Hidung elektronik yang meniru cara kerja hidung manusia ini mampu mengenali dan membedakan zat berbahaya dalam makanan, masa kadaluarsa produk makanan, bahkan kehalalan makanan.
"E-nose mampu mengenai zat berbahaya seperti formalin, bahkan bisa mendeteksi makanan tersebut mengandung daging babi atau tidak," kata Kuwat, Sabtu (20/02/2016).
Sebelum digunakan, e-nose harus dilatih terlebih dahulu. Caranya, sampel makanan diletakkan di alat agar aromanya terdeteksi oleh memori alat ini.
"Aroma gas yang keluar akan dideteksi oleh sensor lalu dianalisis lewat software khusus," kata dosen Prodi Fisika FMIPA UGM ini.
Setelah aroma -aroma tersebut tersimpan di memori, hasil deteksi e-nose akan keluar dalam waktu sekitar 5 menit.
Saat ini, Kuwat dan timnya sedang mencoba mempercepat proses deteksi e-nose menjadi 1 menit.
Dia berharap, ke depan e-nose bisa digunakan di rumah sakit maupun Puskesmas. "Saat ini kami coba kembangkan untuk uji penyakit tuberkulosis (TBC)," pungkas dia.