KOMPAS.com-Jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Negeri Aceh Besar mendakwa tiga warga negara asing (WNA) menyelundupkan 134 imigran Rohingya ke Aceh.
Sebanyak dua di antaranya merupakan warga negara Myanmar dan seorang lainnya dari Bangladesh.
Ketiga WNA tersebut hadir dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jantho tanpa didampingi penasihat hukum.
Mereka hanya didampingi ahli alih bahasa atau penerjemah.
Jaksa dalam dakwaannya menyatakan para terdakwa menyelundupkan 134 imigran Rohingya ke wilayah Indonesia melalui pesisir Pantai Blang Ulam, Kabupaten Aceh Besar pada 10 Desember 2023.
Baca juga: Polisi Gerebek Tempat Penampungan Ilegal Rohingya di Pekanbaru
Ketiga terdakwa memasukkan imigran etnis Rohingya tersebut tanpa dilengkapi dokumen keimigrasian yang sah serta tidak melewati pintu pemeriksaan imigrasi yang sah.
"Terdakwa Mohammed Amin didakwa melanggar Pasal 119 Ayat (1) UU Nomor 6 Tahun 2011 tentang keimigrasian jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Sedangkan terdakwa Anisul Hoque dan Habibul Basyar melanggar Pasal 120 Ayat (1) UU RI Nomor 6 Tahun 2011 jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP," kata jaksa di PN Jantho, Rabu (6/3/2024), seperti dilansir Antara.
Usai pembacaan dakwaan, majelis hakim diketuai Fadhil didampingi hakim anggota Jon Mahmud dan Keumala Sari, memerintahkan jaksa menghadirkan saksi-saksi.
Jaksa menyatakan bakal menghadirkan lima orang saksi dari kalangan imigran Rohingya.
Namun, seorang saksi perempuan ditolak majelis hakim untuk memberikan keterangan karena masih di bawah umur.
Baca juga: Kejari Aceh Besar Limpahkan Kasus Penyelundupan Rohingya ke PN Jantho
Para saksi dalam keterangannya menyebutkan mereka memberikan uang berkisar 100.000 sampai 200.000 taka (Rp 14 juta sampai Rp 28 juta) kepada terdakwa sebagai ongkos naik kapal motor.
"Kapal motor tujuannya ke Indonesia. Keberangkatan kami tanpa dokumen keimigrasian. Kami hanya membawa kartu identitas pengungsi dari UNHCR. Kami naik kapal karena ingin meninggalkan tempat pengungsian yang saat ini kacau dan tidak aman. Kami pergi ke negara lain untuk mencari penghidupan lebih baik," kata Muhammad Syah Alam.