BLORA, KOMPAS.com - Kisah inspiratif kali ini datang dari seorang pemuda bernama Adi Latif Mashudi, yang saat ini menekuni dunia pertanian hidroponik di Kabupaten Blora, Jawa Tengah, setelah sebelumnya mencari modal usaha dengan bekerja sebagai tenaga kerja Indonesia (TKI) di Korea Selatan.
Pria asal Desa Ngiyono, Kecamatan Japah, itu menceritakan awal mula dirinya dapat bekerja di Negeri Gingseng tersebut.
Semua bermula saat Adi duduk di bangku kelas dua SMK Pelita Japah.
"Waktu itu memang ada program pendidikan bahasa Korea gratis dan pada awalnya saya enggak ada niatan untuk ke Korea, hanya mengisi jam kosong karena masih ada waktu untuk belajar mengikuti kursus tersebut," ucap Adi, saat ditemui Kompas.com, di Agrowisata Petik Buah Girli Smart Ecosystem Farming miliknya yang berada di Desa Sumberejo, Kecamatan Japah, Kabupaten Blora, Kamis (25/4/2024).
Selama tiga minggu mengikuti program pendidikan bahasa Korea, pengetahuan Adi kian terbuka, mulai dari potensi pekerjaan hingga fasilitas yang didapat saat berada di Korea.
"Meskipun sedikit tertarik tetapi misi saya ingin kuliah," kata dia.
Karena ingin kuliah, Adi sempat mengikuti dan mendapatkan beasiswa ETOS pada tahun 2015.
Namun, karena pertimbangan adanya biaya-biaya lainnya selama kuliah, Adi dilarang dan tidak mendapatkan izin dari orangtuanya.
"Rencana kuliah saya korbankan saya kemudian melamar kerja 5 perusahaan tetapi tidak ada yang menerima," ujar dia.
Pria berusia 27 tahun tersebut kemudian diarahkan oleh sekolah bahasa Korea untuk mengikuti kursus bahasa Korea di Kabupaten Pati.
Pada tahun 2015, Adi mengikuti kursus bahasa korea dan seharusnya berangkat ke Korea pada tahun 2016.
Akan tetapi pada tahun 2016, tidak ada ujian untuk berangkat ke Korea.
"Jadi, ditunda lagi setahun," kata dia.
Selama masa penundaan itu, dirinya mendapatkan kepercayaan dari lembaga kursus tersebut untuk mengelola asrama, koperasi, jadi tukang panen ayam, hingga diangkat jadi staf kantor.
"Kemudian sampai akhirnya 2017 saya lulus," ujar dia.
Pada saat akan berangkat ke Korea, pihak lembaga kursus menggratiskan biaya kepada Adi.
"Sebenarnya kejutan juga karena harusnya saya membayar Rp 35 sampai Rp 40 juta, waktu itu saya sudah menabung ya dari pihak LPK itu, pada akhirnya saya tidak dikenakan biaya apapun, jadi ya sudah semua digratiskan, kemudian sampailah di Korea Selatan," ujar dia.