KOMPAS.com - Korban banjir bandang di Kota Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB), mengeluhkan minimnya bantuan tanggap darurat dari pemerintah daerah.
Mereka membutuhkan bantuan pangan berupa sembilan bahan pokok (sembako) dan pakaian, sebab barang berharganya sebagian besar hanyut terbawa arus banjir.
Salah seorang warga di Lingkungan Suntu, Kelurahan Paruga, Nurmi mengatakan, saat rumahnya terendam banjir dua hari berturut-turut pada Kamis (8/2/2024) dan Jumat (9/2), dia bersama suami dan dua orang anaknya langsung mengungsi ke rumah keluarga.
Baca juga: Cerita Syahdan Terjebak di Atap Rumah yang Hanyut Saat Banjir Bandang Sumbawa
Nurmi baru bisa kembali ke rumah pada Minggu (11/2/2024). Sebab rumahnya terdampak cukup parah lantaran berada tepat di daerah bantaran Sungai Padolo.
Menurutnya, pascakejadian itu pihak keluarga baru sebatas menerima bantuan nasi bungkus dari BPBD Kota Bima.
"Bantuan beras tidak ada, hanya nasi bungkus saja, itupun hanya dua bungkus sehari," kata Nurmi saat ditemui di kediamannya, Senin (12/2/2024).
Nurmi mengatakan, selain butuh makanan siap saji dari pemerintah daerah, pihaknya juga memerlukan beras dan lauk pauk.
Hal itu menyusul tak ada sumber penghasilan lain untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Sebab sang suami tak bisa lagi bekerja sebagai usai operasi penyakit kencing batu.
"Bapak ojek, tapi setelah diserang kencing batu itu sampai sekarang belum bisa ojek lagi. Harapan kami ada bantuan lain seperti misalnya beras, telur sehingga kami tidak begitu terbebani lagi," ujarnya.
Baca juga: Banjir Bandang Sumbawa, KPU Akan Pindahkan TPS Terdampak
Sementara itu, Khairudin, warga Lingkungan Sigi, Keluhan Paruga, Kota Bima juga mengeluhkan minimnya bantuan logistik tersebut.
Bantuan berupa nasi bungkus itu hanya diterimanya dua kali, sedangkan bantuan lain seperti kebutuhan pokok tidak ada yang datang menyalurkannya.
"Bantuan nasi itu biasa lagi bencana begini, tapi kalau bantuan lain belum ada sampai sekarang," kata Khairudin.
Bencana alam banjir kemarin, lanjut dia, membuat sebagian besar perkakas rumah tangga dan pakaian milik keluarga hanyut tergerus air.
Dia tak sempat membawanya ke tempat yang aman karena luapan air sungai begitu cepat.
Khairudin bahkan malam itu terjebak dan terpaksa harus tidur di plafon rumahnya sampai luapan banjir surut.