Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Sekolah Berlantai Tanah di Makam Raja-raja Porodisa...

Kompas.com - 09/07/2015, 10:50 WIB
Kontributor Manado, Ronny Adolof Buol

Penulis

TALAUD, KOMPAS.com - Tak mudah mencapai Desa Bannada, sebuah desa yang masuk dalam wilayah administrasi Kecamatan Gemeh, Kabupaten Kepulauan Talaud, Sulawesi Utara, yang menjadi kabupaten paling utara dan berbatasan dengan Filipina.

Akses jalan yang sulit dan masih jauhnya sarana transportasi umum membuat desa ini seperti terisolasi dari pembangunan. Setidaknya dibutuhkan perjalanan sekitar lima jam dari Melonguane, Ibukota Talaud.

Beberapa sarana umum memang sudah disediakan Pemerintah di sana, termasuk sekolah dasar dan sekolah menengah (SMP), tapi tidak dengan sekolah menengah lanjutan atas (SLTA). Para siswa yang lulus dari SMP hanya punya pilihan melanjutkan ke Sekolah Menengah Kejuruan di Gemeh yang aksesnya juga susah. Jika ingin ke SLTA, mereka harus menuju ke kecamatan lain.

Melihat kondisi ini, beberapa warga yang prihatin dan dibantu oleh sebuah yayasan kemudian berinisiatif mendirikan SMA Udamakatraya di Bannada. "Sekolah ini didirikan pada tahun 2012, dananya dari kami secara swadaya warga desa," ujar Ketua Pembangunan Sekolah Zakarias Potoboda, Kamis (9/7/2015).

Karena dana yang terkumpul hanya mencapai Rp 6 juta, maka warga desa bersepakat membangun gedung sekolah seadanya. Dinding bangunan terbuat dari bambu yang dibelah, atapnya dari anyaman daun rumbia, serta berlantai tanah. Bangku dan meja pun dibawa sendiri oleh para siswa.

Bangunan itu awalnya didirikan di kompleks makam Raja-raja Porodisa yang dulu memerintah Kerajaan Bannada, yang tak lepas dari sejarah panjang Talaud. "Beberapa waktu lalu sekolah kami diminta oleh Bupati untuk dipindahkan ke sini, karena katanya bupati malu tamu-tamu yang akan datang akan lihat bangunan sekolah kami," kata Kepala Sekolah SMA Udamakatraya, Noldy Lumangkibe.

Bupati Talaud Sri Wahyuni pada 20 Juni lalu memang membawa rombongan Pemkab Talaud menyambangi Bannada dalam rangka meresmikan Monumen Silsilah Porodisa Yupung Tanani yang dibangun di kompleks makam raja tersebut.

Dengan alasan itulah, menurut Noldy dan Zakarias, Bupati meminta mereka memindahkan bangunan sekolah mereka. Saat Kompas.com datang ke Bannada, bangunan sekolah itu menempel di dinding bagian belakang Balai Pertemuan Umum (BPU) Bannada.

Tak ada peningkatan. Dindingnya tetap dari bambu, atapnya dari rumbia dan tetap berlantai tanah. "Karena tidak ada dana untuk pemindahan, ya saya sendirilah yang membongkar bangunan di pekuburan itu dan kembali membangunnya dengan bahan yang sama di BPU sini," kata Zakarias.

Semangat bersekolah
Walau terlihat seadanya dan memprihatinkan, namun para guru dan siswa tetap semangat menjalankan aktivitas belajar mengajar di SMA Udamakatraya. Setidaknya warga dari empat desa menyekolahkan anak-anak mereka di SMA ini. Tahun ini mereka baru saja meluluskan 18 siswa dalam Ujian Nasional. Kini sekolah itu memiliki lima kelas.

"Anak-anak didik kami, jika akan Ujian Nasional harus pergi ke Melonguane sebulan sebelumnya. Mereka menginap di sana karena sangat jauh dari sini. Kasihan biayanya besar, tapi tak ada pilihan, karena kami belum bisa menyelenggarakan ujian sendiri," kata Noldy.

Noldy berharap, Bupati dan pemerintah bisa mengulurkan bantuan mereka, setidaknya dengan menerbitkan SK Operasional bagi SMA mereka. Selama ini, memang tidak ada sama sekali bantuan yang mereka terima. Operasional sekolah sehari-hari semuanya berasal dari swadaya warga dan iuran siswa, termasuk gaji para guru honorer. Buku cetak pun merupakan buku-buku bekas sumbangan para guru.

Selain Noldy yang sudah berstatus PNS tetap, ada dua lagi guru PNS bantuan serta ada delapan guru honorer yang semuanya warga Desa Bannada yang menyandang gelar S1 Pendidikan. Dengan komposisi itu, sebenarnya mereka berharap sudah bisa mengantongi SK Operasional agar para siswa yang akan mengikuti Ujian Nasional tidak perlu lagi ke Melonguane.

Salah satu siswa Kelas 12 IPA, Anastasia Metusalach mengakui mencintai sekolahnya walaupun bangunannya sangat sederhana. Anastasia yang berasal dari desa tetangga, tidak punya pilihan lain selain bersekolah di SMA Udamakatraya.

"Saya setiap hari harus jalan kaki ke sini, lumayan jauh, jalannya rusak, tapi tetap harus semangat demi menyelesaikan pendidikan. Kami hanya bisa berharap, satu saat sekolah ini diperhatikan oleh pemerintah," kata Anastasia.

Harapan Anastasia tak berlebihan, dengan melihat sejarah Bannada yang oleh beberapa kalangan dianggap sebagai salah satu desa tertua di Talaud. Di desa ini masih tersimpan berbagai benda cagar budaya serta jejak sejarah termasuk makam raja-raja Porodisa.

"Bupati baru saja menetapkan desa kami sebagai desa adat, ya kalau bisa tolong juga diperhatikan pembangunan di sini termasuk sekolah SMA itu," harap Ratuntampa Julianus Yoro, yang merupakan turunan Raja Porodisa ke-11.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com