KOMPAS.com - Sudah 17 tahun lamanya Jamaludin mengabdikan diri untuk membantu korban bencana di kota Lubuklinggau, Sumatera Selatan.
Berbekal pengalamannya sebagai siswa pecinta alam (Sispala) dan aktif di organisasi mahasiswa pecinta alam (Mapala) di Universitas Bina Insan (Unibi) Lubuklinggau, Jamaludin yang kini telah berusia 40 tahun itu selalu turun ke lokasi bencana.
Kepada Kompas.com, Jamaludin membagikan kisahnya sebagai relawan bencana yang dipenuhi suka duka.
Awal tahun 2008, Jamaludin mendaftarkan diri ke Dinas Sosial Kota Lubuklinggau sebagai relawan Taruna Siaga Bencana (Tagana).
Tahapan proses seleksi ia ikuti satu demi satu, sampai akhirnya dinyatakan lulus sebagai relawan.
"Saya pertama kali bertugas langsung ke tempat kebakaran di Kota Lubuklinggau."
"Di sana, saya banyak membantu korban yang rumahnya terbakar, bahkan yang sangat menyedihkan mereka hanya tinggal baju di badan."
"Rumah dan harta bendanya habis terbakar," kata Jamal -begitu panggilan akrabnya, saat berbincang pada Rabu (8/5/2024).
Baca juga: Kisah Srikandi Tagana Lawan Stigma, Rela Tinggalkan Keluarga demi Tangani Bencana
Tugas pertama Jamal ini, membuatnya bertekad untuk terus membantu agar dapat meringankan beban para korban.
"Kemudian pada tahun 2010 ada kebakaran lagi di Pasar Inpres Lubuklinggau, di sana kondisinya begitu panik. Bahkan ada korban yang terbakar dan saya mengevakuasinya keluar," ujar Jamal.
Selain peristiwa kebakaran, yang masih melekat di ingatan Jamal adalah saat ia bertugas mencari ibu dan anak yang tenggelam pada 2017 lalu.
Keduanya hanyut hingga puluhan kilometer. Bahkan, proses pencariannya memakan waktu selama empat hari.
"Betapa sedih keluarga korban saat itu begitu saya rasakan. Finansial saya tidak bisa membantu. Jadi hanya dengan ini, yang bisa saya berikan," ungkap Jamal.
Meski mengabdikan diri untuk membantu, Jamal pun tak jarang mendapatkan cibiran bahkan sindiran saat bertugas.
Baca juga: Tagana Tasikmalaya Siagakan Tenda di Daerah Terdampak Gempa Garut
Mereka para relawan dinilai terkadang datang terlambat, saat bencana terjadi.