Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Demi Dapat KTP, Pengungsi Ahmadiyah Terpaksa "Nyogok"

Kompas.com - 11/07/2013, 23:06 WIB
Kontributor Kompas TV, Abdul Latif Apriaman

Penulis

MATARAM, KOMPAS.com — Tujuh tahun menempati pengungsian di Asrama Transito Mataram, 36 kepala keluarga jemaah Ahmadiyah hidup tanpa kejelasan status. Selain harus menempati bilik berukuran 2x3 meter dengan sekat kain, para jemaah Ahmadiyah ini juga kesulitan mendapat Kartu Tanda Penduduk (KTP).

Mengingat pentingnya KTP untuk berbagai keperluan, sebagian jemaah Ahmadiyah memilih menembak atau "menyogok" petugas pembuat KTP. "Kalau tidak menembak, mana bisa kami dapat KTP. Biasanya Rp 100 ribu sampai Rp 200 ribu," kata Abdulloh, salah seorang pengungsi Ahmadiyah, sambil menunjukkan KTP-nya yang sudah tidak berlaku.

Abdullah mengaku sudah tak ber-KTP, setelah pemberlakuan sistem e-KTP. "Saya sudah coba, bawa akta dan kartu keluarga, tapi tidak bisa. Tidak ada nama saya di daftar penduduk katanya," tutur Abdullah.

Kondisi yang dialami pengikut Ahmadiyah Lombok, yang tak jelas statusnya selama tujuh tahun di pengungsian, menjadi sorotan empat lembaga komisi nasional antara lain, Komnasham, Komnas Perempuan, Ombudsman, dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

Perwakilan keempat lembaga ini, Kamis (11/7/2013), menemui Pemerintah NTB untuk menyampaikan sejumlah rekomendasi. "Yang terjadi dalam kasus Ahmadiyah adalah pelanggaran HAM. Untuk itu kami mendesak pemerintah daerah dan pemerintah pusat untuk lebih serius mengambil langkah-langkah pemulihan hak-hak warga Ahmadiyah yaang sudah dilanggar selama tujuh tahun ini," kata Imdadun Rahmat, Wakil Ketua Komnas HAM.

Rahmat menambahkan, kondisi pengungsian jemaah Ahmadiyah di Asrama Transito Mataram saat ini sudah tidak layak. Untuk itu, Pemerintah NTB direkomendasikan untuk mencari alternatif tempat penampungan yang bisa memenuhi standar hidup layak bagi pengungsi.

Menanggapi temuan dan rekomendasi keempat lembaga komisi nasional, Sekda NTB Muhammad Nur menyatakan Pemerintah NTB telah berupaya memulihkaan kondisi para pengungsi Ahmadiyah. Namun, proses pemulihan itu tidak semudah yang dibayangkan karena hal ini terkait penerimaan masyarakat setempat yang mayoritas Muslim.

"Kami terus berupaya mencari jalan dialog untuk menemukan titik temu antara pengikut Ahmadiyah dan warga sembari terus mencegah tindakan anarkis," kata Muhammad Nur.

Sementara terkait status kependudukan pengikut Ahmadiyah, Nur berjanji untuk secepatnya berkoordinasi dengan pemerintah kabupaten dan kota agar bisa menerbitkan KTP bagi para pengungsi Ahmadiyah.

Sebanyak 36 kepala keluarga Ahmadiyah yang tinggal di Asrama Transito Mataram adalah warga Desa Gegelang, Kecamatan Lingsar, Lombok Barat. Tujuh tahun silam mereka terusir dari rumahnya dan menempati pengungsian.

Selama ini Pemerintah Lombok Barat dan Pemerintah Kota Mataram tidak bersedia menerbitkan KTP bagi mereka.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com