SEMARANG, KOMPAS.com- Sebanyak 7 dari 87 pasien leptospirosis di Jawa Tengah (Jateng) meninggal sepanjang Januari hingga pertengahan Maret 2024. Terakhir, kasus meninggal ditemukan di Boyolali pada pekan lalu.
Kabis Pencegahan dan Pengendalian Pengakit (P2P) Dinas Kesehatan (Dinkes) Jateng, Irma Makiah meminta masyarakat mewaspadai penyebaran bakteri dari kencing tikus yang menjadi sumber penyakit leptospirosis.
Baca juga: Perincian Kasus Leptospirosis di Sleman Yogyakarta, 14 Kasus, 1 Meninggal
"Di Jateng per Februari, total ada 86 kasus, yang meninggal ada 6. Tapi ini masih menunggu hasil laboratorium," ujar Irma melalui sambungan telepon, Senin (25/3/2024).
Awalnya temuan kasus sepanjang Januari berjumlah 27. Namun pada Februari bertambah menjadi 43 kasus. Temuan terbanyak total 18 kasus di Kabupaten Demak dengan tiga pasien meninggal.
"Kemudian paling banyak Kota Semarang ada 7 kasus, satu meninggal. Lalu Banjarnegara, Klaten, Grobogan sebanyak 6 kasus," imbuhnya.
Dinkes mengapresiasi kabupaten/kota yang telah melaporkan temuan kasus sehingga dapat ditindaklanjuti secepatnya. Sementara bagi yang belum melapor akan terus didorong.
Terkait kasus meninggal terakhir di Boyolali, Irma mengungkap pasien terlambat mendapat penanganan lantaran sudah terlanjut drop saat berobat ke rumah sakit.
"Tapi kita masih menelusuri secara epidemologi karena apa beberapa hasil yang perlu pemeriksaan lebih lanjut, apakab betul leptospirosis atau ada diagnosa lainnya, saya masih menunggu konfirmasi terakhi dari Boyolali," katanya.
Sementara melihat dari gejalanya, Irma membenarkan kemungkinan kematian pasien disebabkan bakteri leptospira.
"Mengarah leptospirosis, karena ada demam, pusing, gejala lainnya, akhirnya unurea atau sukar kencing, infonya seperti itu, ini masih kita tunggu hasil lab lengkap," jelasnya.
Baca juga: Warga di Boyolali Meninggal karena Leptospirosis
Dia mengimbau jika masyarakat merasakan sejumlah gejala yang mengarah ke leptospirosis maka harus segera ke rumah sakit.
"Itu kewaspadaannya yang pertama kalau tinggal di daerah yang banyak tikusnya. Kemudian dia demam, pusing, sakit kepala hebat, nyeri betis diikuti sukar kencing, jangan sampai pipisnya susah. Kalau demam, minum obat tidak ada perubahan, harus segera ke fasilitas kesehatan," imbaunya.
Menurutnya penyakit itu kerap berawal dari adanya riwayat kontak dengan air. Misalnya luka terkena air yang tercemar kencing tikus atau hewan yang membawa bakteri leptospira.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.