Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tanpa Ketegasan, Sulitnya Atasi Pembalakan Liar di Papua

Kompas.com - 22/04/2015, 04:31 WIB
Kontributor Jayapura, Alfian Kartono

Penulis

JAYAPURA, KOMPAS.com – Hutan Papua yang digadang-gadang sebagai hutan tropis terluas kedua di dunia, perlahan tapi pasti terus menyusut akibat maraknya pembalakan liar, pembukaan lahan perkebunan, dan pertambangan. Dari hasil penelitian organisasi lingkungan internasional Green Peace, pada tahun 2010 lalu laju kerusakan hutan di Papua mencapai 300.000 hektar per tahun.

Pada periode tahun 2005, luas hutan di Papua dan Papua Barat mencapai 42 juta hektar. Namun, jumlah ini terus menyusut seiring meningkatnya geliat pembangunan dan pembukaan lahan di kedua provinsi paling timur Indonesia.

Upaya pemerintah untuk memberantas aksi pembalakan liar terkesan hanya sebagai slogan semata. Itu karena belum ada langkah nyata bersama yang melibatkan semua pihak terkait, dari instansi, aparat dan masyarakat adat selaku pemilik ulayat.

Data dari Dinas Kehutanan Kabupaten Mimika tahun 2013 lalu, dari 200.000 kubik kayu olahan yang terdata dan beredar di Kota Timika, setengah di antaranya adalah kayu hasil penebangan liar. Dengan kondisi di Kabupaten Mimika dengan perangkat aparat lengkap, kondisinya demikian, lalu bagaimana dengan 28 kabupaten/kota lain di Papua?

Pejabat di Produksi dan Peredaran Hasil Hutan, Dinas Kehutanan Kabupaten Mimika, Maryana Hamadi, mengaku kesulitan karena minimnya personel polisi hutan. Jumlah polisi hutan dianggap  tak sebanding dengan luas hutan yang harus diawasi.

Pemandangan kayu hasil penebangan liar juga terlihat di halaman Polda Papua. Kepala Bidang Humas Polda Papua, Kombes Patrige Renwarin mengatakan, truk beserta muatan kayu merbau diamankan karena saat diperiksa aparat kepolisian, sopir truk tak bisa menunjukkan surat-surat kayu.

Dijelaskan Patrige, kasus terbaru penangkapan kayu hasil penebangan liar, ketika pos polisi Tanah Hitam, Distrik Abepura, Kota Jayapura mengamankan 3 truk yang mengangkut 12,9 kubik kayu merbabu, Jumat(17/4/2015) lalu. Dari hasil pemeriksaan sopir dan kenek, kayu tersebut berasal dari Distrik Senggi, Kabupaten Keerom.

"Selama 2015, sudah tiga kali Polda Papua mengamankan kayu hasil penebangan liar. Ini belum termasuk yang diamankan di Polres dan Dinas Kehutanan," kata Patrige di Mapolda Papua, Selasa (21/4/2015).

Dari hasil penyelidikan sementara, jelas Patrige, umumnya kayu tersebut hasil penebangan dari hutan dengan seizin warga pemilik ulayat. Patrige mengakui dalam perundangan, warga pemilik tanah ulayat memang diperbolehkan mengambil kayu, tapi untuk keperluan komunitas masyarakat setempat dan bukan diperjual belikan.

"Seiring desakan kebutuhan ekonomi, warga pemilik tanah ulayat mengizinkan penebangan hutan ulayat mereka kepada pengusaha. Modusnya seperti mendirikan koperasi hasil hutan atau sejenisnya," ujar Patrige.

Dari pantauan Kompas.com di Kabupaten Jayapura, Keerom dan Sarmi yang sudah terhubung dengan jalur darat, para penebang kayu yang tersebar dalam kelompok menyebar di hutan sisi kiri kanan ruas jalan seiring pembukaan jalan baru. Kayu gergajian berbentuk balok lalu dibawa ke pinggir jalan dan dikumpul oleh truk-truk pengangkut.

Untuk mengelabui aparat, kayu-kayu tersebut lalu dikumpul dan dimasukkan ke dalam kontainer. Dalam perjalanan menuju pelabuhan truk kontainer ini dikawal oleh mobil berkaca gelap.

"Tidak menutup kemungkinan dalam aksinya pelaku penebangan liar dibekingi oleh oknum aparat sehingga mereka berani melakukan aksi tersebut," ujar Patrige.

Untuk pemberantasan pembalakan liar, menurut Patrige perlu keterlibatan semua pihak agar menjadi satu gerakan bersama dan tidak ada gesekan antarinstitusi. "Semua stake holder yang difasilitasi pemerintah daerah harus duduk bersama, dan membuat kesepakatan yang nantinya akan dituangkan menjadi peraturan daerah sehingga menjadi landasan kuat memberantas ilegal logging," ucapnya.

Patrige pun berharap pemerintah daerah bisa memberikan solusi konkret bagi terpenuhinya kebutuhan ekonomi masyarakat pemilik ulayat. Karena warga ini yang bisa menjadi penjaga hutan mereka.

Dalam perbincangan dengan Kompas.com di ruang kerjanya, sambil bergurau, Patrige mengharapkan dukungan Kementerian Kehutanan untuk mengambil kebijakan tegas seperti Menteri Kelautan Susi Pudjiastuti dengan membakar truk pengangkut kasus hasil ilegal logging untuk membuat efek jera.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com