NUNUKAN, KOMPAS.com - Hamidah (46), terlihat bersemangat setelah menggunakan hak pilihnya di TPS 07, Desa Aji Kuning, Pulau Sebatik, Nunukan, Kalimantan Utara (Kaltara).
Hamidah yang sudah 20 tahun tinggal dan bekerja sebagai buruh perkebunan kelapa sawit di Malaysia, datang bersama suami, anak menantu dan saudaranya.
Demi mencoblos, Hamidah rela berjalan kaki melewati jalan setapak di tengah perkebunan kelapa sawit.
Ia baru bisa sampai di Pulau Sebatik, setelah berjalan sepanjang 5 Km atau lebih 2 jam menyusuri jalanan kecil yang becek saat hujan.
Baca juga: Kisah Pasutri Tunanetra Diantar Ketua RT ke TPS yang Jauh dari Rumah
"Kita warga Indonesia, harus ikut pemilu," ujarnya, Rabu (14/2/2024).
Dia mengaku sudah biasa berjalan kaki ke Sebatik meski terkadang naik sepeda motor.
"Kami biasa ke Sebatik dengan berjalan kaki atau naik motor berboncengan. Biasanya kalau bahan dapur habis atau ada kebutuhan mendesak,’’ tutur Hamidah.
Hamidah berharap suaranya bisa mewujudkan harapannya dan mimpi keluarganya yakni memiliki Presiden yang bisa mensejahterakan rakyatnya.
Hamidah menuturkan, hidup di Kampung Pisak Pisak, Malaysia, bukan hal mudah. Setiap hari, mereka hanya berpikir kerja agar mendapat banyak uang.
Mereka tidak mendapatkan bantuan sosial (bansos) layaknya WNI kurang mampu pada umumnya.
"Kami ingin memiliki Presiden yang mampu mensejahterakan rakyatnya,"tegasnya.
Hamidah dan keluarga kecilnya, merupakan satu contoh WNI yang bermukim lama di wilayah perbatasan RI - Malaysia. Nama nama mereka didata saat coklit Pemilu.
Ketua RT 07 Desa Aji Kuning, Sunardin menuturkan, ada 23 KK dengan 42 jiwa yang terdata sebagai warganya.
"Sebenarnya mereka tidak tinggal menetap, hanya kerjanya saja di sana,"kata Sunardin.
Para WNI tersebut, tak pernah absen mencoblos. Meski jarak menuju Sebatik dari Perkampungan Pisak Pisak ditempuh dengan waktu lebih 2 jam.