KEBUMEN, KOMPAS.com - Masjid Saka Tunggal yang berada di Desa Pekuncen, Kecamatan Sempor, Kabupaten Kebumen, merupakan salah satu masjid tertua di Kebumen dan telah masuk sebagai cagar budaya sejak tahun 2015.
Masjid ini memang memiliki keunikan tersendiri. Umumnya masjid biasanya ditopang oleh empat tiang atau saka sebagai penyangga utama bangunan.
Namun, sesuai namanya, Masjid Saka Tunggal ini hanya ditopang oleh satu saka saja.
Meski telah banyak mengalami perbaikan dan renovasi terutama pada dinding dan lantai masjid, namun saka tunggal yang menjadi ikon masjid tersebut masih kokoh berdiri hingga saat ini.
Saka tunggal sebagai penopang utama bangunan ini berbentuk balok dengan ukuran 30x30 sentimeter. Saka tunggal tersebut menjulang ke atas sekitar 4 meter tingginya.
Baca juga: Menengok Ponpes Alhasani Kebumen, Tempat Mantan Preman dan Napi Mengaji
Di ujung atas saka tersebut terdapat 4 buah kayu melintang sebagai penyangga utama bangunan masjid tersebut.
Sementara, di tengah-tengah saka terdapat 4 buah danyang atau skur untuk membantu menyangga kayu-kayu yang ada di atasnya.
Eko Prasetyo, sekretaris desa setempat menjelaskan, masjid tersebut didirikan pada tahun 1722.
Masjid ini merupakan bukti perjuangan masyarakat terhadap penjajahan Belanda kala itu. Selain itu, sejarah masjid ini juga tidak terlepas dari sejarah Kabupaten Kebumen.
Dari kisah yang ada saat itu, Kertowecono III yang menjabat sebagai adipati, diminta kembali ke Keraton Surakarta untuk menjadi Patih dengan gelar Adipati Mangkuprojo sekitar tahun 1719 M.
“Masjid ini bukti perjuangan masyarakat terhadap penjajahan Belanda waktu itu, dan tidak terlepas dari sejarah Kabupaten Kebumen," kata Eko, Minggu (17/3/2024)
Eko menuturkan, sebelum wafat, Adipati Mangkuprojo sempat berwasiat ketika meninggal untuk dimakamkan di Desa Pekuncen dan minta dibangunkan sebuah masjid, yang saat ini disebut dengan nama Masjid Saka Tunggal.