Kepala Bagian Pelayanan Medis RSUD Hamba Firdaus, Selasa (7/4), mengatakan, anak itu telah menjalani perawatan di bangsal anak selama hampir sepekan. Pihaknya mendiagnosis penyakit yang diderita adalah radang pernapasan atau paru (bronkopneumonia) disertai demam. Jumat siang lalu, kondisi anak itu kian memburuk.
"Sempat kami larikan ke ruang ICU karena tampak sesak. Namun, nyawanya tidak terselamatkan," ujar Firdaus.
Hasil pendataan Komunitas Konservasi Indonesia Warsi, sejak Januari hingga April 2015, kematian warga selama masa melangun di wilayah Terab, Kabupaten Sarolangun, dan Kabupaten Batanghari, mencapai 14 jiwa. Melangun adalah tradisi berpindah tempat hidup akibat kematian anggota kelompoknya.
Sejak sebulan lalu, jumlah pasien Orang Rimba yang dirawat di RSUD Hamba sebanyak 26 orang. Mayoritas pasien mengalami diagnosis yang sama, yaitu demam 17 orang dan bronkopneumonia 15 orang. Selebihnya, ada yang menderita anemia gravis, disentri, dan febris. Sebagian besar pasien ini adalah anak-anak berusia di bawah 10 tahun.
Dari 13 warga meninggal selama masa melangun, delapan di antaranya anak balita. Sisanya berusia 50 tahun ke atas.
Antropolog Orang Rimba Robert Aritonang mengatakan, dengan kasus kematian ini, pengelanaan Orang Rimba kembali ke Sungai Terap sebagai titik awal jelajah mereka. Masa melangun itu disebut sebagai pengelanaan paling singkat yang pernah mereka lakukan, yaitu sembilan kali melangun hanya dalam rentang tiga bulan. Dalam kehidupan normal Orang Rimba, pengelanaan biasanya satu kali dalam setahun dan berakhir sekitar tiga tahun kemudian. (ita)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.