LOMBOK, KOMPAS.com- Pahlawan tanpa tanda jasa. Sebutan tersebut tepat mewakili kondisi Erni Srianti (37), seorang guru honorer di Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB).
Setiap hari Guru Erni harus menyeberangi laut demi mengajar di SDN 1 Atap di Pulau Maringkik, Kabupaten Lombok Timur yang merupakan salah satu pulau terluar.
Kesejahteraan sang guru masih dipertanyakan, meski setiap hari harus bertaruh nyawa.
Baca juga: Hari Pendidikan Nasional, Serikat Guru Soroti Kekerasan di Ponpes
Warga Desa Montong Belai, Kecamatan Keruak itu menceritakan, setiap pagi dia dan temannya menanti perahu di Dermaga Telong-Elong, Kecamatan Jerowaru, Lombok Timur.
Dari dermaga, butuh waktu 15 sampai 20 menit menyeberang dengan perahu ke Pulau Maringkik, tempat murid-murid Guru Erni berada.
Perjalanannya mengarungi lautan tak selalu mulus. Dia harus berhadapan dengan gelombang besar, terlebih ketika cuaca tak bersahabat.
"Pernah perahu kita terbalik. Kejadiannya waktu itu tahun 2013 dan 2014 karena cuaca buruk. Beruntung kita masih selamat," kata Erni, Kamis (2/5/2024), seperti dikutip dari Tribun Lombok.
Baca juga: Tabrakan 2 Sepeda Motor di NTT, Seorang Guru Tewas
Meski menghadapi pahit getir, Erni tak menyerah menjadi seorang pendidik.
Profesinya sebagai guru honorer bahkan sudah dilakoninya selama 16 tahun.
Selama itu pula, Erni harus bolak-balik menyeberangi sungai demi memberikan ilmu bagi murid-muridnya.
"Ya setiap hari seperti ini, sudah 16 tahun lima bulan sejak saya mulai mengajar tahun 2008," katanya.
Baca juga: Hardiknas, Haedar Nashir: Pendidikan Bukan Pabrik Pencipta Robot
Penghasilan yang diterima Guru Erni tak sebanding dengan risiko yang harus dialami sang guru di perjalanan menuju sekolah.
Erni mengatakan, awal mula mengajar dia hanya mendapatkan honor Rp 100.000 dan dibayarkan per tiga bulan.