Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

BPLHD Jabar: Kahatex Tidak Perlu Tersinggung

Kompas.com - 27/06/2016, 16:34 WIB
Reni Susanti

Penulis

BANDUNG, KOMPAS.com – Kepala Badan Pengendali Lingkungan Hidup (BPLHD) Jawa Barat Anang Sudarna mengatakan, PT Kahatex tidak perlu tersinggung dengan pernyataan Wakil Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar yang menyebut pabrik itu sebagai salah satu perusahaan pencemar lingkungan. (baca: PT Kahatex Merasa Difitnah Deddy Mizwar)

Anang malah balik bertanya dengan klaim Kahatex yang menyebut perusahaannya tidak mencemari lingkungan.

“Lantas sawah yang ratusan hektar rusak, kenapa?” ujarnya di Gedung Sate, Bandung, Senin (27/6/2016).

Anang menjelaskan, ratusan sawah di daerah Rancaekek rusak karena tercemari limbah. Air yang mengaliri pesawahan di Rancaekek ada tiga perusahaan, di antaranya Kahatex. Mengenai sumur artesis, yang dimaksud Deddy Mizwar adalah Kahatex II bukan Kahatex Rancaekek.

“Saya dengar sendiri Pak Wagub berbicara dengan pengelola Kahatex II menanyakan ada berapa sumur artesis, dia (pengelola) jawab 21 sumur,” kata dia.

Sumur tersebut, sambung Anang, memang berizin. Namun pertanyaannya bukan jumlah sumur, tapi berapa meter kubik air yang digunakan. Karena pengelola Kahatex yang berbicara dengan Wagub saat itu tidak bisa menjawabnya.

“Ketika ditanya berapa meter kubik yang digunakan, dia (pengelola) cuma a...u...a...u...,” ujarnya.

Persoalan penggunaan air tanah yang digunakan memang menggunakan pertanyaan. Karena sampai sekarang pun ia meminta data retribusi penggunaan air tanah oleh perusahaan-perusahaan di kawasan tersebut belum juga ditanggapi.

“Saya menanyakannya satu tahun lalu,” ungkapnya.

Dari pantauan Kompas.com, sawah di Rancaekek memang rusak. Bahkan menurut petani, sawah tersebut tidak bisa lagi ditanam dan kini seperti lahan mati.

Olih Solihin (53), salah satu petani di Rancaekek mengatakan, sejak 1991 saat pabrik besar itu berdiri di Rancaekek sawahnya kerap gagal panen (puso). Akibat limbah yang di antaranya mengandung BOD dan COD ini, padi yang ditanam mati. Kalaupun hidup, padi yang dihasilkan kempes alias gagal panen (puso).

Persoalan limbah Rancaekek juga menjadi pokok utama beberapa LSM yang tergabung dalam Koalisi Melawan Limbah (KML). Adi M Yadi, Ketua Paguyuban Warga Peduli Lingkungan (Pawapeling) yang tergabung dalam KML menyatakan pihaknya mengajukan gugatan dan memenangkannya di PTUN Bandung.

KML menggugat keputusan Bupati Sumedang tentang pemberian IPLC (Izin Pembuangan Limbah Cair) kepada tiga pabrik tekstil di kawasan Rancaekek. PTUN memutuskan selama proses hukum berlangsung, tiga perusahaan tidak boleh buang limbahnya.

“Saat ini Kahatex dan dua perusahaan lainnya tengah mengajukan banding ke PTTUN Jakarta,” tuturnya. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com