasannya.

Halik mengatakan, pembangunan resor juga belum mempunyai izin mendirikan bangunan (IMB) meski sudah melakukan tahapan konstruksi. Untuk itu, kata dia, pemerintah Kabupaten Gunungkidul wajib menghentikan proses pembangunan.

"Pemerintah wajib menjaga dan melindungi KBAK Gunung Sewu sebagai kawasan lindung geologi dari perusakan dan pemanfaatan dengan cara mengubah bentang alamnya," kata Halik.

Halik pun meminta dengan tegas kepada Pemerintah Kabupaten Gunungkidul untuk menjalankan amanat RPJMD. Menurutnya, mengembangkan dan mengoptimalkan orientasi pembangunan perekonomian daerah harus berwawasan lingkungan.

"Dalam Perda Nomor 6 tahun 2011 juga disebutkan tentang rencana tata ruang wilayah Kabupaten Gunungkidul, dijelaskan pengelolaan kawasan lindung geologi," kata Halik.

https://regional.kompas.com/read/2017/07/31/16534531/walhi-diy-tolak-resor-di-pantai-seruni-karena-bisa-merusak-bukit-karst

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke