Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Demi Putra yang Derita Gangguan Jiwa, Kakek Muhsin Tinggal di Gubuk di Pinggir Sawah

Kompas.com - 11/11/2016, 07:01 WIB
Wijaya Kusuma,
Caroline Damanik

Tim Redaksi

BANTUL, KOMPAS.com - Di tepi area persawahan Dusun Monggang, Desa Trihardono, Kecamatan Pundong, Kabupaten Bantul, sebuah gubuk beratapkan seng berdiri.

Ahmad Muhsin (86) duduk melamun di sebuah bangku bambu. Jemarinya menggenggam tongkat kayu panjang. Matanya mengarah ke persawahan yang dipenuhi air setelah malamnya diguyur hujan.

Di gubuk yang terbuat dari kayu itu, dia tinggal bersama Yono, anaknya, dan istrinya, Esti Suparmi. Gubuknya hanya diberi pagar pembatas anyaman bambu sehingga tampak terbuka. Terpal berwarna biru lusuh menutup sebagian kayu hingga membentuk sebuah ruangan berukuran kurang lebih 2,5 meter X 2,5 meter.

Di dalamnya terdapat dua bangku panjang yang terbuat dari kayu dan bambu. Satu bangku beralaskan terpal warna putih dan satunya berisi piring, gelas, kardus serta kain lusuh. Tak ada lampu yang terpasang di gubuk itu.

Tepat beberapa langkah di depan Muhsin, sebuah tungku lengkap dengan panci yang sudah berwarna hitam kusam.

"Saya (tinggal) di sini sudah sejak September kemarin," ucap Ahkmad Muksin saat ditemui, Kamis (10/11/2016).

Punya rumah

Muhsin menuturkan, sebenarnya dia memiliki rumah dan pekarangan di Dusun Grondo, Panjangrejo, Pundong, Bantul. Rumah itu merupakan warisan dari orangtuanya dan saat ini dalam keadaan kosong.

"Rumah ada, dulu gempa rusak terus dibangun oleh pemerintah. Tetapi lokasinya di tengah, kalau masuk (menuju rumah) harus lewat gang kecil pinggiran rumah," ucapnya.

Rumah itu ditinggalkan setelah putranya Yono bercerai dengan istrinya dan kembali kepadanya. Namun saat kembali, menurut dia, putranya mengalami gangguan jiwa.

"Minta motor, saya belikan dari jual sawah. Eh motornya malah dijual sama Yono, saya belikan itu sampai dua kali lho, ya maklum memang sedikit terganggu pikirannya," tuturnya.

Keputusan meninggalkan rumah tersebut dilakukan karena Yono (32) tidak suka tinggal di sana. Sebab, meski bangunannya permanen dari batu bata, tetapi karena lokasinya berada di tengah sehingga saat keluar rumah, mereka hanya bisa melihat dinding.

"Di rumah (di Dusun Grondo) saya sering disiram air. Dia (Yono) suka marah-marah dan tidak betah, pergi tidak pulang, harus dicari agar mau pulang," ucapnya.

Tak layak

Dari situlah, Muhsin memutuskan membuat gubuk sederhana di tanah miliknya tepat pinggir sawah sebagai tempat tinggalnya. Setidaknya dengan berada di gubuk, putranya lebih tenang karena pemandangannya luas.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com