MALUKU BARAT DAYA, KOMPAS.com - Seorang dosen terpaksa menunggangi kuda lantaran bahan bakar minyak (BBM) langka di Kota Tiakur, Kabupaten Maluku Barat Daya (MBD).
Sefanya Sairiltiata SPd MSi, dosen Program Studi di Luar Kampus Utama (PSDKU) Universitas Pattimura Kabupaten MBD menempuh perjalanan 12 kilometer dari ruamhnya di Desa Werwaru Kecamatan Moa Lakor ke Kampus di Kampung Babar.
Ini merupakan hari kedua Sefa, sapaan akrabnya, membawa kuda milik keluarga untuk dijadikan kendaraan. Bapak dua anak ini mengaku dirinya tak punya pilihan.
Baca juga: Sepekan BBM Langka di Maluku Barat Daya, Aktivitas Masyarakat Terganggu
Sejak sepekan BBM langka di MBD, aktivitas masyarakat terganggu. Termasuk dirinya yang tinggal jauh dari lokasi tempat mengajar.
“Kebetulan hanya beta dosen yang tinggal jauh. Dosen lain semua tinggal di dalam kota. Jadi kemarin dan hari ini beta ke kampus dengan kuda,” kata dosen Ilmu Sosial Budaya (ISBD) dan Pendidikan Kepulauan itu kepada wartawan saat ditemui di ruang dosen PSDKU Universitas Pattimura Kabupaten MBD, Rabu pagi (28/2/2024).
Pada hari sebelumnya, pria 34 tahun itu membutuhkan waktu sekitar 2 jam lebih untuk tiba di kampus. Pasalnya dia menggunakan kuda betina yang baru berusia 2 tahun dan belum pernah ditunggangi untuk perjalanan jauh.
Kuda itu dipelihara oleh keluarga Sefa dan diperbantukan mengangkut hasil kebun dalam jarak dekat.
Untuk itu pada hari kedua, Sefa mengganti tunggangannya dengan kuda jantan berusia 5 tahun. Kuda ini, kata Sefa, sudah terlatih berjalan jauh dengan muatan beban. Perjalanannya ke kampus pun lebih singkat, hanya 1 jam 10 menit.
Kehadiran Sefa dengan kudanya di kampus pun mencuri banyak perhatian. Seperti ada sejumlah pengendara motor, pejalan kaki yang takjub sekaliggus heran melihat orang berkuda di jalan kota.
Awalnya dia merasa bangga dan senang, meski bensin tak ada, tekadnya untuk mengajar begitu bulat dan kokoh. Dia pun bangga dengan kuda peliharaan keluarganya yang dijaga dengan baik dan kini membantu aktivitasnya.
“Tapi sampai di dalam kota dekat Kampung Babar sini beta ada rasa malu. Ada lima motor nonton beta dan dong (mereka) tanya kenapa harus gunakan kuda. Ya, mau bagaimana, bensin seng (tidak) ada. Ini solusi terakhir,” ucapnya.
Banyak warga yang berpapasan di jalan memandang Sefa dengan heran lantaran hampir tak ada lagi warga Kota Tiakur yang menunggangi kuda. Kalaupun ada, itu hanya dijadikan alat angkut hasil kebun.
Padahal dulu, kata Sefa, warga MBD khususnya di Pulau Moa menggunakan kuda sebagai moda transportasi. Keluarganya sendiri memiliki lima ekor kuda. Kuda-kuda itu dibiarkan bebas di alam. Oleh ayahnya, mereka dijadikan alat angkut jagung atau hasil kebun lain pengganti motor.
Namun setelah tiba di kampus ada rasa lega yang dirasa Sefa. Kelangkaan bensin di kotanya malah membuat Sefa makin dikenal dan jadi dosen inspiratif.
“Beta sampai di kampus itu ada rasa senang juga. Beta bilang buat mahasiswa seng (tidak) ada alasan buat bolos. Jangan jadikan kelangkaan ini alasan buat seng kuliah. Beta yang jauh saja berjuang datang, semua buat masa depan mahasiswa dan kampus,” jelasnya bangga.