Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kurniawati Lahir dan 19 Tahun di Malaysia, Pulang Kampung sebagai WNI

Kompas.com - 10/11/2016, 19:44 WIB
Kontributor Pontianak, Yohanes Kurnia Irawan

Penulis

PONTIANAK, KOMPAS.com - Raut wajah Kurniawati (19) terlihat kebingungan. Rabu (9/11/2016) kemarin, untuk pertama kalinya ia menginjakkan kaki di Indonesia, negara asalnya.

Lahir di Sarawak, Malaysia timur, 19 tahun lalu, baru kali ini dia pulang ke kampung halaman orangtuanya.

Ia kembali karena dideportasi pemerintah Malaysia bersama puluhan warga lain asal Indonesia yang bekerja sebagai buruh migran di Negeri Jiran.

Sejak lahir hingga dipulangkan, Kurniawati tidak memiliki tanda pengenal atau identitas. Jangankan paspor, KTP pun tiada.

Selama itu, ia mengikuti ibunya berpindah dari satu tempat ke tempat kerja lainnya demi menghindar dari kejaran petugas.

Terakhir, ibunya bekerja di sebuah perkebunan kelapa sawit dan Kurniawati pisah tempat tinggal dengan ibunya.

Gadis tersebut tinggal di dekat tempatnya bekerja di sebuah salon daerah Bintulu, Sarawak. Setahun yang lalu, ia ditangkap kepolisian di tempatnya bekerja.

Dua bulan menjalani hukuman penjara di kepolisian, ia kemudian diserahkan kepada pihak Imigrasi Malaysia dan ditahan di Depo Imigresen Bekenu.

Selama di Malaysia, Kurniawati tak pernah mengenyam pendidikan. Jangankan  bersekolah, untuk mendapatkan fasilitas lain, ia harus sembunyi-sembunyi dari kejaran petugas setempat.

"Saya belajar membaca di penjara, ada kawan yang ajarkan saya baca. Alhamdulillah, saya bisa baca sekarang, walau sedikit-sedikit," kata Kurniawati terbata-bata saat bercerita kepada Kompas.com di Kantor Dinas Sosial Propinsi Kalimantan Barat, Rabu (9/11/2016).

Saat ditanya daerah asal orangtuanya, ia kerap menjawab dengan terbata-bata dan kebingungan. "Dari Seluas," katanya.

Setiap kali ditanya daerah asalnya, ia selalu bertanya terlebih dahulu kepada seorang TKI yang duduk di sebelahnya saat itu.

Sang ibu, Siti Fatimah, mengatakan bahwa ia pertama kali bekerja di Sarawak pada 1994.

Dua tahun sebelum berangkat, Siti bersama suaminya tinggal di wilayah transmigrasi di Kecamatan Seluas, Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat.

"Setelah jatah transmigrasi selesai dua tahun, saya mulai masuk bekerja di perkebunan di daerah perbatasan. Awalnya masuk lewat Jagoi Babang dan bekerja di Serikin," ujar Siti Fatimah.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com